Ini Rincian Asumsi Dasar Ekonomi Makro 2019

 
bagikan berita ke :

Sabtu, 18 Agustus 2018
Di baca 1309 kali

Keterangan Pemerintah atas RUU APBN 2019

Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk tahun anggaran 2019 telah disusun pemerintah untuk mendukung investasi dan daya saing melalui pembangunan sumber daya manusia. Guna mewujudkan hal itu, pemerintah akan berpedoman pada tiga kebijakan utama, yakni mobilisasi pendapatan yang realistis dengan tetap menjaga iklim investasi, peningkatan kualitas belanja agar lebih produktif dan efektif melalui kebijakan value for money untuk mendukung program prioritas, serta mendorong efisiensi dan inovasi pembiayaan.

Presiden Joko Widodo, saat menyampaikan keterangan pemerintah atas RUU APBN tahun anggaran 2019 di hadapan Rapat Paripurna DPR, Kamis, 16 Agustus 2018, menjelaskan bahwa dengan asumsi dasar ekonomi makro tahun 2019, pendapatan negara diperkirakan mencapai Rp2.142,5 triliun. Dari jumlah tersebut Rp1.781,0 triliun diperkirakan diterima dari sektor perpajakan, sebesar Rp361,1 triliun adalah Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), dan Rp0,4 triliun yang berasal dari hibah. Sementara untuk belanja negara, pemerintah merancang pembelanjaan negara hingga mencapai Rp2.439,7 triliun atau sekitar 15 persen dari Produk Domestik Bruto Indonesia.

"Pada tahun 2019, kita secara konsisten tetap berupaya untuk menggali sumber pendapatan secara realistis dan berkeadilan, menjaga iklim investasi, melakukan konservasi lingkungan, dan melakukan perbaikan kualitas pelayanan publik," ujar Presiden, sebagaimana dilansir dari siaran pers Deputi Bidang Pers, Protokol dan Media Sekretariat Presiden, Bey Machmudin.

Dari rancangan yang disampaikan tersebut, perekonomian pada tahun 2019 mendatang diasumsikan akan tumbuh pada kisaran 5,3 persen dengan berupaya untuk mendorong pertumbuhan yang semakin adil dan merata serta memperkecil kesenjangan di setiap daerah. Sementara mengenai inflasi, Presiden menyampaikan bahwa pemerintah akan berupaya mengendalikan inflasi pada rentang 3,5 persen.

"Pengendalian inflasi dilakukan dengan menjaga ketersediaan pasokan barang dan jasa, khususnya pangan, melalui peningkatan kapasitas produksi nasional dan efisiensi di sepanjang rantai pasokan. Di sisi lain, daya beli masyarakat terus dijaga dengan berbagai program perlindungan sosial, terutama untuk masyarakat miskin dan berpenghasilan rendah," kata Presiden.

Di saat yang sama, pemerintah menyadari bahwa di tahun 2019 masih banyak faktor yang akan menjadi tantangan dalam menjaga stabilitas dan pergerakan nilai tukar Rupiah, baik dari faktor dinamika ekonomi negara maju, termasuk normalisasi kebijakan moneter di Amerika Serikat dan Eropa, serta perkembangan ekonomi Tiongkok. Melihat dinamika itu, nilai tukar rupiah tahun 2019 diperkirakan akan berada di kisaran Rp14.400 per dolar AS.

Selain nilai tukar, pemerintah juga memperkirakan rata-rata suku bunga Surat Perbendaharaan Negara (SPN) 3 bulan tahun 2019 berada di kisaran 5,3 persen. Kisaran tersebut diharapkan dapat tercapai melalui upaya mitigasi tekanan ekonomi global yang turut dirasakan banyak negara.

"Kebijakan perdagangan serta kenaikan suku bunga di Amerika Serikat berpengaruh terhadap kondisi keuangan di pasar domestik, termasuk pergerakan suku bunga Surat Perbendaharaan Negara (SPN) 3 bulan. Namun, dengan didukung oleh perbaikan kinerja perekonomian nasional dan terjaganya laju inflasi, tekanan dari ekonomi global diharapkan dapat dimitigasi," tutur Presiden.

Kemudian untuk asumsi harga minyak mentah Indonesia pemerintah memperkirakan di tahun 2019 akan berada pada kisaran 70 dolar AS per barel. Sementara lifting minyak bumi diprediksi mencapai 0,75 juta barel per hari dan lifting gas bumi sekitar 1,25 juta barel setara minyak per hari.

Pokok Kebijakan Fiskal

Secara umum, pada tahun 2019 mendatang, pemerintah akan tetap menempuh kebijakan fiskal yang ekspansif namun tetap terukur untuk mendorong ekonomi yang berkelanjutan dan berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Presiden mengatakan, kebijakan fiskal ekspansif dijalankan secara proporsional dan kehati-hatian untuk menjaga kesinambungan fiskal ke depan.

"Hal ini ditunjukkan dengan defisit APBN yang semakin kecil dari 2,59 persen terhadap PDB pada tahun 2015 menjadi sekitar 2,12 persen pada tahun 2018 dan pada tahun 2019 akan diturunkan menjadi 1,84 persen," kata Presiden.

Perbaikan kebijakan fiskal juga ditunjukkan dengan defisit keseimbangan primer yang pada tahun 2015 mencapai Rp142,5 triliun, turun menjadi hanya Rp64,8 triliun pada tahun 2018, dan terus diarahkan lebih rendah lagi menuju defisit Rp21,7 triliun pada tahun 2019. Dengan arah kebijakan fiskal itu, pemerintah berharap dapat mencapai kondisi keseimbangan primer yang seimbang atau surplus dalam waktu dekat.

Selain menurunkan defisit anggaran, pemerintah juga akan melakukan pengurangan pembiayaan anggaran dalam tahun 2019 sebesar 5,4 persen untuk mengendalikan tambahan utang. Langkah ini juga dilakukan pada tahun anggaran berjalan dengan mengurangi pembiayaan sekitar 14,3 persen.

"Pada tahun-tahun sebelumnya, kita masih mengalami kenaikan pembiayaan akibat ekspansi fiskal untuk stabilisasi dan memperkecil dampak merosotnya harga komoditas pada waktu itu," kata Presiden.

Dengan defisit APBN serta defisit keseimbangan primer yang semakin kecil, peningkatan pendapatan yang realistis, belanja negara yang semakin berkualitas dan tepat sasaran, serta pembiayaan yang prudent dan produktif, maka APBN diharapkan akan semakin sehat, adil, dan mandiri.(Humas Kemensetneg)

Bagaimana pendapat anda mengenai artikel ini?
0           0           0           0           0