"Permen akan keluar dalam waktu dekat. Kita peroleh kesepakatan bahwa harga jual listrik dari panas bumi ditentukan per sistem pembangkit, bukan regional atau provinsi," ujar Dirjen Listrik dan Pemanfaatan Energi J Purwono, di Jakarta, Selasa (26/2).
Kesepakatan diperoleh Jum'at pekan lalu dalam pertemuan dengan Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro, Dirjen LPE, PLN, dan Asoasiasi Panas Bumi (API). Bahkan, jelas Purwono kesepakatan sudah ditandatangani dan tinggal dituangkan dalam Permen.
"Pertemuan untuk mencari cara bagaimana dari sisi investor harga panas bumi menarik dan dari sisi PLN kehadiran panas bumi itu juga memberikan keuntungan bagi meraka terutama dalam menurunkan biaya pokok di pembangkitan," jelas Purwono.
Dijelaskan dia, nantinya harga jual listrik untuk tegangan menengah (10-55 MW), patokannya adalah 85% dari BPP PLN pada titik di mana pembangkit dihubungkan. Sedang untuk tegangan tinggi (di atas 55 MW), patokan maksimum 80% dari BPP.
Mengenai pembagian wilayahnya, akan ditentukan per sistem pembangkit. Misal untuk Jawa dan Bali, akan berlaku satu harga patokan, karena satu sistem. Atau istilahnya harga kesisteman atau BPP sistem.
"Jadi mau dibangun di Bali, Jawa Barat, atau Jawa Timur, harga jual listrik ke PLN-nya sama," tandas dia.
Begitu juga dengan BPP sistem di Sumatera akan sama mulai dari Lampung sampai NAD. Sebab Sumatra saat ini, pembangkit listriknya sudah interkoneksi. Wilayah yang juga satu sistem, jelas dia misal Sulawesi Utara dan Nusa Tenggara Timur.
Dari perhitungan Dirjen LPE, harga jual listrik panas bumi per 1 KWh akan berkisar antara 6-8 sen dolar AS. Harga jual di Jawa-Bali, dinilai paling murah, karena di sini sudah banyak pembangkit listrik bertenaga lain mulai dari minyak sampai batubara.
"Tergantung dari BPP masing-masing. Kalau di Jawa barangkali antara 5-6 sen dolar per KWh. Luar Jawa, contohnya Sumatera lebih mahal lagi dan termahal Sulawesi-Nusa Tenggara," tandasnya.
Sumber : http://www.mediaindonesia.com/