Sebagai sebuah negara besar, Indonesia sebenarnya dikaruniai dengan kekayaan lahan yang sangat banyak, namun distribusinya kurang merata. Fenomena ini menjadi perhatian tersendiri bagi Presiden Joko Widodo.
"Kita memiliki lahan di 17 ribu pulau yang kita miliki. Tapi memang dalam proses distribusinya ini sering dikeluhkan oleh masyarakat," ujarnya saat membuka acara Rembuk Nasional Pelaksanaan Reforma Agraria dan Perhutanan Sosial untuk Keadilan Sosial dan Global Land Forum 2018 di Istana Negara, pada Kamis, 20 September 2018, sebagaimana dilansir dari siaran pers Deputi Pers, Protokol dan Media Sekretariat Presiden, Bey Machmudin.
Pengelolaan dan distribusi lahan secara tidak berkeadilan tersebut sempat ditanyakan dan ditujukan kepada Presiden Joko Widodo. Namun, sekali lagi ia menegaskan bahwa distribusi tersebut tidak dilakukan olehnya.
"Banyak yang protes kepada saya, 'Pak masa yang dapat yang besar-besar saja?' Saya jawab, yang bagi siapa? Bukan saya yang membagi. Sering saya ditunjuk-tunjuk, ada yang demo," katanya.
Meski demikian, pemerintah berkomitmen untuk melakukan penataan distribusi lahan di Tanah Air melalui kebijakan-kebijakannya. Kebijakan itu meliputi reforma agaria, percepatan penerbitan sertifikat hak atas tanah rakyat, dan perhutanan sosial.
"Ini yang ingin kita betulkan agar yang namanya reforma agraria, pembagian sertifikat, dan perhutanan sosial itu betul-betul bisa berjalan dengan baik sehingga struktur penguasaan lahan di Tanah Air itu betul-betul berkeadilan," kata Presiden.
Khusus penerbitan sertifikat untuk rakyat, dalam dua tahun terakhir pemerintah berupaya mempercepat terbitnya sertifikat bagi jutaan bidang tanah yang belum diakui kepemilikannya. Untuk tahun ini, 7 juta sertifikat bidang tanah ditargetkan untuk dapat terbit dari biasanya yang hanya sekitar 500 ribu sertifikat per tahun.
"Yang jelas kita bekerja harus dengan target-target yang ada. Nyatanya 5 juta bisa, tahun ini 7 juta insyaallah bisa. Kita ini kalau sudah namanya bekerja dengan sistem yang benar, diawasi yang benar, itu bisa. Saya mempercayai itu," kata Presiden.
Sedangkan kebijakan lainnya, yakni perhutanan sosial yang bertujuan untuk melakukan pemerataan ekonomi dan mengurangi ketimpangan ekonomi melalui pengelolaan kawasan hutan secara produktif juga terus dilakukan. Tercatat hingga saat ini pemerintah telah memberikan akses terhadap 1,9 juta hektare lahan kepada masyarakat di sekitar kawasan hutan untuk dikelola secara produktif.
"Sampai hari ini sudah 1,9 juta (hektare) yang kita bagikan. Tahun depan target kurang lebih 3 juta," ungkap Presiden.
Adapun mengenai Peraturan Presiden yang secara khusus mengatur soal reforma agraria, Kepala Negara menyebut bahwa draf aturan tersebut sudah dalam tahap finalisasi, namun belum sampai kepada dirinya.
"Mengenai Perpresnya (reforma agraria) tadi pagi saya cek, sudah mutar tapi belum sampai meja saya. Tadi saya bisiki Pak Menko seminggu lagi harus selesai,” katanya.
Perpres tersebut nantinya akan menjadi dasar bagi pemerintah untuk mempercepat reforma agraria sehingga akses lahan bagi masyarakat Indonesia dapat terlaksana.
Dalam acara tersebut, Presiden Joko Widodo turut menyerahkan sertifikat redistribusi Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) yang diberikan kepada Kabupaten Sanggau, Surat Keputusan Pengakuan Hutan Adat untuk 3 hutan adat, dan Sertifikat Pemberdayaan yang diberikan kepada Bupati Tuban dan Bupati Lombok Utara.
Tampak hadir mendampingi Presiden, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Sofyan Djalil, Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup Siti Nurbaya Bakar, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo, dan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko.(Humas Kemensetneg)
Bagaimana pendapat anda mengenai artikel ini?