Keterangan Pemerintah tentang Kebijakan Pembangunan Daerah di Depan Sidang Paripurna DPD-RI
KETERANGAN PEMERINTAH
TENTANG
KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DAERAH
DI DEPAN SIDANG PARIPURNA
DEWAN PERWAKILAN DAERAH
REPUBLIK INDONESIA
          ÂÂ
Jakarta, 23 Agustus 2007
Bismillahirrahmanirrahim,
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Salam sejahtera untuk kita semua,
Yang saya hormati, Saudara Ketua, para Wakil Ketua dan para Anggota Dewan Perwakilan Daerah,
Yang saya hormati, Saudara Ketua, para Wakil Ketua dan para Anggota Lembaga-lembaga Negara,
Yang Mulia Para Duta Besar dan Pimpinan Perwakilan Badan-Badan dan Organisasi Internasional,
Para Gubernur, Bupati, dan Walikota, serta Para Ketua DPRD Provinsi, Kabupaten dan Kota,
Saudara-saudara se-Bangsa dan se-Tanah Air,
Hadirin yang saya muliakan,
Marilah kita bersama-sama, sekali lagi, memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, karena hanya atas rahmat dan karunia-Nya, kita dapat menghadiri Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia. Saya ingin menggunakan kesempatan yang membahagiakan dan insya Allah penuh berkah ini, untuk menyampaikan ucapan terima kasih kepada Dewan, yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk menyampaikan Keterangan Pemerintah, mengenai arah dan kebijakan pembangunan nasional dan daerah, dan masalah-masalah kebangsaan yang penting bagi kita semua. Saya juga akan menyampaikan secara ringkas, kebijakan fiskal pemerintah yang tertuang dalam RAPBN-2008 beserta Nota Keuangan, terutama dikaitkan dengan pembangunan dan peranan daerah dalam mencapai cita-cita nasional.
Forum ini juga merupakan forum yang baik bagi kita ~ jajaran Pemerintah Pusat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, dan para Pemimpin Pemerintah Daerah, untuk lebih memperkokoh tanggung jawab dan kesadaran kita bersama, akan amanah dan tugas untuk memajukan kehidupan rakyat di negeri kita. Kita berkumpul di tempat ini, untuk bersama-sama memperbaiki nasib dan masa depan rakyat dan untuk meningkatkan pembangunan di seluruh tanah air, agar semakin adil dan merata. Kita sering mendengar berbagai aspirasi dan tuntutan untuk mamajukan kehidupan rakyat kita baik di ruang-ruang seminar, di acara-acara talk show televisi, maupun di berbagai aksi unjuk rasa. Tetapi, sudah barang tentu jawabannya ada pada kita, untuk bisa merespons dan menuangkan semuanya itu dalam program-program nyata, yang kemudian dilaksanakan secara sungguh-sungguh agar mencapai hasil yang sebaik-baiknya. Jawabannya juga ada pada peran dan kepemimpinan kita semua, terutama kepemimpinan para Kepala Daerah, yang lebih langsung memimpin daerahnya masing-masing, lebih dekat dengan realitas dan persoalan yang dihadapi masyarakat, dan lebih dapat menyusun program-program yang tepat dan realistik.
Saudara-saudara se-Bangsa dan se-Tanah air,
Hadirin yang saya muliakan,
Pada tanggal 16 Agustus yang lalu, saya telah menyampaikan Pidato Kenegaraan serta Keterangan Pemerintah atas RAPBN Tahun 2008 beserta Nota Keuangannya, di depan Rapat Paripurna DPR RI. Dalam kaitan ini saya mempersilahkan segenap anggota DPD untuk dapat mempelajari dengan seksama RAPBN 2008 itu, untuk selanjutnya memberikan pertimbangan kepada DPR sebagaimana diatur dalam UUD 1945 pasal 22 D ayat 2.ÂÂ
Masih dalam suasana memperingati Kemerdekaan Negara kita yang ke 62, saya kembali mengajak seluruh rakyat Indonesia dimana saja berada, untuk memaknai kemerdekaan dengan bersama-sama membangun bangsa dan negara, mencapai cita-cita Kemerdekaan yang telah diamanatkan oleh para Pendiri Bangsa kita. Kita patut bersyukur ke hadirat Allah SWT, atas berkat rahmat-Nya, serta perjuangan, ketabahan, dan keuletan kita sebagai bangsa, kita bersama dapat melalui berbagai gejolak dan badai krisis yang menerpa negara kita selama ini. Indonesia masih berdiri dan bersatu dari Sabang sampai Merauke; dari Miangas sampai Pulau Rote. Kita juga tetap berpegang kokoh pada empat pilar yang merupakan nilai dan konsensus dasar tegaknya Republik Indonesia, dan sekaligus menjadi kerangka dasar kehidupan bernegara, yaitu Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan Bhinneka Tunggal Ika.
Perlu saya ingatkan, bahwa di tengah-tengah keragaman bangsa kita yang majemuk, seloka Bhinneka Tunggal Ika harus terus kita aktualisasikan, sebagai keniscayaan kehidupan bangsa yang beragam suku, agama, bahasa, dan budaya. Kita harus tetap bersatu, bertekad bulat, dan mengukuhkan persatuan dan kesatuan bangsa. Pancasila sebagai dasar negara kita, dan Pembukaan UUD 1945 yang merupakan ruh dan jiwa dari konstitusi kita, dan yang memuat cita-cita, tujuan nasional, dan dasar negara, harus kita pegang teguh dan kita pertahankan.
Kedaulatan dan keutuhan negara merupakan kepentingan nasional yang tidak dapat dikompromikan. Kita telah melangkah secara arif dan cerdas, dimana aspirasi daerah untuk mendapatkan keadilan, pemerataan pembangunan, serta wewenang yang lebih luas untuk mengatur daerahnya sendiri, telah kita tanggapi secara positif dengan menerapkan sistem desentralisasi dan otonomi daerah, termasuk otonomi yang luas untuk Provinsi Papua, Papua Barat, dan Aceh. Kita semua, utamanya para pemimpin di daerah harus benar-benar dapat melaksanakan desentralisasi dan otonomi daerah, untuk lebih memacu pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kesejahteraan, dan memeratakan pembangunan secara adil, dalam ikatan kebangsaan yang kokoh. Kita harus mencegah, agar desentralisasi dan otonomi daerah tidak justru mempersempit wawasan kebangsaan dan melemahkan semangat persatuan kita.
Pemerintahan hasil Pemilihan Umum 2004 telah berlangsung hampir tiga tahun. Sejak awal, saya telah menetapkan Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJM) 2004-2009. Dalam RPJM Nasional, tercantum tiga agenda pembangunan nasional kita, yaitu agenda menciptakan Indonesia yang aman dan damai; agenda menciptakan Indonesia yang adil dan demokratis; dan agenda meningkatkan kesejahteraan rakyat. Marilah kita pastikan bahwa agenda nasional itu benar-benar dapat diwujudkan di seluruh daerah, melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).
