Arahan Presiden RI pada Peninjauan Latihan Gabungan TNI, Surabaya, 2 Mei 2013

 
bagikan berita ke :

Kamis, 02 Mei 2013
Di baca 885 kali

ARAHAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PADA

PENINJAUAN LATIHAN GABUNGAN TNI

DI SITUBONDO, SURABAYA

TANGGAL 2 MEI 2013

 

 

 

Presiden RI:

Oke, kalau kita sebagai musuh, ya, ingin melakukan invasi atau operasi militer ke Indonesia. Mereka akan memperhitungkan luasnya wilayah Indonesia, bentuk geografinya, lebih dari sekedar cuaca dan medan. Tapi kalau kita bicara kampanye militer, strategi militer, ya akan dihitung penuh. Pastilah musuh akan mengerahkan kekuatan yang jauh lebih besar, dibandingkan skenario yang dibikin tadi, satu divisi minus. Mungkin satu koor, dua sampai tiga divisi. Demikian juga kekuatan udara, kekuatan laut, dan juga ground forces-nya, atau kekuatan daratnya.

 

Coba kita visualisasikan ketika Perang Irak, Perang Afganistan terjadi. Untuk merebut, menguasai, dan menduduki negara sebesar Irak dan Afganistan saja, pasukan koalisi mengerahkan kekuatan yang sangat besar, besar dan modern, dengan sistem persenjataan yang canggih. Apalagi menyerang Indonesia dengan luas wilayah seperti ini, tiga time zones, 8 juta km2, total lautan dan daratan, 2 juta km2 lautan. That speak country. Oleh karena itu, pastilah mereka mengerahkan kekuatan yang besar, baik dimulai dengan serangan udara, kemudian baru operasi militer gabungan. Kira-kira visualisasinya seperti itu.

 

Nah kalau kita paham lawan kita, musuh beranggapan itu akan melancarkan kampanye militer seperti itu, maka kampanye militer kita juga harus bisa mengimbangi dan meyakinkan bahwa kita bisa menghancurkan, bisa menghentikan, dan memukul balik lawan kita yang menyerang Indonesia itu. Oleh karena itu, simulasi kekuatan dalam kampanye militer kita, mestinya jauh lebih besar dibandingkan apa yang disampaikan tadi.

 

Kampanye militer, itu satu rangkaian operasi militer. Dalam era perang modern, rangkaian operasi militer gabungan, bisa tiga bulan, bisa setahun, panjang. Seperti kisah di Perang Dunia I, Perang Dunia II, dan operasi-operasi militer yang lainnya.

 

Oke, tadi divisualisasikan dua puluh hari. Tapi siap mentalah kita, military campaign. Itu rangkaian dari operasi-operasi militer, swan single military operation, itu bisa mengerahkan satu dua divisi. Bisa dibayangkan, apa artinya? Think about logistic, think about lying of operation, think about risk play, think about mobilisasi kekuatan militer kita ketika tanda-tanda pecahnya perang terjadi. Ini kan tidak mungkin tiba-tiba. Ada riwayat dulu, diplomasi gagal, mereka tetap akan menyerang Indonesia, kita berjaga-jaga, dan seterusnya, dan seterusnya. Tapi ambillah bagian akhir terjadinya peperangan ini, sehingga skenarionya pun harus realistik, ini bagian dari realisme gladi pada tingkat strategis, bahwa yang dimainkan tidak sebesar yang kita ceritakan dalam skenario itu, misalnya kita mengerahkan dua divisi plus, dalam praktiknya nanti hanya satu divisi tidak apa-apa. Tetapi, mari kita memikirkan how to defend this country, sehingga apa namanya, perencanaan strategisnya itu menjadi kena. Itu yang pertama tentang skenario gladi, yang mari kita lihat dalam konteks kekinian, menyadari negara kita seperti ini, ambil pelajaran perang-perang modern yang terjadi di akhir abad 20 atau di awal abad 21 ini.

