“Selama ini dalam upaya menyelesaikan konflik di Darfur, memang ada penggelaran pasukan yang disiapkan oleh Uni Afrika atau negara-negara Afrika secara kolektif. Menggelar pasukan perdamaian di sana, tapi kelemahannya adalah bahwa Afrika tidak cukup memiliki dukungan logistik manajemen dan dana. Karena itu Dewan Keamanan mengusulkan apa yang disebut operasi gabungan, hybrid operation dengan harapan, kemampuan pasukan perdamaian di Darfur memadai dalam rangka memulihkan situasi disana. Tetapi dalam resolusi yang disahkan Dewan Keamanan beberapa minggu lalu. Prioritas diberikan kepada Afrika, dalam hal pasukan dari Afrika tidak cukup memadai jumlahnya, maka PBB meminta negara-negara termasuk Indonesia untuk ancang-ancang menyiapkan pasukan ke Darfur,� kata Menlu.
“Kita memang didekati oleh PBB untuk pertama mengirimkan civillian police dari Polri, bahkan pendekatan pendahuluan sudah ada dan Polri sudah mengirim 6 perwira untuk mencermati perkembangan situasi di lapangan untuk observasi. Berdasarkan laporan dari tim ini, pembicaraan lebih lanjut dengan markas besar PBB baru akan dipastikan penggelarannya. Ancar-ancar sekitar 150 personil civilian polices, yang berkaitan dengan tentara kita juga dijajaki apakah Indonesia bersedia untuk memenuhi kebutuhan, dan dari kita diharapkan sekitar 1000 personil yang merupakan kombinasi dari unit – unit yang berbeda," lanjut Menlu.
“Saya katakan ancang-ancang karena nampaknya dengan dukungan logistik dan dana dari PBB, jumlah pasukan dari Afrika cukup banyak. Dengan kata lain, bisa jadi pasukan dari negara-negara di luar Afrika tidak diperlukan. Kita siap saja, karena tidak kurang Sudan sendiri sudah sangat mengharapkan kalau Indonesia bisa kontribusi," tambahnya.
Kebutuhannya pasukan di Darfur, dikatakan Menlu, sekitar 20.000 personil. “Karena itu nampaknya Afrika bisa memenuhi. Afrika memang organisasi sub regionalnya itu seperti bagian selatan ada 14 negara, punya alokasi mengerahkan satu brigade pasukan barat juga begitu, serta Afrika bagian timur. Jadi dalam hal ada malapetaka, keperluan penggelaran pasukan cukup mampu. Kelemahannya memang di logistik dan dana. Karena itu ketika dana ini dijamin pengadaannya oleh PBB, nampaknya mereka mampu,� kata Menlu.
Menlu menjelaskan bahwa yang meminta Indonesia ancang-ancang itu dari PBB karena ada unit pasukan perdamaian, termasuk jumlah angka yang dibutuhkan. Mengenai pemilihan civilian police, dikatakan Menlu bahwa pilihan itu lebih realistis sekarang ini untuk di Darfur. Mengenai waktu pastinya, Menlu mengatakan lebih cepat lebih baik. “Prinsipnya, karena konfliknya sudah lama, lebih cepat lebih baik, tapi kita harus hati-hati jangan cepat-cepat berkesimpulan kita akan mengirim. Prinsipnya kita sedia, tapi apakah diperlukan,� katanya.
Sebelumnya, Menlu mengikuti rapat terbatas dengan Presiden SBY membahas mengenai Afrika. “Rapat tadi lebih bicara tentang Afrika lebih luas. Memberikan lebih banyak informasi kepada Presiden untuk partisipasi beliau pada Sidang Dewan Keamanan tanggal 25 September mendatang, yang dilangsungkan pada tingkat kepala negara, yang kali ini dipimpin oleh Perancis. Karena itu Presiden Perancis Nicolas Sarkozy akan memimpin sidang dengan tema proverty and conflict situation di Afrika. Kita juga tidak hanya bicara tentang Darfur, tetapi juga peta politik dan ekonomi dan masalah-masalah Afrika. Di New York tentunya sesuai tema mengenai kemiskinan dan situasi konflik, kita akan bicara tentang conflict resolution, peace keeping, peace building, kerjasama ekonomi dan juga kerjasama teknik yang banyak negara termasuk Indonesia bisa membantu.
� jelas Menlu.
Presiden SBY juga menerima kunjungan Menteri Muda Luar Negeri Perancis Rama Yade, di Kantor Presiden. Menurut Menlu yang turut mendampingi Presiden SBY dalam pertemuan itu, Menteri Muda Luar Negeri Perancis, datang sebagai utusan Presiden Nicolas Sarkozy untuk menyampaikan pesan tertulis Presiden Perancis tersebut kepada presiden SBY, yang esensinya adalah menyampaikan kemauan politik Perancis mengembangkan hubungan lebih baik dengan Indonesia, memperhatikan Indonesia sebagai negara demokrasi negara mayoritas muslim terbesar di dunia, dan peran Indonesia di kawasan. “Tentunya semula diharapkan kalau Presiden berkunjung ke Perancis hal itu bisa dibicarakan langsung. Tapi Presiden tadi juga menitipkan agar ketika minggu depan Presiden Sarkozy dan PresidenSBY sama-sama menghadiri Sidang Umum Majelis PBB dan Sidang Dewan Keamanan, minta diatur pertemuan bilateral. Jadi dengan kata lain kedua pihak akan bicarakan hal – hal apa saja yang dilakukan untuk meningkatkan hubungan kedua negara. Mereka sangat antusias, “ kata Menlu.
Sumber:
http://www.presidensby.info/index.php/fokus/2007/09/20/2257.html