Saudara-saudara se-Bangsa dan se-Tanah air,
Hadirin yang saya muliakan,
Kita patut bersyukur, beberapa tahun terakhir ini reformasi, demokratisasi, dan pembangunan kembali ekonomi kita pasca krisis, telah menunjukkan berbagai capaian dan kemajuan. Meskipun, secara jujur harus kita akui, masih banyak pula sasaran-sasaran yang belum sepenuhnya dapat kita capai, seperti penurunan pengangguran dan kemiskinan yang lebih cepat. Hal ini di samping disebabkan oleh besaran dan kompleksitas permasalahan pengangguran dan kemiskinan itu, juga, sebagaimana yang dialami oleh negara-negara lain, dalam menanggulangi masalah pengangguran dan kemiskinan selalu diperlukan waktu yang tidak sebentar untuk mengatasinya. Namun, saya mengajak seluruh penyelenggara negara, terutama jajaran pemerintah, termasuk para Gubernur, Bupati dan Walikota, jangan hal itu menjadi alasan (excuse) dalam menjalankan tugas kita. Justru, menyadari beratnya tantangan ini, marilah kita lebih bersemangat dan bekerja lebih keras lagi untuk menganggulangi masalah-masalah itu, dalam upaya peningkatan kesejahteraan rakyat secara keseluruhan.
Keadaan dalam negeri, baik menyangkut stabilitas politik, penegakan hukum, pemeliharaan keamanan, kehidupan demokrasi, dan juga pembagunan daerah yang bertumpu pada desentralisasi dan otonomi daerah, berada dalam kondisi yang makin baik. Tentu saja, selalu ada riak-riak dalam kehidupan sebuah bangsa yang demokratis, tetapi semuanya dapat kita kelola, sehingga tidak menimbulkan goncangan yang mengganggu stabilitas nasional kita. Kita ketahui bersama, stabilitas adalah prasyarat penting bagi berlangsungnya kehidupan rakyat yang tenteram, dan bagi suksesnya upaya pembangunan secara keseluruhan.
Suasana seperti ini juga semakin dirasakan oleh masyarakat kita di seluruh tanah air. Kita menyambut baik dinamika dan kebangkitan masyarakat di daerah untuk dapat membangun daerahnya lebih baik lagi, untuk mendayagunakan potensi dan sumberdaya yang dimiliki, dan untuk menggunakan wewenang yang lebih luas dalam sistem desentralisasi dan otonomi daerah. Memang ada, sejumlah persoalan yang dihadapi oleh daerah-daerah tertentu, seperti di Aceh, Papua dan Papua Barat, serta daerah perbatasan dan terpencil, perlu mendapatkan atensi dan penanganan yang sungguh-sungguh.
Reintegrasi pasca konflik yang kita laksanakan di Aceh telah berlangsung secara damai dan berkelanjutan. Upaya untuk membangun rasa saling percaya (trust building) juga terus kita laksanakan. Saya mengajak semua pihak, terutama pemerintahan di Aceh sendiri untuk terus mengawal, mengamankan dan menyukseskan proses reintegrasi ini, seiring dengan upaya membangun kembali Aceh pasca tsunami, menuju masyarakat yang lebih baik dan sejahtera.
Untuk melaksanakan percepatan pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan Masyarakat Papua dan Papua Barat, Pemerintah telah mengeluarkan Inpres Nomor 5 Tahun 2007 tentang Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat, dengan tujuan untuk memantapkan ketahanan pangan dan pemberdayaan ekonomi masyarakat, meningkatkan pelayanan pendidikan dan kesehatan, meningkatkan infrastruktur dasar, serta pelaksanaan kebijakan khusus bagi putra-putri Papua. Saya mendorong jajaran Pemerintah Daerah untuk memimpin upaya percepatan pembangunan ini, dengan mengambil insiatif untuk mendayagunakan potensi daerah, menggerakkan masyarakat, dan memimpin paling depan dalam upaya penyuksesan program ini.
Demikian pula, pembangunan wilayah perbatasan memiliki keterkaitan dengan upaya menjamin keutuhan dan kedaulatan wilayah, pertahanan keamanan nasional, serta meningkatkan kesejahteraan rakyat di wilayah itu. Dalam RPJM 2004 – 2009, Pemerintah telah mengubah paradigma pengembangan wilayah-wilayah perbatasan, dengan menjadikan perbatasan sebagai halaman depan negara. Hal ini dimaksudkan agar wilayah perbatasan menjadi pintu gerbang yang strategis untuk berhubungan dengan negara tetangga, terutama perbatasan darat. Kita tidak boleh membiarkan adanya disparitas yang tinggi di daerah perbatasan, terutama dari sisi kesejahteraan masyarakatnya. Sudah saatnya kita memberikan perhatian yang tinggi dalam membangun wilayah perbatasan, dengan pendekatan pembangunan ekonomi berbasis keunggulan lokal.
Dalam upaya meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat di wilayah perbatasan, alokasi anggaran yang diarahkan ke wilayah perbatasan terus ditingkatkan setiap tahunnya. Upaya untuk meningkatnya kuantitas dan kualitas pelayanan pendidikan dan kesehatan ini disesuaikan dengan kondisi dan karakteristik di perbatasan, seperti pemberian insentif bagi guru dan dokter di daerah terisolasi termasuk perbatasan, dan penyediaan puskesmas terapung bagi daerah perairan. Dalam pelayanan aksesibilitas transportasi, antara lain telah dilakukan pembangunan jalan baru di kawasan perbatasan dan daerah terisolasi, pengadaan bus perintis, rehabilitasi kapal penyeberangan perintis, pembangunan kapal penyeberangan perintis baru serta pengoperasiannya, dan pemberian subsidi operasi perintis penerbangan.
Sebagaimana yang pernah saya sampaikan di Entikong, Sanggau, perbatasan darat Indonesia – Malaysia, pada tahun 2005, dan di P. Natuna, salah satu pulau terdepan kita di Laut Cina Selatan pada tahun 2006, dalam membangun pulau terdepan atau daerah perbatasan mesti kita lakukan 2 (dua) pendekatan yang terpadu, yaitu pendekatan kedaulatan dan keamanan (security approach), dan pendekatan pembangunan lokal dan kesejahteraan (prosperity approach). Dalam kaitan ini, Pemerintah Pusat memiliki tanggung jawab dan kewenangan dalam aspek kedaulatan dan keamanan, sedangkan aspek pembangunan lokal dan kesejahteraan rakyat setempat Pemerintah Daerah harus lebih berperan dan menanganinya secara sungguh-sungguh.