 

Yang kedua, ini pertanyaan saya, tadi disebutkan misalnya operasi daratnya satu brigade plus yang mimpin Panglima Divisi. Operasi lintas udaranya, dua batalyon plus yang mimpin juga Panglima Divisi, dan seterusnya. Saya kira komando operasi disesuaikan dengan the size of kekuatan militernya itu. Dengan demikian, pasti tidak lebih, tidak kurang. Nah pertanyaan saya, berapa persen itu dikerahkan? Misalkan dua batalyon Linud plus. Dalam praktiknya, berapa persennya digunakan, apakah 70%, atau 60%, demikian juga yang operasi ampibi, operasi darat gabungan, setelah didaratkan nanti, operasi udaranya, operasi lautnya, itu berapa persen dari kekuatan? Tolong dijawab nanti. Kemudian, apakah logistiknya itu diperankan betul, apa ada yang dipromemorikan. Saya ingin tahu, ya..., sebab kalau tidak dibiasakan menghadapi kesulitan melakukan pembekalan ulang, angkutan, pemeliharaan, dalam arti main groups, maka pada saatnya perang terjadi, saya khawatir tidak siap. Kita punya cerita di masa lalu, the story of unreadiness, tentang ketidaksiapan kita untuk melaksanakan operasi tiba-tiba, apalagi dalam kekuatan yang besar. Tolong jelaskan kepada saya, yang pertama, berapa besar kekuatan yang dikerahkan dari yang diskenariokan? Yang kedua, apakah logistik ada yang di pro memorikan? Itu yang, poin yang kedua dari saya.

 

Kemudian poin yang ketiga, ya ini ada juga anggota DPR RI, ada Menteri Pertahanan, sayang Menteri Keuangan tidak ada di sini, ya. Mengapa pemerintah atau saya ingin benar lima tahun terakhir ini, modernisasi kekuatan dan pembangunan kekuatan kita laksanakan dengan baik, sebab kalau mempertahankan kedaulatan Indonesia, keutuhan wilayah ini harga mati. Kita tahu kekuatan militer Singapura. Kita tahu kekuatan militer Malaysia, Thailand, Australia, dan negara-negara lain, ya. Terus terang, terus terang, dibandingkan luasnya wilayah dan objek-objek vital yang harus kita lindungi, kepentingan nasional kita, mestinya kekuatan militer kita pun lebih, harus lebih besar dan lebih modern.

 

Kita berangan-angan dengan planning yang bagus untuk memiliki kekuatan militer yang modern, meskipun dalam judul minimum essential force. Ini harus dibangun, kalau tidak ada yang membangun, sampai kapan pun, ya akan begini. Dan, politik luar negeri kita akan terganggu, apabila tidak ada tekad kekuatan pertahanan yang cukup. Kita menjalankan diplomasi di Asia Tenggara, di Asia Timur, di dunia bahkan. Oleh karena itu, mutlak negara ini memiliki kekuatan pertahanan yang lebih besar.

 

Dalam perang besar seperti ini, tank yang digunakan Scorpion, itu kalau akan nanti datang semua, tersenyum mereka. Demikian juga peralatan-peralatan yang lain. Tolong pahamlah dimensi pertahanan sebuah negara. Jadi, sistem persenjataan itu harus bisa mengimbangi negara-negara lain, bahkan harus lebih unggul sekarang ini.

 

Dulu, sebelum krisis 1998 tidak cukup kita melakukan pembangunan kekuatan dan modernisasi alutsista kita. Setelah 1998 negara kita dalam keadaan krisis, juga tidak melakukan modernisasi dan pembangunan kekuatan yang cukup. Alhamdulillaah, sekarang ini kita punya kemampuan. Oleh karena itulah, tanpa mengorbankan kepentingan yang lain, pendidikan, kesehatan, meningkatkan kesejahteraan rakyat, ada porsi yang kita alokasikan untuk memodernisasi kekuatan pertahanan kita yang tertinggal dibandingkan dengan negara-negara lain, yang sudah sekitar 20 tahun, tidak cukup kita laksanakan modernisasi. Mestinya bangsa ini bersatu, jangan karena urusan politik A, politik B, urusan A dan B, terhenti sehingga hilang kesempatan, miss opportunity. Sekarang baru tahu, nanti kalau lihat di lapangan sistem persenjataan apa yang sebenarnya tidak bisa mengimbangi kekuatan lawan. Kelihatan nanti, darat apa, laut apa, udara apa.

