Birokrat yang mampu bekerja dengan cepat, responsif, efisien, dan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan salah satu motor kemajuan Indonesia. Oleh karenanya, saat memberikan kuliah umum bagi ribuan calon pegawai negeri sipil (CPNS) di Istora Senayan, Jakarta, Presiden Joko Widodo menaruh harapan besar akan munculnya birokrat-birokrat muda yang tangguh dan mau bekerja keras.
"Kita harus meyakini bahwa Indonesia akan menjadi negara maju jika memiliki birokrat-birokrat yang tangguh dan mau bekerja keras, jika birokrat-birokrat kita selalu berani melakukan inovasi, dan jika birokrat-birokrat kita selalu mengedepankan kepentingan rakyat, bangsa, serta negara di atas kepentingan yang lain," ujarnya pada Selasa, 27 Maret 2018.
Kepala Negara kemudian mengingatkan, birokrasi pada dasarnya merupakan sebuah wadah untuk melayani segenap kebutuhan masyarakat. Masyarakat sangat berharap agar para birokrat kita mampu memberikan pelayanan publik dengan baik dan cepat, sebagaimana dilansir dalam rilis Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden, Bey Machmudin.
"Masyarakat ingin dilayani cepat. Ingin birokrat kita kerja cepat. Kalau bisa diselesaikan 3 menit, ya selesaikan 3 menit. Mengurus izin sekarang ini masih ada yang berbulan-bulan. Saya mendengar mingguan saja tidak mau apalagi berbulan-bulan," ucapnya.
Ia membeberkan pengalamannya ketika masih menjabat sebagai gubernur dulu. Saat melakukan sidak untuk memeriksa jalannya proses perizinan, ia mengaku sangat jengkel dengan apa yang dilihatnya sendiri.
Bagaimana tidak, proses penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) yang dalam realitasnya hanya memerlukan waktu beberapa menit, harus didapatkan masyarakat dalam waktu berminggu-minggu.
"SIUP itu hanya satu lembar. Saya mendapat kabar bahwa untuk mendapatkan izin SIUP ini perlu waktu dua minggu. Padahal hanya menulis nama perusahaan, nama pemilik, alamat, modal kerja, dan jenis usaha," tuturnya.
Saat sidak itulah dirinya bertanya kepada petugas mengapa butuh waktu hingga berminggu-minggu hanya untuk penerbitan perizinan itu. Ia mendapat jawaban bahwa yang membuat proses perizinan menjadi lama ialah pada pembubuhan tanda tangan yang seharusnya juga bisa dilakukan dengan cepat.
"Saya tanya ke petugas, kenapa harus menunggu dua minggu? Pak, di sini cepat mengerjakannya, tapi ini perlu tanda tangan yang di lantai tiga. Tanda tangan itu kan juga tidak ada satu menit? Harusnya tidak sampai dua minggu. Ternyata yang lama yang di lantai tiga tadi: kepala kantornya," ucapnya.
"Saya jengkel sekali karena keluhan-keluhan itu saya dengar langsung dari dunia usaha, dari masyarakat. Saya naik ke lantai tiga, saya cari kepala kantornya. Untungnya tidak ada," sambungnya yang langsung disambut tawa.
Hal-hal dan kebiasaan seperti itulah yang Presiden Joko Widodo minta untuk dihilangkan dalam birokrasi kita. Saat ini, pemerintah, sebagaimana birokrat, juga dituntut untuk bekerja lebih cepat, responsif, dan lebih efisien.
"Sebagai birokrat saudara-saudara harus mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, harus mengikuti gagasan inovasi yang ada, harus mengikuti dinamika politik dan ekonomi, dan harus mendengar keinginan masyarakat. Kalau masyarakat ingin dilayani cepat jangan sampai saudara-saudara melayaninya dengan lambat," ujar Kepala Negara.
Turut mendampingi Presiden dalam acara ini, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Asman Abnur, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, Menteri PU dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN Sofyan Djalil, Menteri Kesehatan Nila Moeloek, Menteri Sosial Idrus Marham, Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi M Nasir dan Wakil Menteri Luar Negeri AM Fachir. (Humas Kemensetneg)