Saudara-saudara sebangsa dan setanah air,
Hadirin yang saya muliakan,
Dalam agenda mewujudkan Indonesia yang adil dan demokratis, salah satu perkembangan demokrasi terpenting di tanah air, adalah diselenggarakannya pemilihan kepala daerah (pilkada) secara langsung. Pada umumnya pilkada telah diselenggarakan secara demokratis dan tertib. Mulai 1 Juni 2005 hingga akhir Juni 2007 telah dilaksanakan proses pilkada di 304 daerah, yang terdiri dari 16 provinsi, 242 kabupaten dan 46 kota. Sebanyak 90 persen dari kepala daerah yang terpilih pada periode itu telah dilantik untuk menduduki jabatan-jabatannya masing-masing.
Pada tanggal 8 Agutus 2007 lalu, kita menyaksikan Pilkada Gubernur Provinsi DKI Jakarta yang juga berjalan secara demokratis, aman dan tertib. Dengan kesadaran politik masyarakat yang makin meningkat, tingkat keberhasilan pilkada semakin membaik. Bagi para kandidat pemimpin provinsi dan kabupaten/kota, saya berharap agar keikutsertaan dalam pilkada juga disertai sikap â€Â?siap menang maupun siap kalahâ€Â?. Bagi yang menang dan terpilih, tentulah wajib untuk menjalankan amanah sebaik-baiknya, termasuk mengayomi dan mengajak konstituen yang dalam pilkada tidak memilihnya. Sedangkan bagi yang tidak terpilih, wajib pula mengajak konstituennya untuk mendukung yang terpilih dalam memimpin dan memajukan daerahnya. Sikap itulah yang merupakan penerapan nyata dari nilai dan etika demokrasi.ÂÂ
Berkaitan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi pada tanggal 23 Juli 2007, yang telah mengabulkan judicial review terhadap UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dimana calon perseorangan diperbolehkan ikut serta dalam Pilkada, Pemerintah bersama DPR akan segera melakukan revisi terhadap Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, serta akan mengeluarkan peraturan pelaksanaannya. Pemerintah berpendapat hal ini perlu ditata dalam sebuah ketentuan Undang-Undang yang dapat merumuskan secara tepat, dengan memperhatikan hak politik dan persamaan kesempatan bagi setiap orang untuk dipilih; memperhatikan aspek keadilan bagi yang berjuang melalui jalur kepartaian politik; dan memperhatikan pula segi-segi implementasi dari ketentuan ini, agar dapat dilaksanakan dengan baik (workable), mencerminkan demokrasi yang tertib, dan dapat didukung oleh sumberdaya yang tersedia.
Saudara-saudara se-Bangsa dan se-Tanah air,
Hadirin yang saya muliakan,
Sejak diberlakukan kebijakan desentralisasi berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, aspirasi pembentukan daerah otonom berkembang pesat. Sampai dengan tahun 2007 telah terbentuk sebanyak 173 daerah otonom yang terdiri dari 7 provinsi, 135 kabupaten, dan 31 kota. Evaluasi terhadap 148 daerah otonom baru menunjukkan bahwa daerah otonom baru banyak menghadapi permasalahan, antara lain penyerahan Pembiayaan, Personil, Peralatan dan Dokumen (P3D), batas wilayah, dukungan dana kepada daerah otonom baru, mutasi PNS ke daerah otonom baru, serta pengisian jabatan dan tata ruang. Sementara itu, sampai saat ini masih terdapat banyak usulan pembentukan daerah otonom baru.
Sesungguhnya, pemekaran daerah jika dilaksanakan sesuai dengan semangat untuk meningkatkan efektifitas pemerintahan, serta untuk meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan umum masyarakat lokal, adalah tepat dan menjadi solusi. Akan tetapi, jika pemekaran daerah otonom baru itu tidak berangkat dari tujuan yang benar, serta tidak dikelola dengan baik, maka akan menimbulkan beban kepada keuangan negara, serta memberikan dampak penurunan anggaran terhadap seluruh pemerintah daerah lain, karena akan menurunkan alokasi Dana Alokasi Umum (DAU) secara proporsional bagi daerah lain di seluruh tanah air. Pemekaran juga mempengaruhi penyediaan Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Prasarana Pemerintahan. Anggaran Pemerintah Pusat juga akan terbebani dengan penyediaan dana untuk sarana dan prasarana gedung kantor instansi vertikal, belanja pegawai, dan belanja operasional lainnya, serta untuk mendanai urusan-urusan yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat.
Ke hadapan segenap anggota DPD saya sampaikan, betapa pentingnya peran DPD dalam ikut mencermati pemekaran dan pembentukan wilayah baru. Sebagaimana kita ketahui bersama, salah satu kewenangan DPD adalah ikut membahas pembuatan Undang-Undang yang menyangkut pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah.ÂÂ
Sudah saatnya saya menggunakan bahasa yang lebih terang menyangkut isu pemekaran daerah ini. Saya mengajak para pemimpin dan tokoh politik di Seluruh Indonesia, untuk bersama mencegah terjadinya kesalahan pendekatan dan tujuan dari pemekaran daerah ini. Pemekaran Daerah, apabila harus kita lakukan, tujuan akhirnya adalah untuk kepentingan rakyat, yakni membawa manfaat yang nyata bagi masyarakat setempat. Pemikiran dan tuntutan pemekaran tentulah bukan untuk memenuhi kepentingan orang seorang, apalagi untuk mengejar kekuasaan belaka, yang hampir pasti tidak akan membawa kebaikan bagi rakyat, dan bahkan menguras sumberdaya dan anggaran negara untuk membangun berbagai fasilitas, serta akhirnya mengurangi anggaran pembangunan per kapita bagi masyarakat setempat.
Dalam kaitan inilah, saya mengajak DPR RI dan DPD RI, untuk bersama-sama Pemerintah melakukan evaluasi terhadap daerah otonom baru agar kita mengetahui tingkat kinerjanya, termasuk manfaat apa yang dirasakan oleh masyarakat. Kitapun perlu lebih cermat dan arif, dalam merespons berbagai pemikiran dan tuntutan untuk pemekaran daerah yang baru. Kita harus tegas dan berani menolak tuntutan pemekaran, yang sama sekali tidak memiliki urgensi dan tidak memberikan manfaat nyata bagi rakyat di daerah itu.
Saudara-saudara se-Bangsa dan se-Tanah air,
Hadirin yang saya muliakan,
Sistem desentralisasi dan otonomi daerah telah berjalan sejak tahun 2001. Saya ingin menegaskan kembali bahwa desentralisasi bukanlah tujuan, tetapi sebagai sarana untuk mencapai tujuan. Dalam TAP MPR Nomor IV/MPR/2000 disebutkan bahwa kebijakan otonomi daerah diarahkan kepada pencapaian peningkatan pelayanan publik dan pengembangan kreativitas masyarakat, keselarasan hubungan antara Pemerintah dengan Daerah dan antar daerah dalam kewenangan dan keuangan, untuk menjamin peningkatan rasa kebangsaan, demokrasi, dan kesejahteraan masyarakat, serta menciptakan ruang yang lebih luas bagi kemandirian Daerah.
