Jakarta -- Menteri Kesehatan Siti Fadillah Supari menjamin Indonesia bisa membuat vaksin flu burung sendiri. Dia tidak mau menyebutkan kapan pembuatannya akan dimulai.
"Bisa, bisa, Indonesia bisa membuat vaksin sendiri," kata dia di sela-sela acara peringatan puncak Hari Kesehatan Sedunia di Lapangan Parkir Timur Senayan kemarin. "Saya tidak perlu lapor kepada Anda. Nanti saja kalau sudah jadi." Hadir dalam acara itu, Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Aburizal Bakrie.
Dalam dua bulan ini, ia menjelaskan, peningkatan jumlah kasus flu burung tidak terlalu besar. Ia menyebutkan dalam satu bulan hanya ada satu kasus flu burung. "Kasusnya menurun, satu bulan satu kasus, jadi dalam dua bulan cuma ada dua kasus," ujarnya.
Peningkatan ini ia bandingkan dengan jumlah kasus flu burung pada 2007. Saat itu, di bulan yang sama, dalam dua bulan bisa terjadi 10 kasus flu burung. Peningkatan kasus flu burung, kata Siti, akibat sikap daerah yang tidak proaktif terhadap upaya pemerintah dalam menangani flu burung. Total angka kematian akibat flu burung di Indonesia tercatat 107 orang dari 132 kasus.
Pada bagian lain, Siti mengungkapkan nyamuk menjadi spesies utama pembawa penyakit dalam perubahan iklim yang disebabkan pemanasan global. Karena itu, masyarakat harus melindungi sumber air dan menghemat pemakaian air.
"Biasanya penyakit yang dibawa oleh nyamuk itu menjadi semakin banyak dengan terjadinya perubahan iklim seperti sekarang," katanya. Penyakit yang paling banyak menyebar adalah demam berdarah dengue (DBD), malaria, dan chikungunya.
Akibat pemanasan global, Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan I Nyoman Kandun menambahkan, siklus inkubasi ekstrinsik virus penyebab DBD di tubuh nyamuk Aedes aegypti menjadi lebih pendek. Akibatnya, kasus demam berdarah lebih mudah meningkat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Akibat pemanasan global, suhu di udara naik sekitar 0,5-1 derajat Celsius. Perubahan suhu itu sangat berpengaruh terhadap siklus hidup virus (bionomik) demam berdarah. Akibatnya, siklus inkubasi virus itu menjadi lebih pendek.
Menurut Kandun, secara kumulatif ada sekitar 30 ribu kasus DBD di Indonesia selama Januari sampai April 2008. Dari 30 ribu kasus itu, kematian yang terjadi adalah 1 hingga 1,3 persen selama setahun. Ia mengakui pemerintah kesulitan menekan jumlah kasus DBD, meski dapat menghambat laju tingkat kematian.
"Bisa, bisa, Indonesia bisa membuat vaksin sendiri," kata dia di sela-sela acara peringatan puncak Hari Kesehatan Sedunia di Lapangan Parkir Timur Senayan kemarin. "Saya tidak perlu lapor kepada Anda. Nanti saja kalau sudah jadi." Hadir dalam acara itu, Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Aburizal Bakrie.
Dalam dua bulan ini, ia menjelaskan, peningkatan jumlah kasus flu burung tidak terlalu besar. Ia menyebutkan dalam satu bulan hanya ada satu kasus flu burung. "Kasusnya menurun, satu bulan satu kasus, jadi dalam dua bulan cuma ada dua kasus," ujarnya.
Peningkatan ini ia bandingkan dengan jumlah kasus flu burung pada 2007. Saat itu, di bulan yang sama, dalam dua bulan bisa terjadi 10 kasus flu burung. Peningkatan kasus flu burung, kata Siti, akibat sikap daerah yang tidak proaktif terhadap upaya pemerintah dalam menangani flu burung. Total angka kematian akibat flu burung di Indonesia tercatat 107 orang dari 132 kasus.
Pada bagian lain, Siti mengungkapkan nyamuk menjadi spesies utama pembawa penyakit dalam perubahan iklim yang disebabkan pemanasan global. Karena itu, masyarakat harus melindungi sumber air dan menghemat pemakaian air.
"Biasanya penyakit yang dibawa oleh nyamuk itu menjadi semakin banyak dengan terjadinya perubahan iklim seperti sekarang," katanya. Penyakit yang paling banyak menyebar adalah demam berdarah dengue (DBD), malaria, dan chikungunya.
Akibat pemanasan global, Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan I Nyoman Kandun menambahkan, siklus inkubasi ekstrinsik virus penyebab DBD di tubuh nyamuk Aedes aegypti menjadi lebih pendek. Akibatnya, kasus demam berdarah lebih mudah meningkat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Akibat pemanasan global, suhu di udara naik sekitar 0,5-1 derajat Celsius. Perubahan suhu itu sangat berpengaruh terhadap siklus hidup virus (bionomik) demam berdarah. Akibatnya, siklus inkubasi virus itu menjadi lebih pendek.
Menurut Kandun, secara kumulatif ada sekitar 30 ribu kasus DBD di Indonesia selama Januari sampai April 2008. Dari 30 ribu kasus itu, kematian yang terjadi adalah 1 hingga 1,3 persen selama setahun. Ia mengakui pemerintah kesulitan menekan jumlah kasus DBD, meski dapat menghambat laju tingkat kematian.
Â
Â
Â
Â
Â
Sumber:
http://www.korantempo.com/korantempo/2008/04/14/Nasional/krn,20080414,4.id.html
http://www.korantempo.com/korantempo/2008/04/14/Nasional/krn,20080414,4.id.html
Bagaimana pendapat anda mengenai artikel ini?