Presiden Joko Widodo mengapresiasi keragaman suku, adat, dan budaya yang ada di Provinsi Sumatra Utara. Bahkan, Kepala Negara menyebut Sumatra Utara (Sumut) sebagai miniaturnya Indonesia.
Hal tersebut disampaikan Presiden saat dirinya bersama Ibu Negara Iriana Joko Widodo menghadiri Pagelaran Budaya Lintas Etnis Provinsi Sumatra Utara di Stadion Teladan, Kota Medan, pada Sabtu, 16 Maret 2019. Presiden dan Ibu Iriana tampak kompak mengenakan pakaian adat Melayu.
Sebagaimana dilansir dari siaran pers Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden, Bey Machmudin, Presiden menyapa masyarakat dengan beragam sapaan khas Sumatra Utara. Ragam sapaan ini, menurut Presiden, menunjukkan keindahan budaya, keindahan adat, keindahan tradisi itu ada di tanah Sumatra Utara.
"Horas, horas, horas!! Majuah-juah, majuah-juah! Juah-juah, juah-juah! Ya ahowu, ya ahowu, ya ahowu!" kata Presiden.
Kepala Negara kemudian menyebutkan berbagai suku yang ada di Sumatra Utara, mulai dari Batak Karo, Batak Mandailing, Batak Pakpak, Batak Simalungun, Batak Toba, Melayu, hingga Nias. Tak ketinggalan juga etnis India dan Tionghoa.
"Agama yang ada di sini juga berbeda-beda. Ada agama Islam, agama Kristen, agama Katolik, agama Hindu, Konghucu, ada semua, dan Budha," lanjutnya.
Meski memiliki kemajemukan yang tinggi, menurut Presiden, sejarah di Sumatra ini tidak ada mengenai perpecahan, maupun pertikaian. Ia tidak ingin hanya gara-gara perbedaan pilihan politik, persaudaraan itu terpecah.
"Akan rugi besar bangsa ini, akan rugi besar kita semuanya. Aset terbesar bangsa Indonesia, modal terbesar bangsa Indonesia adalah persatuan, adalah persaudaraan, adalah kerukunan," tegasnya.
Oleh karena itu, Kepala Negara berpesan kepada semua pihak untuk terus menjaga tiga aset terbesar bangsa Indonesia tersebut.
"Marilah kita bersama-sama menjaga persaudaraan kita, merawat persatuan kita, merawat kerukunan kita. Budaya inilah yang mempersatukan kita, budaya kita menjadikan kita bersatu," kata Presiden. (Humas Kemensetneg)