Dengan desentralisasi dan otonomi daerah, diharapkan koordinasi kebijakan baik secara horisontal maupun secara vertikal dapat berjalan lebih baik. Penetapan kewenangan, urusan dan tugas yang kurang rinci, yang mengakibatkan rendahnya koordinasi antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah, khususnya di dalam perencanaan dan pendanaan, harus dapat kita perbaiki. Untuk itu, Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, sehingga kewenangan daerah menjadi semakin jelas. Atas kejelasan kewenangan ini,  pembangunan di daerah diharapkan dapat dilaksanakan lebih baik lagi, serta tidak terjadi tumpang tindih pendanaan pembangunan. Sebagai tindak lanjut, Pemerintah telah, sedang dan akan memperbaharui berbagai undang-undang sektoral untuk menjabarkan wewenang pada tingkat pusat, dan untuk menjelaskan fungsi-fungsi wajib Pemerintah Daerah yang terkait dengan sektor-sektor itu, seperti Undang-Undang di bidang transportasi yang telah disesuaikan dengan semangat otonomi daerah.
Sebagaimana kita ketahui bersama, sumber daya alam dan lingkungan hidup telah mampu memberikan sumbangan bagi pembangunan ekonomi nasional. Dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004, sebagian besar sektor dalam bidang sumber daya alam dan lingkungan hidup merupakan urusan wajib yang telah didesentralisasikan kepada Pemerintah Daerah. Dengan demikian, Pemerintah Daerah berperan sangat penting dalam pelaksanaan pembangunan bidang sumber daya alam dan lingkungan hidup, yang mencakup pertanian, kehutanan, perikanan dan kelautan, energi dan mineral, serta lingkungan hidup. Semua sektor tersebut berperan sangat strategis dalam perekonomian nasional, seperti penyediaan bahan pangan, penopang utama ekspor nasional, dan dalam penyerapan tenaga kerja. Namun demikian, kita memiliki amanah dan tanggung jawab moral yang besar, untuk tidak ceroboh dan melakukan eksploitasi sumber-sumber daya alam itu secara berlebihan, karena pasti akan merusak lingkungan dan mendatangkan kesengsaraan bagi generasi yang akan datang. Saya minta agar setiap Kepala Daerah benar-benar peduli, bertanggung jawab dan melaksanakan aksi nyata, untuk memelihara kelestarian lingkungan hidup kita.
Konsep pembangunan berkelanjutan, yang memperhatikan daya dukung lingkungan, dan pencegahan terjadinya degradasi lingkungan, harus kita pegang teguh. Sebagai negara yang memiliki hutan tropis terbesar bersama Brazil, kita juga ingin memberikan kontribusi nyata dalam upaya mengatasi pemanasan global. Pada bulan Desember 2008, kita akan menjadi tuan rumah penyelenggaraan United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC), yang akan diikuti oleh 180 negara. Sebagai tuan rumah, kita ingin menunjukkan pada dunia bahwa kita memiliki konsep dan gagasan untuk menyelamatkan umat manusia dari pengaruh perubahan iklim global, dan menjalankan konsep dan program aksi itu secara nyata. Saya juga ingin mengulangi seruan dan instruksi saya kepada para Gubernur, Bupati dan Walikota yang daerahnya rawan terhadap kebakaran hutan dan ladang perkebunan yang menghasilkan asap, agar melakukan langkah-langkah nyata untuk mengatasi masalah itu. Saya sungguh berharap dengan kepemimpinan dan kerja keras Kepala Daerah, kasus yang mencemarkan nama baik Indonesia di dunia internasional, dan yang mengganggu kesehatan serta keselamatan penerbangan kita ini, dapat kita tanggulangi dengan baik.
Kawasan perdesaan sebagai kawasan yang memiliki fungsi tempat permukiman, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi, senantiasa mendapatkan perhatian yang sungguh-sungguh. Kegiatan ekonomi utama di kawasan perdesaan adalah pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam. Hal ini antara lain tercermin dari data ketenagakerjaan yang menunjukkan bahwa dari seluruh tenaga kerja yang bekerja di perdesaan pada tahun 2006 (57,3 juta orang atau 60,0 persen dari total tenaga kerja nasional), sebanyak 37,6 juta (65,7 persen) diantaranya bekerja di sektor pertanian.
Perlu saya sampaikan, anggaran untuk pertanian dan pengelolaan sumber daya alam, termasuk infrastruktur penunjangnya seperti jalan raya, jembatan, serta pelabuhan udara dan pelabuhan laut, dialokasikan melalui Departemen Pertanian, Departemen Kehutanan, Departemen Pekerjaan Umum, Departemen Perhubungan, dan Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral. Saya berharap Pemerintah Daerah, terutama yang memiliki basis sumber daya alam dan pertanian yang kuat, dalam merancang RAPBD 2008 benar-benar dapat melakukan harmonisasi prioritas, program dan kegiatan, sesuai keunggulan sumber daya alam yang dimiliki, serta sinergis dengan kebijakan belanja Pemerintah Pusat.