 

Nah, oleh karena itu, kalau kita mengerti tentang pertahanan negara, external defence, kita mengerti doktrin, kita mengerti sejarah, kita mengerti rumitnya operasi militer, kita mengerti betapa tingginya resiko, kalau kita tidak siap, kalau kita tidak kuat, maka tentulah kita akan bersetuju untuk tahun-tahun mendatang ini kita tingkatkan kekuatan pertahanan kita. Itu penting saya sampaikan dalam kesempatan yang baik ini, ya..., nanti saya akan lihat bareng-bareng dengan Saudara semua, sejauh mana profesionalitas kita, kapabilitas kita. Sejauh mana sistem persenjataan ini memadai, dan seterusnya.

 

Kalau di atas kertas, kalau di rapat-rapat, termasuk rapat dengar pendapat tidak muncul, apa yang kita hadapi di lapangan. Tapi setelah di lapangan akan kelihatan nanti, mana yang shortage, mana yang di bawah, mana yang sudah oke, mana yang di atas.

 

Saudara-saudara,

 

Bangsa Indonesia cinta damai, tetapi tentu lebih cinta kedaulatan dan keutuhan teritorial kita. Perang memang jalan terakhir, untuk mencapai tujuan politik. Tetapi bangsa kita harus siap juga untuk mempertahankan setiap jengkal wilayah Indonesia. Inilah mindset, inilah filosofi kita di dalam membangun strategi pertahanan, di dalam membangun kekuatan pertahanan kita.

 

Baik, sementara itu dulu. Tolong dijawab Jenderal Munir. Tadi berapa persen yang akan dikerahkan, dan apakah ada operasi logistik yang dipromemorikan. Sebentar, jangan dulu dijawab. Kalau kita belajar sejarah, mengapa Napoleon gagal? Mengapa Hitler gagal? Because of logistic. Logistik tidak memenangkan peperangan, tapi perang tidak mungkin dimenangkan tanpa logistik. Ketika Napoleon memiliki kesalahan ingin menembus jantung Moskow, line of logistic terlalu panjang, dipotong di jalan, tidak cukup, rontok. Terjadi lagi pada era Hitler, Perang Dunia II. Dan banyak sekali kisah-kisah di Perang Vietnam, di perang-perang yang lain, the failure of operation because of logistic. Apalgi negara kita kayak begini. Kalau tidak rapih operasi logistiknya, menangis prajurit kita di depan, karena kehilangan, kehabisan logistik. Logistik dalam arti luas, bisa amunisi, bisa bahan bakar, bisa ransum tempur, bisa semuanya. Itulah logistik.

 

Kelemahan kita di waktu yang lalu, berarti kelemahan generasi saya juga dulu, waktu masih aktif di militer. Operasi logistik itu suka dipromemorikan, hanya sepertiga dilaksanakan, tidak full. Operasi lintas udara, saya pernah Komandan Brigade Lintas Udara, terjunnya bagus, serangannya bagus, tetapi setelah perang di darat, mana kendaraannya, mana mortirnya, mana bahan bakarnya, promemori akhirnya didaratkan. Tidak realistik, sebab ingat film a Bridge Too Far, operasi perang dunia dulu. Itu operasi, ceritanya, tetapi difilmkan. Pasukan Linud didaratkan di depan, habis, karena tidak segera ada bantuan. Namanya a Bridge Too Far, untuk diraih. Jadi jangan sampai one way ticket. Kita pastikan kita terjunkan, di mana-mana ada penguatan, ada tambahan kekuatan.

