DPR meminta agar jawaban Presiden terhadap Penyelesaian Kasus KLBI/BLBI dapat diberikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 1 April 2008, tepatnya tiga hari menjelang masa reses DPR RI dikarenakan DPR merasa Presiden belum memberikan jawaban yang memuaskan. Oleh karena itu sejumlah Pengusul dan Anggota DPR meminta kepada pemerintah agar dalam jawaban nanti lebih baik dari sebelumnya. Ada dua hal yang harus diperhatikan pemerintah. Kedua hal tersebut adalah substansi jawaban dan prosedur dari jawaban Presiden terhadap Penyelesaian Kasus KLBI/BLBI. Hal tersebut diungkapkan oleh Ketua DPR RI Agung Laksono ketika menutup Rapat Paripurna DPR RI dengan agenda Pendapat Pengusul dan Anggota DPR RI terhadap Keterangan Presiden atas Interpelasi DPR RI tentang Penyelesaiaan Kasus Kredit Likuiditas Bank Indonesia dan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (KLBI/BLBI), Selasa (25/3) di Gedung DPR RI.
Substansi jawaban yang dimaksud adalah agar memberikan kepuasan kepada semua pihak, dalam hal ini masyarakat terhadap penyelesaian kasus KLBI dan BLBI. Sedangkan prosedur yang dimaksud oleh Agung adalah agar tidak selalu terulang dalam setiap rapat terjadi kericuhan antara anggota DPR, akibat pemerintah dianggap salah prosedur. Pada Rapat Paripurna DPR RI 12 Februari lalu mengenai Jawaban Presiden terhadap Penyelesaian Kasus Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) dan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang dibacakan oleh Menko Perekonomian Boediono, mendapat protes dari anggota DPR karena pada sampul depan jawaban tertera kop Menko Perekonomian, bukan Presiden. Jawaban tertulis itu juga tidak ditandatangani Presiden, tetapi oleh Menko Perekonomian dan Menteri Keuangan, hingga akhirnya protes itu memicu walk out. “Maka dari itu pemerintah dimohon datang dengan format baru, yakni jawaban ditandatangani oleh Presiden dan ditandatangani oleh Presiden,†tegas Ketua DPR RI.
Desakan DPR tersebut berdasarkan usulan-usulan dari beberapa Pengusul dan Anggota DPR yang memberikan beberapa pernyataannya. Diantaranya Azwar Anas dari F-PKB dia meminta agar Presiden sungguh-sungguh menuntut obligor, khususnya yang tidak kooperatif.
Sedangkan pengusul Hak Interpelasi BLBI dari F-PAN Dradjad Wibowo berharap uang negara yang terkait dengan BLBI dapat segera kembali. Kembalinya uang negara diharapkan dapat digunakan untuk membiayai APBN. Sampai saat ini, negara setiap tahun menanggung beban yang diakibatkan BLBI. “Kami berharap uang negara bisa kembali dan dapat membiayai APBN,†ujarnya.
Selain Presiden yang menjadi sorotan, para Pengusul juga menyoroti para penegak hukum. Menurut Rahman Sagaf dari F-PP, aparat penegak hukum belum menunjukan hasil yang memuaskan dalam penyelesaian kasus BLBI ini. “Penyelesaian masalah BLBI masih terus menggantung dan menjadi beban pemerintahan SBY,†katanya.
Dalam Rapat Paripurna yang dihadiri oleh Menko Perekonomian Boediono, Menkopolhukam Widodo A.S., Mensesneg Hatta Rajasa, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Hukum dan HAM Andi Mattalatta, Jaksa Agung Hendarman Supandji serta Kapolri Jenderal (Pol.) Sutanto ini, para pengusul meminta agar Presiden menuntaskan permasalahan BLBI dengan segera. (REDAKSI)
Substansi jawaban yang dimaksud adalah agar memberikan kepuasan kepada semua pihak, dalam hal ini masyarakat terhadap penyelesaian kasus KLBI dan BLBI. Sedangkan prosedur yang dimaksud oleh Agung adalah agar tidak selalu terulang dalam setiap rapat terjadi kericuhan antara anggota DPR, akibat pemerintah dianggap salah prosedur. Pada Rapat Paripurna DPR RI 12 Februari lalu mengenai Jawaban Presiden terhadap Penyelesaian Kasus Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) dan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang dibacakan oleh Menko Perekonomian Boediono, mendapat protes dari anggota DPR karena pada sampul depan jawaban tertera kop Menko Perekonomian, bukan Presiden. Jawaban tertulis itu juga tidak ditandatangani Presiden, tetapi oleh Menko Perekonomian dan Menteri Keuangan, hingga akhirnya protes itu memicu walk out. “Maka dari itu pemerintah dimohon datang dengan format baru, yakni jawaban ditandatangani oleh Presiden dan ditandatangani oleh Presiden,†tegas Ketua DPR RI.
Desakan DPR tersebut berdasarkan usulan-usulan dari beberapa Pengusul dan Anggota DPR yang memberikan beberapa pernyataannya. Diantaranya Azwar Anas dari F-PKB dia meminta agar Presiden sungguh-sungguh menuntut obligor, khususnya yang tidak kooperatif.
Sedangkan pengusul Hak Interpelasi BLBI dari F-PAN Dradjad Wibowo berharap uang negara yang terkait dengan BLBI dapat segera kembali. Kembalinya uang negara diharapkan dapat digunakan untuk membiayai APBN. Sampai saat ini, negara setiap tahun menanggung beban yang diakibatkan BLBI. “Kami berharap uang negara bisa kembali dan dapat membiayai APBN,†ujarnya.
Selain Presiden yang menjadi sorotan, para Pengusul juga menyoroti para penegak hukum. Menurut Rahman Sagaf dari F-PP, aparat penegak hukum belum menunjukan hasil yang memuaskan dalam penyelesaian kasus BLBI ini. “Penyelesaian masalah BLBI masih terus menggantung dan menjadi beban pemerintahan SBY,†katanya.
Dalam Rapat Paripurna yang dihadiri oleh Menko Perekonomian Boediono, Menkopolhukam Widodo A.S., Mensesneg Hatta Rajasa, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Hukum dan HAM Andi Mattalatta, Jaksa Agung Hendarman Supandji serta Kapolri Jenderal (Pol.) Sutanto ini, para pengusul meminta agar Presiden menuntaskan permasalahan BLBI dengan segera. (REDAKSI)
Bagaimana pendapat anda mengenai artikel ini?