Saudara-saudara se-Bangsa dan se-Tanah air,
Hadirin yang saya muliakan,
Dalam upaya meningkatkan efektivitas penanganan bencana, telah diterbitkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanganan Bencana yang secara garis besar mengatur beberapa hal penting, yaitu: tanggung jawab dan wewenang Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam kegiatan penanggulangan bencana; hak dan kewajiban masyarakat, pembentukan badan penanggulangan bencana tingkat nasional dan daerah; tahapan penyelenggaraan penanggulangan bencana; dan pendanaan kegiatan penanggulangan bencana.ÂÂ
Sesuai amanat Undang-Undang ini, penanganan bencana diubah dari reaktif menjadi proaktif, dan menekankan pada keseluruhan manajemen risiko, baik pra-bencana, tanggap darurat, maupun pasca bencana. Pelibatan aktif Pemerintah Daerah dan partisipasi penuh masyarakat, dinilai merupakan faktor penting untuk mengurangi risiko bencana yang akan terjadi. Oleh sebab itu, perlu dilakukan peningkatan kapasitas Pemerintah Daerah dan instansi-instansi yang terkait dalam manajemen penanganan bencana ini. Di samping itu, pendidikan masyarakat untuk dapat menjalani kehidupan yang setiap saat siap menghadapi bencana alam, seperti gempa bumi dan letusan gunung berapi, diharapkan dapat memelihara kesiagaan yang tinggi, dan manakala bencana tiba, dapat melakukan langkah-langkah penyelamatan yang cepat dan tepat. Disinilah pentingnya kepemimpinan para Gubernur, Bupati/Walikota dalam membangun kesadaran dan kepedulian masyarakat dan dalam melakukan kegiatan tanggap darurat manakala bencana alam itu terjadi.ÂÂ
Saudara-saudara se-Bangsa dan se-Tanah air,
Hadirin yang saya muliakan,
Pemerintah menyadari, bahwa masih terdapat kesenjangan kemampuan keuangan antar daerah di tanah air. Hal ini dapat berakibat pada ketimpangan tingkat pelayanan publik antar daerah. Secara nasional, peranan PAD dalam keseluruhan penerimaan daerah masih sangat terbatas, khususnya di kabupaten/kota. Pada tahun 2006, penerimaan PAD di tingkat provinsi rata-rata mencapai 52,5 persen dari total pendapatan APBD, sedangkan pada tingkat kabupaten/kota rata-rata hanya sekitar 6,7 persen. Untuk mengatasi hal tersebut, seringkali daerah melakukan berbagai pungutan daerah yang ternyata justru menimbulkan dampak negatif bagi perekonomian daerahnya sendiri, dan semakin sulit mengatasi pengangguran dan kemiskinan. Untuk itu diperlukan kesadaran dan cara berpikir yang sama, antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, agar pembangunan di seluruh negeri ini dapat dilaksanakan dengan baik. Saya minta agar ditingkatkan intensitas komunikasi antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah untuk mencegah terbitnya Perda yang menyimpang dan bertentangan dengan Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah, sekaligus membantu Pemda dalam mengatasi kesulitan ekonomi di daerahnya. Pemerintah berupaya agar pembahasan Rancangan Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dapat segera diselesaikan bersama Dewan Perwakilan Rakyat, untuk memberikan kepastian pengaturan bagi daerah dalam upaya peningkatan PAD, dan sekaligus untuk memperbaiki iklim investasi daerah dan nasional.
Sebagaimana yang sering saya sampaikan di berbagai kesempatan, strategi dan kebijakan dasar pembangunan ekonomi yang kita pilih dan jalankan adalah “pertumbuhan disertai pemerataan� (growth with equity). Pilihan strategi dan kebijakan ini merupakan koreksi dan perbaikan dari pelaksanaan pembangunan yang kita jalankan selama ini, yang kenyataannya lebih berorientasi kepada pertumbuhan ketimbang pemerataan. Oleh karena itulah, tiga tahun terakhir ini prioritas pembangunan ekonomi beserta alokasi anggaran pemerintah yang menyertainya, benar-benar diarahkan kepada peningkatan pertumbuhan, pengelolaan inflasi, penciptaan lapangan pekerjaan, dan pengurangan kemiskinan. Agar pembangunan ekonomi ini dapat berhasil dengan baik, kita tidak boleh hanya menyerahkan segalanya kepada mekanisme pasar, tetapi pemerintah (pusat dan daerah) harus berperan secara aktif dan proporsional, agar keadilan dan pemerataan ekonomi ini dapat kita wujudkan. Saya sungguh berharap para Gubernur, Bupati dan Walikota dapat membangun kemitraan dengan dunia usaha, termasuk peningkatan investasi baik dari dalam maupun dari luar negeri, agar dunia usaha tumbuh di daerahnya masing-masing. Dengan pertumbuhan dunia usaha dan sektor riil ini, pada gilirannya pengangguran akan berkurang, dan akhirnya kemiskinanpun akan menyusut. Saya juga berharap pembelanjaan pemerintah daerah (government spending), di satu sisi dapat menstimulasi pembangunan ekonomi dan dunia usaha, dan di sisi lain dapat langsung mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan rakyat seperti pendidikan, kesehatan serta koperasi, usaha kecil dan menengah.
Permasalahan mendasar yang kita hadapi bersama dan menjadi tugas besar kita, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah adalah menanggulangi kemiskinan dan pengangguran. Kemiskinan dan pengangguran bukanlah permasalahan statistik atau angka, melainkan persoalan yang menyangkut kondisi kehidupan rakyat kita. Oleh karena itu pemerintah memilih untuk menanganinya secara lebih substantif dan mendasar, dan bukan sekedar siasat statistik dan angka-angka.
Marilah kita pahami, bahwa sebagian rakyat kita miskin karena mereka tidak punya penghasilan, atau penghasilannya terlalu kecil. Oleh karena itu solusinya adalah membuka atau memberikan pekerjaan kepada mereka. Persoalan lain adalah tingkat pendidikan dan keterampilan yang kurang memadai, sehingga solusinya, adalah memberikan pendidikan dan keterampilan yang sesuai kebutuhan lapangan kerja. Rakyat kita ada yang membuka usaha kecil-kecilan tetapi mereka tidak memiliki modal, oleh karena itu solusinya adalah membantu akses permodalan termasuk pemberian dana bergulir yang terjangkau.
Permasalahan lain yang dihadapi oleh rakyat kita yang ber-penghasilan rendah atau pas-pasan adalah harus dikeluarkannya uang untuk menyekolahkan putera-puterinya, untuk biaya berobat apabila ada anggota keluarga yang sakit, atau untuk mengurus berbagai perizinan seperti KTP yang sering lama dan dengan biaya yang tidak murah. Terhadap permasalahan ini solusinya tentu membuat pendidikan, kesehatan dan pelayanan publik kita menjadi semakin mudah, murah dan bahkan sebagian gratis.
Saudara-saudara se-Bangsa dan se-Tanah air,
Hadirin yang saya muliakan,    ÂÂ
Pencapaian sasaran pertumbuhan ekonomi, penciptaan kesempatan kerja, dan penanggulangan kemiskinan, merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah pusat dan daerah. Pertumbuhan ekonomi nasional pada triwulan kedua 2007 mencapai 6,3 persen. Dearah-daerah yang menyumbangkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi bahkan mencapai diatas 9 persen adalah Sumatera Utara, DI Yogyakarta, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Maluku, dan Papua. Saya meminta agar semua Kepala Daerah dapat mengembangkan potensi ekonomi masing-masing, untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkualitas. Kerjasama antar daerah, sinergi serta harmoni antarkebijakan daerah, serta antara kebijakan pusat dan daerah, mutlak kita bangun bersama dan kita tingkatkan, untuk menyukseskan pembangunan kita.
Stabilitas harga bahan-bahan pokok, dan menjaga tingkat inflasi yang rendah sangat penting untuk kita pelihara agar terjangkau oleh daya beli rakyat kita. Peran pemerintah daerah untuk bersama-sama dunia usaha menstabilkan harga-harga kebutuhan pokok masyarakat sangat penting. Saya melihat masih ada beberapa kota yang mencatat inflasi diatas 10 persen, seperti Banda Aceh, Jambi, dan Kendari, yang jauh di atas tingkat inflasi nasional. Untuk itu saya meminta agar pimpinan daerah bersungguh-sungguh untuk mengatasi masalah kenaikan harga barang tersebut, dengan melakukan terobosan kebijakan dan kerjasama dengan berbagai pihak.