 

Silakan, Pak Munir dijawab dua hal tadi.

 

Jenderal Munir:

Siap. Terima kasih.

Yang kami muliakan, Bapak Presiden atas beberapa arahan, petunjuk, dan pertanyaan tentang berapa persen dari pasukan yang dilibatkan, itu dikerahkan sesungguhnya. Mohon izin, pada latihan gabungan kali ini, satuan-satuan yang dilibatkan sesuai dengan susunan tugas yang kami susun, itu boleh dikatakan, 100% itu dikerahkan.

Presiden RI:

Bagus.

Jenderal Munir:

Ya, tetapi itu adalah sekitar 85% dari TOP satuan yang bersangkutan, karena memang harus ada unsur tinggal yang di satuan, termasuk yang khususnya di sini yang lancarkan Opslatgab paling banyak adalah Brigif 9 Divisi 2 Kostrad. Itu tiga batalyon sepenuhnya, termasuk Brigif dan Divisi 4 Kostrad. Kalau PTP Marinir mendarat di wilayah Karang Pilang, Surabaya, seluruhnya juga dilibatkan. Kemudian, seat juga demikian. Pada intinya, itu kan tugas yang ada ini seluruhnya ini dikerahkan Bapak, 100%. Untuk dukungan logistik, kami bagi 2, 3, antara logistik makan, sepenuhnya selama 20 hari full, memang bahkan H-sekian sudah ada dukungan dari Mabes TNI untuk, ada yang berwujud nasi natural, atau ransum tempur sesuai dengan kemampuan. Tapi sepenuhnya didukung penuh.

 

Kemudian untuk amunisi yang memang kami merasakan masih terbatas memang, karena beberapa amunisi kami perkecil. Itu kita tetap menggunakan protap, menggunakan cadangan, mengisi BBM nanti setelah itu diganti jadi komandan latgab untuk supaya ada aliran amunisi-amunisi yang BP, tidak expire, hingga ada cadangan yang turun terus-menerus. Kurang lebih pada intinya, meskipun tidak sepenuhnya sesuai taktik, misalnya jam T minus lima ada tembakan gangguan armed, tembakan salvo, dan sebagainya, tidak sepenuhnya karena memang adanya di perbatasan. Demikian juga, amunisi rudal RDF yang dimiliki oleh Arhanud T, itu kita siapkan hanya satu atau dua pucuk saja.

 

Secara umum demikian, Bapak, kalau keterbatasan masalah amunisi. Kemudian untuk BBM, memang didukung sesuai dengan skenario gerakan pasukan, baik untuk pergeseran pasukan di darat, di laut, maupun di udara. Sejauh ini dari pengecekan kami, sebagai Pangkogab dari seluruh Kogasgab, baik itu di Madiun, di Malang, di Surabaya, maupun di Cicalengka unit Linud 330 yang kami inspeksi, sepenuhnya sudah siap untuk pergeseran dari mulai pasukan itu berangkat ke daerah operasi sampai full out kembali. Seluruh dukungan tidak tumpang tindih Pak. Terima kasih.

 

Presiden RI:

 

Coba kembali ke peta Indonesia. Iya, ini kembali Saudara-saudara, bayangkan negara kita, kita dalam suasana permusuhan perselisihan politik dengan negara X, meskipun mudah-mudahan tidak terjadi, insya Allah tidak terjadi, karena sekarang Indonesia tidak punya musuh, million friends and zero enemy. Tetapi tentu sebuah negara, sebuah bangsa harus siap berperang.

