“Dalam deregulasi itu bukan menghilangkan peraturan tersebut, tetapi kami akan memperbaiki cara-cara pengendaliannya untuk mengawasi agar lebih efisien sehingga tidak akan mempersulit pelaku usaha seperti dalam proses izin ekspor dan impor,†kata Sekjen pada acara Focus Group Discussion (FGD) dengan Forum Wartawan Industri (Forwin) tentang Kondisi Terkini dan Kebijakan Sektor Industri tentang di Yogyakarta, Rabu (16/9). Pada kesempatan tersebut, FGD dihadiri Kapuskom Kemenperin Hartono dan Kepala Biro Perencanaan Kemenperin Sanwani Mahmud.
Mengenai deregulasi PP Kawasan Industri, Syarif menyampaikan, langkah perbaikan yang akan dilakukan adalah memisahkan substansi terkait kawasan industri dari RPP Sarana dan Prasarana Industri menjadi RPP tersendiri. Setelah itu, dilakukan percepatan pelaksanaan harmonisasi di Kementerian Hukum & HAM. “Rencana aksi yang akan kami lakukan adalah sosialisasi dan implementasi peraturan baru tersebut, yang diharapkan dengan terbitnya PP terkait Kawasan Industri akan mempermudah pelaksanaan pembangunan Kawasan Industri,†tuturnya seraya mengatakan penanggung jawab deregulasi PP Kawasan Industri adalah Dirjen Pengembangan Perwilayahan Industri.
Sedangkan deregulasi 14 Permenperin dilakukan untuk meningkatkan efisiensi industri serta menghilangkan beban impor sehingga tersedianya barang terjamin dan menjadi lebih murah. “Penyusunan revisi Permenperin tersebut akan menjadi tanggung jawab Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI),†ujar Syarif Hidayat.
Sekjen Kemenperin mengharapkan dengan adanya deregulasi dimaksud mampu mendorong daya saing industri nasional, di tengah melemahnya perekonomian dunia. “Kemenperin juga telah menyiapkan berbagai langkah untuk mendukung pelaksanaan deregulasi, antara lain merasionalisasi peraturan dengan menghilangkan duplikasi/redundansi/irrelevant regulations, melakukan keselarasan antar peraturan, dan melakukan konsistensi peraturan,†paparnya.
Pada triwulan II tahun 2015, industri non migas mampu tumbuh mencapai 5,27% atau mengalami peningkatan dibandingkan triwulan I tahun 2015 sebesar 5,21% dan lebih besar dari pertumbuhan ekonomi tahun 2014 sebesar 4,67%.
“Kontribusi terbesar pada pembentukan PDB nasional triwulan II tahun 2015 diberikan oleh sektor Industri Pengolahan sebesar 20.91%, dimana Industri non migas memberikan kontribusi sebesar 18.17% terhadap PDB sedangkan terhadap Industri Pengolahan sebesar 86,81%,†tutur Syarif.
Sementara itu, cabang-cabang industri yang mengalami pertumbuhan tertinggi pada triwulan II tahun 2015 antara lain: Industri Barang Logam, Komputer, Barang Elektronik, Optik, dan Peralatan Listrik sebesar 8,91%; Industri Makanan dan Minuman sebesar 8,46%; Industri Kimia, Farmasi dan Obat Tradisional sebesar 7,78%, Industri Logam Dasar sebesar 7,54%; Industri Furnitur sebesar 6,55%, serta Industri Barang Galian bukan Logam sebesar 6,18%.
Selanjutnya, nilai
investasi PMDN sektor industri triwulan II pada tahun 2015 sebesar Rp25,56
triliun atau tumbuh sebesar 111,83% dibanding triwulan II tahun 2014 sebesar Rp12,06 triliun. Sedangkan nilai investasi PMA sektor industri pada triwulan II
tahun 2015 mencapai USD2,51 miliar. Total nilai investasi yang masuk pada
triwulan II pada tahun 2015 sebesar USD5,07 miliar. (Humas Kemensetneg)