Pemerintah Pusat, melalui anggarannya, memberikan prioritas yang sangat tinggi pada program pengentasan kemiskinan, termasuk melalui peningkatan sangat pesat anggaran pada Departemen Pendidikan, Kesehatan, dan Departemen Agama. Dengan desentralisasi, tanggung jawab bidang pendidikan dan kesehatan telah didelegasikan kepada pemerintah daerah. Oleh karena itu sinkronisasi kebijakan, program, dan alokasi anggaran pusat dan daerah, perlu terus ditingkatkan untuk mendapatkan hasil pembangunan yang makin baik dan efektif.ÂÂ
Pelaksanaan tiga agenda RPJM dilakukan secara seimbang, yang dituangkan dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahunan. Tema pembangunan dalam RKP Tahun 2008 adalah “Percepatan pertumbuhan ekonomi untuk mengurangi kemiskinan dan pengangguran.� Sesuai tema tersebut, dalam RKP tahun 2008 ditetapkan 8 (delapan) prioritas pembangunan nasional, yaitu : (1) peningkatan investasi, ekspor dan kesempatan kerja; (2) revitalisasi pertanian, perikanan, kehutanan, dan pembangunan perdesaan; (3) percepatan pembangunan infrastruktur dan pengelolaan energi; (4) peningkatan akses dan kualitas pendidikan dan kesehatan; (5) peningkatan efektivitas penanggulangan kemiskinan; (6) pemberantasan korupsi dan percepatan pelaksanaan reformasi birokrasi; (7) penguatan kemampuan pertahanan dan pemantapan keamanan dalam negeri; dan (8) penanganan bencana, pengurangan risiko bencana, dan peningkatan penanggulangan flu burung.
RUU tentang APBN Tahun 2008 disusun dengan berlandaskan pada delapan prioritas pembangunan yang tertuang dalam RKP 2008. Pemerintah pusat bertekad untuk makin tajam dan tepat dalam menggunakan kebijakan fiskal untuk membangun dan memperbaiki infrastruktur yang strategis bagi perekonomian, dan meningkatkan program perbaikan pendidikan, kesehatan, untuk  peningkatan kesejahteraan masyarakat kelompok miskin. Karena kewenangan pembangunan dan pemeliharaan di bidang infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan sudah didelegasikan kepada daerah, maka pemerintah pusat dan pemerintah daerah diharapkan dapat melakukan sinkronisasi dan sinergi dalam menjalankan program-program prioritas tersebut.ÂÂ
Perlu saya sampaikan, pemerintah pusat terus melakukan secara sungguh-sungguh langkah-langkah efisiensi dan penghematan belanja yang tidak produktif. Arah dan alokasi belanja modal juga makin ditajamkan sesuai prioritas dan tujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, menciptakan kesempatan kerja dan mengurangi kemiskinan. Belanja yang kurang produktif seperti pembangunan dan renovasi gedung Pemerintah Pusat, serta pengadaan kendaraan dinas sangat dibatasi. Saya mengharapkan langkah yang sama juga dilakukan oleh seluruh Pemerintah Daerah bersama DPRD dalam menyusun RAPBD-nya. Saya sungguh prihatin, jika ada pembangunan gedung dan fasilitas perkantoran pemerintah atau negara yang super megah dan super mewah, sementara disekitarnya permukiman penduduk dengan berbagai infrastruktur dasarnya sangat tidak memadai. Ini menunjukkan bahwa kita tidak memiliki kepekaan moral, dan juga tidak memiliki empati kepada rakyat yang masih miskin.
RAPBN 2008 disusun berdasarkan asumsi dan proyeksi ekonomi tahun depan. Pertumbuhan ekonomi tahun 2008 diperkirakan akan mencapai 6,8 persen, dengan tingkat inflasi 6,0 persen, suku bunga SBI-3 bulan 7,5 persen, dan nilai tukar Rp9.100 per dolar AS. Proyeksi harga minyak Indonesia diperkiraan sebesar 60 dollar Amerika per barel, dan lifting minyak mencapai 1,034 juta barel per hari. Total pendapatan negara dan hibah pada RAPBN 2008 diproyeksikan mencapai Rp761,4 triliun, total belanja negara mencapai Rp836,4 triliun, dan defisit anggaran mencapai Rp75,0 triliun atau 1,7 persen dari Produk Domestik Bruto.
Kebijakan desentralisasi fiskal dan belanja daerah pada tahun anggaran 2008 diarahkan pada upaya; (i) mengurangi kesenjangan fiskal antara pusat dan daerah, dan kemampuan keuangan antar daerah; (ii) meningkatkan kualitas pelayanan publik di daerah dan mengurangi kesenjangan pelayanan publik antar daerah; (iii) mendukung kesinambungan fiskal nasional dalam rangka kebijakan ekonomi makro; (iv) meningkatkan kemampuan daerah dalam menggali potensi ekonomi daerah; (v) meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber daya nasional; serta (vi) meningkatkan sinkronisasi antara rencana pembangunan nasional dengan rencana pembangunan daerah.
Alokasi anggaran Belanja ke Daerah terus ditingkatkan dari tahun ke tahun. Perkembangan realisasi anggaran yang dialokasikan ke daerah pada tahun 2005 mencapai Rp150,5 triliun, pada tahun 2006 meningkat menjadi Rp226,2 triliun. Selanjutnya, dalam RAPBN-P tahun 2007 alokasi Belanja ke Daerah sebesar Rp252,5 triliun atau meningkat sebesar 11,7 persen dari realisasi tahun 2006. Sedangkan untuk tahun 2008 direncanakan sebesar Rp271,8 triliun. Jumlah itu mengalami peningkatan sebesar Rp19,3 triliun atau 7,6 persen dari alokasi anggaran Belanja ke Daerah dalam RAPBN-P 2007.
Saudara-saudara se-Bangsa dan se-Tanah air,
Hadirin yang terhormat,
Dana Perimbangan dalam RAPBN tahun 2008 direncanakan sebesar Rp262,3 triliun. Jumlah ini meningkat Rp18,2 triliun atau 7,4 persen dibandingkan dengan alokasi Dana Perimbangan dalam RAPBN-P tahun 2007 sebesar Rp244,1 triliun. Dana Bagi Hasil sebagai salah satu komponen Dana Perimbangan, terdiri atas DBH Pajak dan DBH Sumber Daya Alam (SDA). Kebijakan di bidang DBH dalam tahun 2008 lebih dititikberatkan pada penyempurnaan dan percepatan proses perhitungan, pengalokasian, dan penetapan DBH ke daerah, agar penyaluran DBH ke daerah dapat dilakukan tepat waktu. Pemerintah akan melakukan langkah-langkah aktif dalam penyempurnaan proses dan mekanisme penyaluran DBH ke daerah, antara lain melalui peningkatan koordinasi antardepartemen/instansi terkait, dan peningkatan akurasi data oleh departemen/instansi terkait. Dalam Rancangan APBN tahun 2008, alokasi DBH direncanakan Rp64,5 triliun atau sekitar 1,5 persen terhadap PDB.