 

Kembali ke luasnya wilayah seperti ini, maka kita itu ingin benar seperti kekuatan udara kita. Kita sudah planning-kan, saya kira Menteri Pertahanan, Wakil Menteri Pertahanan, tekun di situ, Panglima TNI, semua. F-16 kita itu, harus, maunya kita 2 Skuadron, Sukoi, Rock-nya, Super Tukano, pesawat tempur Herculasnya itu harus ndak boleh belasan di negara seperti ini. Ini belum military operation atau team work, belum untuk bencana alam, belum untuk yang seperti itu. Mestinya puluhan. Inilah arah pembangunan kekuatan udara kita, kekuatan laut juga demikian. Moso kita ga punya kapal selam, hanya satu, hanya dua. Ke depan mestinya kita lebih kuat lagi, tekad kita, coorporate kita semua. Angkatan Darat, moso kita ga punya Hawk CT 155, moso kita ga punya tank yang modern, yang tangguh. Moso kita ga punya Helikopter yang lebih apa, bisa menghancurkan kekuatan musuh, seperti itu.

 

Sekali lagi, think big, karena tantangan kita juga besar. Ini hanya standing army, ini hanya minimum essential force. Kita ga mungkin dan tidak berminat, tidak punya pikiran seperti tentara Korea, tentara Tiongkok, tentara yang besar-besar itu, bukan, karena kita mengutamakan untuk kesejahteraan rakyat. Tapi mesti adalah minimum essential force yang kita miliki, ya.

 

Saya ingin menutup yang saya sampaikan dengan berbagi cerita. Tahun 1995, saya Brigadir Jenderal, bertugas di Bosnia. Waktu itu prestasi tentara kita bagus. Saya dipanggil oleh atasan saya, bintang tiga waktu itu, ada telepon dari New York juga, bahwa Indonesia diberi kehormatan untuk bisa menambah kekuatannya, sekaligus dikasih jabatan Force Commander, untuk sebuah wilayah, bintang dua. Akhirnya saya pulang ke Jakarta, melapor kepada Panglima TNI waktu itu, kepada Kasum, yang intinya Indonesia dapat opportunity, dapat kehormatan untuk menambah kekuatannya. Akhirnya, kita hitung kekuatan kita. Yang diperlukan adalah satu batalyon plus satu brigade minus, ya, kekuatan mekanis, mechanized infantry, mechanized unity. Nah, begitu PBB tahu yang dimiliki Indonesia AMX 13, itu masih di atas Scorpion, langsung di-dropped. Ngga mungkin itu sudah out of date, kekuatannya, besarnya, tidak bisa mengimbangi keperluan tugas di Bosnia waktu itu. Ini contoh. PBB sekarang minta Indonesia berkontribusi helikopter. Berapa kemarin itu? Ya, itu pun juga ada persyaratannya. Helikopter seperti apa yang oleh dunia dianggap layak. Jadi, mari kita memikirkan sistem persenjataan kita itu kualitasnya, tingkatannya, modernitasnya itu secara universal itu diterima, dan yang lebih penting bagi saya, ngga boleh kita kalah sama tetangga-tetangga kita. We are the biggest country in ASEAN, we are the biggest economy in this region. Tidak ada cerita, kita malah tertinggal ini.

 

Mari kita bangun pemahaman seperti ini, ya, ini untuk prajurit kita, untuk negara kita. Tahun depan, akhir tahun saya sudah selesai. Tapi negara ini memerlukan terus, siapa pun Presidennya, siapa pun pemerintahnya, siapa pun Panglima TNI-nya, semua memerlukan kekuatan yang tangguh, kita akan disegani negara lain, manakala ekonomi kita kuat, politiknya bersatu, bangsa ini dan kekuatan pertahanannya ada, itu rumusnya.

 

Saya kira begitu, selebihnya mari kita lihat bersama-sama nanti, ya. Dan, terima kasih Jenderal Munir, terima kasih Panglima TNI, nanti kita lanjutkan dengan apa yang bisa di lihat.

 

Selesai.

 

 

 

 

 

 

Asisten Deputi Naskah dan Penerjemahan,

Deputi Bidang Dukungan Kebijakan,

Kementerian Sekretariat Negara RI