Kepentingan Politik Masih Dominasi Pembentukan Perda

 
bagikan berita ke :

Selasa, 10 Mei 2016
Di baca 1642 kali

"Pada era otonomi daerah banyak perda yang harus diklarifikasi atau dibatalkan karena bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum, dan kesusilaan," kata Djohermansyah dalam Focus Group Disccusion (FGD) bertajuk "Deregulasi Perda Bermasalah Dalam Rangka Percepatan Pembangunan Ekonomi Daerah" di Gedung III Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, Selasa (10/5).

 

Presiden Institut Otonomi Daerah itu mengatakan kekuasaan daerah yang besar dan semangat otonomi daerah yang kuat juga menjadi salah satu sebab perda bermasalah.

 

Sejalan dengan Djohermansyah, Peneliti Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah, Yudha Prawira sepakat bahwa pada era otonomi daerah masih muncul permasalahan terkait regulasi, terutama perda.

 

"Regulasi pusat masih belum optimal memberikan kepastian hukum, serta monitoring dan pengawasan pemerintah pusat atas perda-perda bermasalah masih belum maksimal," katanya.

 

Bila dilihat dari daerah, Yudha menilai perda bermasalah juga terjadi karena ada kesalahpahaman pemerintah daerah dalam menafsirkan regulasi nasional, kapasitas penilaian legislatif, dan penyusunan hukum.

 

"Selain itu juga, belum optimalnya diseminasi dan pemahaman Pemerintah Daerah akan perubahan di tingkat nasional," tambah Yudha.

 

Untuk mengurangi jumlah perda yang bermasalah tampaknya memerlukan manajemen satu atap di pusat dan provinsi untuk setiap jenjang proses produk hukum daerah.

 

"Hal ini diperlukan karena kecepatan, akurasi, legitimasi, dan transparansi menjadi taruhan akibat sistem peraturan yang semakin kompleks dari undang-undang baru," jelas Guru Besar Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Indonesia, Prof. Dr. Irfan Ridwan Maksum, M.Si.

 

Kemendagri Targetkan 3.000 Perda Bermasalah Selesai Akhir Juni

 

Sementara itu, Direktur Produk Hukum Daerah Kementerian Dalam Negeri Dr. Kurniasih mengatakan sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo, ada 3.000 perda yang akan dibatalkan karena dianggap bermasalah. Adapun klasifikasi perda dan peraturan kepala daerah yang dibatalkan antara lain karena menghambat investasi, ada unsur diskriminatif, dan lain-lain.

 

"Perda bermasalah yang akan dibatalkan yang ditargetkan pada akhir Juni ini diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah," ucap Kurniasih.

 

Karena itu, Djoehermasyah mengatakan yang menjadi prioritas ke depan adalah jangan ada lagi desentralisasi yang terlalu tebal aspek politiknya, tetapi aspek fiskal untuk mendorong percepatan pembangunan ekonomi.

 

"Perda apa pun asalkan transparan dan tanpa embel-embel apa pun, maka otonomi daerah akan berhasil. Pada era otonomi daerah pemberian kekuasan memang sangat luar biasa, tetapi kalau lepas kendali akan berbahaya," ujar Bupati Kabupaten Batang Yoyok Riyo Sudibyo.

 

Dalam menyusun perda untuk mendukung pembangunan daerah, yang harus diperhatikan bukan hanya kerangka anggaran, melainkan harus melihat juga dari kerangka regulasi dan kerangka kelembagaan.

 

"Itu yang perlu diperhatian karena selama ini yang disentuh hanya kerangka anggaran, sementara kerangka regulasi dan kerangka kelembagaan dilupakan," tutur Direktur Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (KemenPPN/Bappenas) Ir. Aryawarman Soetiarso Poetro, M.Si.

 

FGD itu juga dihadiri oleh Deputi Bidang Hubungan Kelembagaan dan Kemasyarakatan, Prof. Dadan Wildan, M.Hum sebagai moderator dan Asisten Deputi Hubungan Lembaga Negara dan Daerah, Ir. Indra Iskandar, M.Si serta pejabat dan pegawai dari kementerian terkait. (Humas Kemensetneg)

 

Bagaimana pendapat anda mengenai artikel ini?
0           0           0           0           0