DAU pada tahun 2008 direncanakan sebesar 26 persen dari pendapatan dalam negeri (PDN) neto. Ini adalah jumlah penerimaan negara yang berasal dari pajak dan bukan pajak setelah dikurangi penerimaan negara yang dibagihasilkan ke daerah. DAU merupakan instrumen untuk mengatasi ketimpangan kemampuan keuangan antar daerah. DAU yang akan dialokasikan ke daerah dalam tahun 2008 direncanakan sebesar Rp176,6 triliun. Jumlah tersebut, berarti mengalami peningkatan sebesar Rp11,8 triliun atau 7,1 persen, bila dibandingkan dengan alokasi DAU dalam RAPBN-P tahun 2007, sebesar Rp164,8 triliun. DAU tersebut akan dialokasikan untuk provinsi sebesar Rp17,7 triliun (10 persen dari total DAU nasional), dan bagi kabupaten/kota sebesar Rp158,9 triliun (90 persen dari total DAU nasional).
Sesuai dengan amanat UU Nomor 33 Tahun 2004, mulai tahun 2008 kebijakan pengalokasian DAU harus menerapkan formula murni. Implikasi dari kebijakan itu adalah, beberapa daerah yang memiliki kapasitas fiskal jauh melampaui kebutuhan fiskalnya, akan memperoleh DAU lebih kecil dari tahun sebelumnya, atau bahkan tidak memperoleh DAU sama sekali. Namun, mengingat DAU juga berfungsi sebagai ikatan hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, maka Pemerintah untuk saat ini masih akan mengalokasikan dana penyesuaian DAU, agar daerah yang seharusnya tidak menerima DAU atau daerah yang mengalami penurunan DAU senilai 75 persen atau lebih, akan memperoleh DAU sebesar 25 persen dari DAU tahun sebelumnya.
Dana Alokasi Khusus (DAK), digunakan untuk membantu mendanai kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan dasar masyarakat, seperti pendidikan dan kesehatan, atau untuk mendorong percepatan pembangunan daerah. Dalam tahun 2008, kebijakan alokasi DAK akan diprioritaskan untuk: (i) membantu daerah-daerah dengan kemampuan keuangan di bawah rata-rata nasional; (ii) menunjang percepatan pembangunan sarana dan prasarana di daerah pesisir dan pulau-pulau kecil, daerah perbatasan darat dengan negara lain, daerah tertinggal/terpencil, daerah rawan banjir dan longsor, serta daerah yang berkategori daerah ketahanan pangan, dan daerah pariwisata; (iii) mendorong penyediaan lapangan kerja, mengurangi jumlah penduduk miskin, serta mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah; (iv) menghindari tumpang tindih kegiatan yang didanai dari DAK dengan kegiatan lain yang didanai dari anggaran kementerian/lembaga; serta (v) mengalihkan kegiatan-kegiatan yang didanai dengan dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan, yang telah menjadi urusan daerah secara bertahap ke DAK. Dalam tahun 2008, alokasi DAK direncanakan mencapai Rp21,2 triliun atau 0,5 persen terhadap PDB. Bila dibandingkan dengan pagu alokasi DAK dalam RAPBN-P tahun 2007 sebesar Rp17,1 triliun, maka rencana alokasi DAK tahun 2008 mengalami peningkatan Rp4,1 triliun atau 24,0 persen.
Besaran alokasi Dana Otonomi Khusus dalam RAPBN tahun 2008 direncanakan mencapai Rp8,06 triliun. Jumlah ini mengalami peningkatan sebesar Rp4,02 triliun (99,3 persen) bila dibandingkan dengan pagu alokasi Dana Otonomi Khusus dalam RAPBN-P tahun 2007, sebesar Rp4,04 triliun. Alokasi Dana Otonomi Khusus tahun 2008 bagi Provinsi Papua sebesar Rp4,53 triliun, yang meliputi penerimaan khusus dalam rangka pelaksanaan otsus sebesar Rp3,53 triliun, termasuk alokasi untuk Provinsi Papua Barat dan kabupaten/kota yang ada di Provinsi Papua Barat. Sedangkan untuk pembangunan infrastruktur di Papua dialokasikan dana tambahan sebesar Rp1,00 triliun.
Sementara itu, alokasi Dana Otonomi Khusus bagi Provinsi NAD sebesar Rp3,53 triliun. Saya berharap Dana Otonomi Khusus itu dapat dimanfaatkan secara optimal untuk mengejar ketertinggalan dalam pemenuhan pelayanan kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur. Saya juga meminta dilaksanakan pengawasan yang lebih efektif dalam penggunaan Dana Otonomi Khusus itu. Di samping Dana Otonomi Khusus Papua dan NAD, dalam RAPBN Tahun 2008 juga dianggarkan Dana Penyesuaian sebesar Rp1,5 triliun, yang terdiri dari Dana Penyesuaian Kependidikan dan Dana Penyesuaian DAU.
Saudara-saudara se-Bangsa dan se-Tanah air,
Hadirin yang saya muliakan,
Agar pembangunan perekonomian nasional berhasil semakin baik, saya mengharapkan adanya sinergi yang kuat dalam penyusunan dan penggunaan APBN, APBD Provinsi dan APBD Kabupaten/Kota. Juga diperlukan percepatan daya serap anggaran, baik APBN maupun APBD, tanpa mengorbankan prinsip pengelolaan yang bersih dan bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Untuk itu, saya mengharapkan Pemerintah Daerah dapat mengelola keuangan Daerah secara efektif dan efisien, melalui tata kelola pemerintahan yang baik dengan tiga pilar utama, yaitu transparansi, akuntabilitas, dan partisipatif.
Sehubungan dengan hal tersebut, Pemerintah telah menerbitkan PP Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, dan PP Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, sebagai acuan bagi Pemerintah Daerah dalam melakukan perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban pengelolaan keuangan daerah secara efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab, dengan memperhatikan asas keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk masyarakat.
Saya sungguh ingin tidak terjadi hambatan dalam penyusunan dan penggunaan dana APBD, agar semua sasaran pembangunan daerah dapat dicapai. Sekali lagi saya instruksikan, agar dilakukan konsultasi dan koordinasi antara Gubernur, Bupati, Walikota dengan para Menteri dan para pejabat pemerintah pusat, agar tidak ada keraguan dan ketakutan pejabat di daerah untuk menggunakan dana APBD-nya. Lembaga BPKP juga dapat memberikan asistensi dan konsultasi, agar tidak ada kekeliruan dalam penggunaan dana. Semangat kita bukan membiarkan seorang pejabat berbuat salah, dan kemudian harus ditindak secara hukum karena didakwa melakukan korupsi. Semangat kita justeru untuk mencegah seseorang berbuat salah, apalagi apabila yang bersangkutan tidak mengerti jika tindakannya salah.
Dalam penyusunan dan pengesahan APBD, masih dijumpai berbagai hambatan baik, secara teknis, kapasitas, maupun dalam interaksi dan komunikasi antara Pemerintah Daerah dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Hambatan tersebut telah menyebabkan terjadinya keterlambatan pengesahan APBD di berbagai daerah, yang menyebabkan terlambatnya pelaksanaan program-program peningkatan kesejahteraan rakyat di masing-masing daerah. Pemerintah pusat akan terus meningkatkan pembinaan, pemantauan dan pengawasan, agar pemerintah daerah menepati proses penyusunan dan pengesahan APBD tepat waktu, dan tetap sesuai dengan prioritas dan strategi pembangunan nasional.
Saat ini, banyak daerah yang masih memiliki anggaran daerah yang belum terpakai. Pada awal triwulan II Tahun 2007, posisi total simpanan seluruh pemerintah daerah di Indonesia yang ditempatkan di Perbankan mencapai sekitar Rp 96 triliun, dan penempatan simpanan seluruh Bank Pembangunan Daerah dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI) pada pertengahan bulan Agustus 2007 mencapai sekitar Rp 50 triliun. Sesungguhnya keadaan seperti ini ironis, di tengah-tengah keperluan modal finansial yang besar untuk kepentingan pembangunan infrastruktur, serta untuk kepentingan berbagai usaha sektor riil, terdapat dana yang parkir atau menganggur dalam jumlah yang besar.
Pemerintah daerah harus memanfaatkan dana tersebut untuk pelaksanaan pembangunan di daerah, dengan tetap memenuhi ketentuan perundang-undangan, dan dengan tetap memenuhi azas manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat di daerah. Kalau tidak, kita berada dalam posisi yang merugi, dan rakyat juga akan kecewa, karena mereka tahu bahwa pemerintah daerahnya bisa berbuat lebih banyak lagi untuk meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan mereka.
Saudara-saudara se-Bangsa dan se-Tanah air,
Hadirin yang saya muliakan,
Pada bagian akhir dari pidato ini, saya ingin menyampaikan pandangan dan pendapat saya, berkenaan dengan pemikiran untuk melakukan perubahan atau amandemen UUD 1945, terutama dikaitkan dengan penegasan peran dan fungsi DPD RI, agar lembaga ini lebih efektif lagi dalam menjalankan tugas dan kewajiban yang diamanatkannya. Terhadap pemikiran itu, dalam kapasitas saya sebagai Kepala Negara saya telah memberikan respons secara konstruktif, dengan keyakinan pemikiran itu tentulah memiliki tujuan yang positif.
Sebagaimana yang telah saya sampaikan dalam konsultasi saya dengan Pimpinan MPR RI beberapa bulan yang lalu, setiap pemikiran untuk mengubah UUD yang kita anut, mestilah dibawa ke arena publik yang lebih luas, sebelum diproses melalui mekanisme yang diatur oleh konstitusi kita. Konstitusi adalah landasan kehidupan bernegara kita, dan merupakan sumber hukum tertinggi yang kita pedomani. Di banyak negara, setiap pemikiran untuk mengubah UUD lazimnya dikembalikan kepada para pemberi mandat ~ tiada lain adalah rakyat, untuk mendapatkan persetujuan dan dukungan yang kuat.
Dalam kaitan inilah, masih tersedia cukup waktu untuk dilakukan penelaahan secara jernih, tenang dan rasional, apakah sistem ketatanegaraan, sistem pemerintahan, dan pranata hukum yang tertuang dalam UUD 1945 yang telah dilakukan 4 kali amandemen ini telah menjawab segala tantangan dan tuntutan untuk mengelola kehidupan bernegara yang adil, demokratis dan tertib, dalam upaya mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional kita. Pemikiran untuk menegaskan peran dan fungsi DPD agar lebih efektif dalam menjalankan tugas-tugas, patut diletakkan dalam kerangka yang lebih besar, yakni terbangunnya sistem dan praktek ketatanegaraan yang baik. Sebagai realisasi dalam langkah sistemik ini, dapat kita pikirkan untuk membentuk sebuah Komisi atau Panitia Nasional yang bertugas menelaah sistem ketatanegaraan, sistem pemerintahan dan pranata hukum yang tepat untuk negara kita. Komisi ini dapat beranggotakan para pakar dan para tokoh yang memiliki kearifan dan pengalaman yang luas dalam bidang ketatanegaraan, untuk dalam waktu yang cukup, dapat melakukan penelaahan yang seksama.
Saudara Ketua, Para Wakil Ketua dan para Anggota Dewan Perwakilan Daerah yang saya hormati,
Saudara-saudara se-Bangsa dan se-Tanah air,
Hadirin yang saya muliakan,
Sebelum mengakhiri penyampaian Keterangan Pemerintah ini, masih dalam suasana merayakan Hari Ulang Tahun Proklamasi Kemerdekaan, sekali lagi, saya mengajak kepada seluruh komponen bangsa di tanah air, seluruh jajaran Pemerintah dan Pemerintah Daerah, marilah kita bekerja bersama, membangun bersama, serta menjalankan tugas dan pengabdian kita dengan penuh ketulusan dan kearifan. Mari kita tingkatkan kecintaan kepada bangsa dan negara kita.
Marilah pula kita tingkatkan hubungan yang lebih konstruktif antara Pemerintah dengan Dewan Perwakilan Daerah, dalam rangka mempercepat terwujudnya kesejahteraan rakyat di daerah, dalam naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang berdasarkan Pancasila. Mari kita perkukuh kebersamaan dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika. Mari kita bersatu padu, bahu membahu, menjalin hubungan yang baik dan harmonis baik antar lembaga pemerintahan, antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, serta di antara Pemerintah Daerah di seluruh tanah air. Dengan hubungan yang sinergis dan harmonis, Insya Allah akan membawa kemajuan, kemaslahatan, dan kejayaan bangsa kita di masa yang akan datang.
Akhirnya dengan penuh ketawakalan, seraya tidak henti-hentinya mensyukuri nikmat kemerdekaan yang telah dianugerahkan Allah SWT kepada bangsa dan negara kita, marilah kita memohon petunjuk dan bimbingan-Nya, agar kita senantiasa diberi kemampuan dan kekuatan lahir dan batin, dalam mengemban amanat rakyat, membangun bangsa dan negara menuju masa depan yang gemilang.
Terima kasih.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Jakarta, 23 Agustus 2007
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO