Keterangan Pers Presiden RI pada Rapat Komunikasi dengan Pimpinan Lembaga-lembaga Negara, 21-1-2010
KETERANGAN PERS
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
SEUSAI
RAPAT KOMUNIKASI DENGAN PIMPINAN
LEMBAGA-LEMBAGA NEGARA
ISTANA BOGOR, 21 JANUARI 2010
Â
Â
Â
Â
Â
Bismillahirrahmanirrahim,
Asalamu'alaikum warahmatullahi
wabarakatuh,
Salam sejahtera untuk kita semua,
Saudara-saudara,
Para Wartawan yang saya cintai,
Saya selaku Kepala Negara, seusai pertemuan para Pimpinan Lembaga-lembaga
Negara yang baru saja kami laksanakan, akan memberikan penjelasan tentang
pertemuan yang dilaksanakan di Bogor
hari ini.
Pertama, tentang prakarsa pertemuan. Prakarsa untuk menjalin komunikasi di
antara para Pimpinan Lembaga-lembaga Negara, termasuk didalamnya Presiden dan
Wakil Presiden, pertama-tama berangkat dari para Pimpinan Lembaga Negara yang
disampaikan kepada saya beberapa saat yang lalu dengan tujuan yang baik dan
konstruktif. Atas dasar itu, saya mengundang untuk pertama kali dalam pertemuan
yang kita laksanakan di Bogor
ini untuk bertukar pikiran, membahas permasalahan-permasalahan fundamental yang
ada di negeri ini.
Alhamdulillah, dalam pertemuan yang
kita laksanakan di Bogor ini, disamping saya dan Wakil Presiden, hadir Ketua
MPR RI, Ketua DPR RI, Ketua DPD RI, Ketua Mahkamah Agung, Ketua Mahkamah
Konstitusi, Ketua BPK, dan Ketua Komisi Yudisial. Tujuan pertemuan ini tiada
lain adalah untuk membangun sinergi, tanpa harus mencampuri dan mengintervensi
fungsi, peran dan tugas masing-masing lembaga negara, sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang Dasar maupun Undang-Undang yang menjabarkan ketentuan dalam
Undang-Undang Dasar itu.
Dalam pertemuan ini, kami saling bertukar pikiran, berbagi pandangan melihat
dalam perspektif yang tidak selalu sama terhadap permasalahan yang ada di
negeri ini, terutama yang bersifat mendasar dan menjadi perhatian rakyat kita.
Pada pertemuan di Bogor yang kita laksanakan tadi pagi, kami berangkat dari
posisi awal, yaitu bahwa kita semua meskipun selalu ada dinamika dalam
kehidupan bernegara, dalam demokrasi dan politik kita, seperti sekarang ini,
boleh dikatakan suhu politik menghangat, tetapi kami berpendapat, bahwa
stabilitas nasional perlu terus kita jaga, apakah itu stabilitas politik,
stabilitas sosial, maupun stabilitas keamanan.
Kami juga bersepakat, bahwa semua pihak, para penyelenggara negara, termasuk
pemerintah, harus terus menjalankan tugasnya, kewajibannya dan fungsinya,
karena tugas untuk melayani rakyat dan membangun bangsa tidak boleh terhenti
dan terganggu, meskipun ada dinamika-dinamika politik. Kami juga berpendapat,
bahwa manakala ada permasalahan yang ada di negeri ini, apakah permasalahan
politik, sosial, hukum, keamanan tetap diselesaikan sesuai dengan apa yang
telah diatur dalam Undang-Undang Dasar, Undang-Undang dan peraturan-peraturan
yang berlaku, sehingga kontekstual dan tidak menimbulkan komplikasi lain yang
sama-sama tidak kita kehendaki, dan memang tidak sejalan dengan upaya untuk
memecahkan masalah yang bersangkutan.
Saudara-saudara,
Adapun agenda utama dalam pertemuan kami hari ini adalah 3 isu utama yang
menjadi tujuan dari pembangunan kita 5 tahun mendatang. Pertama adalah
pembangunan ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, dengan berbagai
permasalahan yang berkaitan dengan itu. Kedua, tentang demokrasi, yang tengah
kita bangun dan mantapkan dewasa ini. Dan yang ketiga, tentang keadilan yang
tentunya harus terus-menerus kita perkuat demi kepentingan rakyat kita.
Dari tiga isu besar itulah yang menjadi tujuan dan sasaran pembangunan kita 5
tahun mendatang, maka tadi kami telah mengangkat sejumlah isu yang kami
bicarakan secara bersama. Semua di antara yang hadir tadi menyampaikan
pandangan, pemikiran dan rekomendasi bersama untuk kebaikan, baik masyarakat
maupun negara.
Â
Saya ingin menyampaikan isu-isu yang kami bahas dalam pertemuan tadi. Pertama adalah tentang 4 pilar kehidupan bernegara, yang sering kita sebut konsensus dasar kita, yaitu Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika atau kemajemukan. Kami sepakat bahwa menjadi kewajiban kita semua, utamanya Majelis Permusyawaratan Rakyat, untuk terus melakukan penguatan atas implementasi dari 4 pilar dalam kehidupan bernegara ini. Dari sisi pemerintah, pemerintah juga akan ikut serta dalam upaya untuk memperteguh komitmen dan memperkuat pelaksanaan dari 4 konsensus dasar, atau 4 pilar kehidupan bernegara tersebut.
Isu yang kedua, berkaitan dengan pemekaran wilayah. Semua berpendapat, bahwa
moratorium yang kita berlakukan sekarang ini digunakan betul untuk kepentingan
evaluasi, sebelum kebijakan tentang pemekaran wilayah ini dilanjutkan. Dalam
kaitan itu, selaku Kepala Pemerintah, saya sampaikan, bahwa tahun 2010 ini
diharapkan yang namanya grand design
dan master plan tentang pemekaran
wilayah dapat kita rampungkan atas dasar evaluasi yang tengah kita laksanakan
sekarang ini. Grand design atau dan master plan itu tentu akan kami
konsultasikan dengan, terutama DPR RI, dan DPD RI, untuk menjadi policy kita nanti, ketika kita harus
memasuki wilayah itu, atau pemekaran wilayah. Salah satu evaluasi yang kami
lakukan, manakala tidak tepat pemekaran wilayah itu justru memberikan beban
yang tidak semestinya kepada negara. Overhead
cost, pengeluaran yang justru harus kita cegah, sehingga anggaran negara
itu lebih banyak jatuh ke rakyat, orang-seorang, itu juga menjadi perhatian
kita. Dengan demikian, pemekaran wilayah harusnya solusi, pengembangan,
peningkatan kesejahteraan, dan bukan sebaliknya menjadi masalah.
Â
Ingat dalam waktu 10 tahun, ada lebih dari 200 daerah otonom baru di seluruh
tanah air, tentu kita tidak boleh membiarkan ini berlangsung tanpa konsep yang
jelas. Setelah kita susun grand designmaster plan bisa saja masih ada
pemekaran, manakala itu sungguh diperlukan. Sebaliknya daerah pemekaran yang
sudah terjadi, tapi menimbulkan masalah yang berat, bisa saja itu digabungkan.
Namun demikian, biarlah kita rampungkan dulu rencana induk dan grand design dari pemekaran wilayah ini.
dan
Isu yang ketiga menyangkut perdagangan bebas. Diangkat misalkan perdagangan
bebas antara ASEAN dengan Tiongkok, atau Republik Rakyat Cina. Kita bahas tadi,
bahwa sesungguhnya era perdagangan bebas dan investasi ini sudah dimulai sejak,
katakanlah dilaksanakan pertemuan APEC di Istana Bogor ini pada tahun 1994,
yang kita kenal dengan Bogor Goals.
Dalam perkembangannya, ada pertemuan di Bali
pada tahun 2003, pertemuan puncak di ASEAN, dengan ASEAN +3 dan mitra yang
lain, yang itu juga merupakan kelanjutan dari kebersamaan sesama ASEAN, maupun
ASEAN dengan mitra-mitra dialognya. Berlanjut lagi dan akhirnya terbangunlah
satu kesepakatan untuk menjalin kerjasama yang disebut dengan perdagangan bebas
antara ASEAN dengan Cina.
Dalam perkembangannya, sebagaimana yang menjadi isu sekarang ini, ada pemikiran
untuk tidak begitu saja diimplementasikan apa yang telah menjadi kesepakatan
ASEAN dengan Republik Rakyat Cina itu. Maka pandangan pemerintah sudah sangat
gamblang dan kita juga sudah berkomunikasi dengan DPR RI,
bahwa setelah kita lihat dan evaluasi kesiapan kita sendiri, untuk menjalankan
kesepakatan perdagangan bebas ini, memang diperlukan pembicaraan-pembicaraan
tertentu. Tujuannya tiada lain, jangan sampai niat yang baik dan kesepakatan
yang mulia ini membawa masalah yang berlebihan kepada masyarakat kita, pada
perekonomian kita.
Tentu saja Saudara-saudara, pembicaraan ini harus dilaksanakan dengan baik. Indonesia tidak
ingin dianggap tidak menyepakati apa yang telah dirumuskan oleh 10 anggota
ASEAN. Apalagi mereka tahu, Indonesia
adalah ekonomi terbesar di Asia Tenggara, dan bahkan kita anggota G-20. Kita pun juga harus tepat
membicarakan dengan pihak Republik Rakyat Cina tentang ini semuanya itu. Oleh
karena itu, pemerintah akan mengelola permasalahan ini sebaik-baiknya. Di satu
sisi, kepentingan rakyat harus kita lindungi, di sisi lain, kita harus
memperkuat, mempersiapkan lebih baik lagi elemen-elemen di dalam negeri kita.
Dan di sisi lainnya lagi, kita pastikan bahwa kita tetap menjalin kerjasama
sesama negara ASEAN maupun antara ASEAN dengan mitra-mitra ekonominya.
Isu yang keempat yang kita angkat adalah masalah stabilitas harga. Sebagaimana
Saudara ketahui, karena sudah ada tanda-tanda pemulihan resesi perekonomian
global beberapa komoditas harga menunjukkan kenaikan, termasuk harga pangan
misalnya gula, minyak goreng, beras dan sejumlah komoditas. Kami membahas tadi
dan saya sampaikan kepada para Pemimpin Lembaga Negara itu, pemerintah juga
melaksanakan langkah-langkah antisipasi, manakala kenaikan harga itu tidak
wajar dan membebani rakyat kita. Bahkan di antara SILPA (Sisa Anggaran Leboh
Pelaksanaan Anggaran) yang berjumlah 38 trilyun, yang itu akan menjadi bagian
dalam RAPBN-P tahun 2010, sebagian kami cadangkan, kami dedikasikan untuk
menghadapi manakala harga-harga itu mengalami kenaikan yang tidak sewajarnya.
Dengan demikian, sebagaimana yang kita lakukan di waktu yang lalu, kita lakukan
langkah-langkah stabilisasi, termasuk operasi pasar dan langkah-langkah lain,
agar rakyat kita tidak mendapatkan beban yang tidak semestinya.
Isu yang kelima adalah persiapan pemilu 2014. Meskipun seolah-olah masih lama,
tetapi ingat pada bulan Juli 2013 sesungguhnya sudah dimulai proses kampanye
untuk Pemilu Legislatif. Belajar dari pengalaman pemilu tahun 2009 yang lalu
ataupun pemilu-pemilu sebelumnya, maka kami bersepakat untuk mempersiapkan
segalanya dengan baik. Misalnya, Undang-Undang tentang pemilu dan Undang-Undang
politik lain semestinya 2 tahun sebelum pemilu dilaksanakan sudah rampung.
Dengan demikian, terjadi persiapan yang lebih baik lagi. Tentu memerlukan
kerjasama antara pemerintah dengan DPR. Demikian juga kesiapan KPU dan anggaran
yang perlu kita alokasikan. Itu isu yang berkaitan dengan persiapan pemilu
2014.
Isu yang keenam adalah tentang amandemen Undang-Undang Dasar 1945. Kami
berpendapat tadi, bahwa setiap pemikiran untuk sebuah perubahan Undang-Undang
Dasar haruslah berangkat dari kehendak rakyat yang sesungguhnya. Meskipun sudah
diatur dalam Undang-Undang Dasar kita, proses, mekanisme bagaimana sebuah
Undang-Undang Dasar bisa diubah atau dilakukan amandemen. Tetapi tentunya kita
pastikan bahwa kehendak itu merupakan kehendak rakyat, sebagian besar dari
rakyat kita, meskipun tidak ada memorandum atau plebisit. Dengan demikian, kita
pastikan perubahan Undang-Undang Dasar itu solusi, betul-betul memiliki urgensi
yang tinggi dan merupakan kehendak rakyat.
Yang kita ketujuh, kita bahas masalah pilkada. Kita ingin pilkada kita berjalan
makin efektif, makin efisien, dan jangan sampai menuju ke politik biaya tinggi.
Tidak baik. Oleh karena itulah, kita ingin juga makin menyempurnakan mekanisme,
aturan, dan desain dari pemilihan-pemilihan kepala daerah.
Isu yang kedelapan adalah pemberantasan mafia hukum. Semua mendukung langkah
ini dengan catatan, diperlukan komunikasi terus-menerus antara Satgas
Pemberantasan Mafia Hukum kepada rakyat, sehingga laporan rakyat yang mengalir
begitu banyak, baik ke kantor saya maupun langsung ke Satgas Pemberantasan
Mafia Hukum itu bisa dijelaskan, mana yang tepat untuk ditindaklanjuti dan
hasilnya seperti apa, mana yang setelah dicek, bukan termasuk kejahatan mafia
di bidang hukum. Dan kita pastikan, bahwa Satgas ini akan fokus pada tugasnya
untuk benar-benar mencegah, memberantas dan menindak para pelaku mafia hukum,
termasuk mereka yang disebut dengan calo-calo perkara.
Isu yang kesembilan adalah menyangkut ujian nasional. Kita mengetahui ada
keputusan Mahkamah Agung. Sekarang ini pemerintah dalam rangka merespon
keputusan Mahkamah Agung, sekaligus untuk mencapai tujuan evaluasi dari proses
pendidikan, maka yang dilakukan pemerintah memastikan bahwa sebelum ujian
nasional akan dilaksanakan dilakukan sejumlah langkah untuk persiapannya yang
lebih pada sekolah-sekolah di seluruh tanah air. Demikian juga langkah lain
yang memastikan bahwa mengukur hasil didik sesorang disamping dari ujian
nasional itu juga dilihat aspek-aspek yang lain, termasuk dilaksanakannya ujian
ulangan bagi mereka yang ternyata belum memenuhi syarat sesuai dengan nilai
ujian itu. Semua itu sekarang sedang dipersiapkan, sedang digodok. Dengan
demikian, akan sesuai dengan putusan MA dan sisi lain sesuai dengan kehendak
sebagian dari rakyat kita, tanpa mengorbankan mutu dari pendidikan kita.
Yang kesepuluh, juga diangkat tadi, terutama oleh Pimpinan Mahkamah Konstitusi
sejumlah undang-undang yang di-review
atau digugat oleh kalangan masyarakat kita yang memiliki sensitivitas yang
tinggi. Kami bersepakat terhadap itu, Mahkamah Konstitusi harus mengelolanya
dengan sebaik-baiknya dengan penjelasan yang tepat kepada masyarakat, sekaligus
memutus masalah-masalah itu seadil-adilnya dengan tingkat kebenaran yang paling
tinggi. Yang dimaksudkan, misalkan undang-undang yang berkaitan dengan
kebebasan beragama, pornografi, BHP, maupun pemekaran wilayah.
Kemudian isu kesebelas berkaitan dengan penertiban hakim. Tentu dimana-mana
selalu ada oknum yang tidak tertib. Oleh karena itu, gerakan untuk reformasi
birokrasi itu pada prinsipnya kita jalankan terus di semua lembaga, bukan hanya
di wilayah peradilan atau pengadilan. Oleh karena itu, kita mendukung
langkah-langkah itu untuk memastikan, bahwa pengadilan kita makin kredibel.
Isu yang keduabelas adalah isu untuk terus meningkatkan kualitas
pertanggungjawaban keuangan dan kami berpendapat tadi, bahwa, baik BPK maupun
lembaga-lembaga negara, termasuk lembaga pemerintah harus terus berkomunikasi
memastikan semua pihak bisa terus melakukan upaya untuk meningkatkan kualitas
pertanggungjawaban keuangannya. Dari segi pemerintah saya mendukung penuh tadi,
inisiatif dari Ketua BPK untuk membangun yang disebut dengan e-audit, agar link and match terjadi antara lembaga-lembaga pemerintah dengan
BPK, dengan demikian sejak dini sudah bisa dicek, ditelusuri, tracking, apakah ada hal-hal yang tidak
wajar dalam penggunaan ataupun pertanggungjawaban keuangan itu.
Isu yang terakhir, yang tidak kalah pentingnya adalah kami semua bersepakat untuk
sungguh memahami tentang pilihan kehidupan ketatanegaraan kita. Checks and balances, tadi juga dibahas.
Itu tiada lain adalah agar para penyelenggara negara, lembaga-lembaga negara
itu betul-betul bisa saling bersinergi, saling melengkapi, saling mengontrol,
tidak ada abuse of power yang tidak
sesuai dengan distribusi kewenangan yang diatur dalam Undang-Undang Dasar atau
konstitusi kita.
Checks and balances bukan untuk
saling menjatuhkan, atau saling mengintip. Sebagai contoh, yang kita pilih
adalah sistem kabinet presidensiil, bukan kabinet parlementer, bukan sistem
parlementer yang sistem parlementer itu memungkinkan untuk setiap saat bisa
laksanakan tindakan mosi tidak percaya, sehingga kabinet bisa jatuh bangun,
menteri bisa berguguran, jiwanya tidak di situ. Presiden tidak bisa membubarkan
DPR, MPR dan DPD. Namun juga sebetulnya tidak berlaku semacam kultur mosi tidak
percaya yang dianut oleh sistem parlementer. Undang-Undang tentang impeachment
jelas sekali, dalam Undang-Undang Dasar ada Pasal 7, dalam keadaan apa, seorang
Presiden dan Wakil presiden bisa mendapatkan impeachment. Semua sudah diatur
dalam Undang-Undang Dasar kita. Oleh karena itu, sepatutnya kita semua memahami
tentang kandungan dari Undang-Undang Dasar kita. Dan sebagai konstitusionalis,
kita harus menjalankan Undang-Undang Dasar itu dengan sebenar-benarnya.
Itulah 13 isu yang tadi dibahas secara bersama dalam pertemuan di antara kami,
para Pemimpin Lembaga-lembaga Negara.
Â
Dengan penjelasan ini, saya berikan kesempatan 2, 3 pertanyaan kepada Saudara
yang berkaitan dengan topik ini.
Sdr. Rafael, Indosiar:
Selamat siang. Bapak Presiden, saya Rafael dari Indosiar. Saya mau tanya satu
hal. Pertemuan hari ini dengan Pimpinan dan Wakil Pimpinan Lembaga Tinggi
Negara mungkin mengundang banyak pertanyaan banyak pihak, karena bertepatan
dengan situasi politik nasional yang cukup memanas. Pertanyaan saya ialah
mengapa setelah pemerintahan jilid II ini berjalan 3 bulan, koordinasi atau
komunikasi dengan Lembaga-lembaga Tinggi Negara ini baru dijalankan hari ini,
apakah ada ketidakcocokan masing-masing Lembaga Tinggi Negara untuk menyikapi
situasi politik dalam negeri saat ini, terkait terutama kasus Century misalnya?
Dan apakah hari ini, pertemuan hari ini juga untuk menyamakan persepsi menghadapi
masalah ini? Terima kasih
Presiden Republik Indonesia:
Ya. Sudah saya jelaskan tujuan dari pertemuan ini, prakarsa dari pertemuan ini,
agenda dari pertemuan ini, isu-isu yang dibahas dari pertemuan ini. Jadi tidak
mengait sama sekali, ketidakakuran di antara Pimpinan Lembaga-lembaga Negara.
Kami tunduk kepada amanah Undang-Undang Dasar, wewenang, peran, fungsi dan
tugas kami masing-masing. Oleh karena itu, sebelum pertemuan ini, secara
kelembagaan, saya dengan Pimpinan DPD, saya dengan Pimpinan MPR, saya dengan
Pimpinan DPR, saya dengan Pimpinan Mahkamah Konstitusi juga ada
komunikasi-komunikasi di antara beliau-beliau pun juga ada komunikasi. Dengan
demikian, pertemuan ini tidak dirancang untuk membahas isu spesifik, misalkan
isu atau kasus Bank Century. Tidak. Tidak sama sekali. Kita membahas isu-isu
fundamental yang berkaitan dengan kehidupan bernegara ini.
Â
Sdr. Suhartono, Kompas:
Selamat siang. Suhartono dari Kompas. Pak Presiden, ini mohon maaf karena
memang kebetulan isunya memang masih hangat terkait dengan kasus Bank Century.
Jadi masih menambahkan lagi soal Bank Century. Mungkinkah dalam pembicaraan
tadi, ada semacam kesepakatan bersama, bagaimana jika terjadi hasil keputusan
Pansus, katakanlah misalkan terjadi kesalahan dalam kasus pengucuran Rp 6,7
triliun itu, apakah ada semacam penyelesaian bersama atau mengikuti ketentuan
yg ada, karena tadi Bapak menyinggung jangan sampai terjadi? Terima kasih.
Presiden Republik Indonesia:
Ya. Saya tidak mungkin menjawab hipotesa, bagaimana kalau Pansus ini
kesimpulannya A, atau kesimpulannya B, atau kesimpulannya C. Yang jelas kami
bersepakat tadi, ada masalah apapun, penyelesaiannya dikembalikan kepada
kerangka Undang-Undang Dasar, pada undang-undang dan aturan yang berlaku, di
situ. Tidak ada mencocok-cocokkan sikap, tidak ada membangun kesepakatan di
antara kami, solusinya harus seperti ini, hasilnya harus seperti ini. Tidak
Ada.
Â
Tetapi yang jelas, ini dari saya sendiri selaku Presiden, saya katakan
berkali-kali, bahwa angket terhadap kasus Bank Century ini, agar dijaga arah
tujuan dan konteksnya yang benar. Tidak diharapkan ada komplikasi lain, karena
kita ingin menegakkan aturan yang benar di negeri ini. Dan dalam pidato saya sebelumnya,
yang diinginkan rakyat adalah apakah ada korupsi dalam perkara Bank Century
ini, apakah ada aliran dana yang tidak sepatutnya, apakah sudah diambil
tindakan kepada pelaku-pelaku kejahatan intern Bank Century itu. Apakah ada conflict of interest, benturan
kepentingan dari pengambilan keputusan atau tindakan terhadap Bank Century itu.
Itu yang diinginkan atau ingin diketahui oleh rakyat. Oleh karena itu, arah
itulah yang sebenarnya kita tuju.
Â
Kemudian kalau itu menyangkut kebijakan, silakan dalam hal ini yang dimintai
keterangannya menjelaskan tentang seluk-beluk, tentang situasi, tentang
dasar-dasar dan pertimbangan kebijakan itu. Ingat, tidak ada wadah untuk yang
disebut kriminalisasi kebijakan. Kebijakan adalah sesuatu yang melekat pada
pejabat negara dalam menjalankan tugas, fungsi dan kewajibannya. Dengan demikian
dibikin terang saja, gamblang saja, jelas saja, dengan demikian rasional,
jernih, kontekstual, dengan demikian rakyat akan bisa mengikuti dengan baik.
Saya menyampaikan seperti itu, yang jelas kita semua sepakat ingin agar semua itu dikembalikan kepada kerangka Undang-Undang Dasar, undang-undang dan aturan yang berlaku. Dan apapun, tidak bisa kita arahkan ke sana, arahkan ke sini, karena itu amanah dari kami untuk betul-betul mengelola permasalahan dengan sebenar-benarnya, dengan niat yang baik untuk rakyat, bangsa dan negara. Satu terakhir.
Sdr. Desliana, TVOne:
Assalamu'alaikum warahmatullahi,
Â
Pak, saya Desliana dari TVOne. Ini tadi Bapak membahas tentang dinamika politik yang sedang menghangat saat-saat ini. Kemudian memang sudah berlangsung Pansus Century yang sedang berjalan pemeriksaannya. Saya mau nanya, Bapak juga tadi membahas tentang sistem, sistem kita bukan sistem parlementer, sementara di pemerintahan ini adalah sedang berlaku sistem koalisi. Karena itu, saya mau bertanya apakah memang kejadian, maksud saya peristiwa di Pansus Century dimana orang-orang melihat Partai Golkar sepertinya mulai bergeser dari koalisi pemerintahan dan apakah itu mengganggu koalisi di pemerintahan itu sendiri, Pak seperti itu?
Â
Presiden Republik Indonesia
Oke. Saya ulangi lagi. Tujuan pertemuan ini bukan hanya membahas dinamika
politik terkini, tapi membahas isu-isu fundamental, sekarang dan 5 tahun ke
depan. Itu dulu, jangan sampai direduksi seolah-olah kami datang hanya membahas
masalah sekarang, hanya membahas masalah politik, hanya membahas kasus Bank
Century. Kami bahas secara proporsional, isu-isu yang ada sekarang ini.
Â
Sistem parlementer dan sistem presidensil itu tidak apple to apple dengan koalisi sebenarnya, meskipun demokrasi kita
ini demokrasi multipartai dan diniscayakan koalisi dalam pemeritahan. Tapi
tetap sistemnya adalah kabinet presidensil. Dalam politik selalu ada dinamika.
Oleh karena itu, bagi kita kembalikanlah saja kepada sistem presidensil, kepada
aturan-aturan yang berlaku, kemudian kalau dinamika internal koalisi,
selesaikan secara koalisi, dan saya tidak pada posisi yang tepat di mimbar ini
untuk menjelaskan seluk-beluk yang berkaitan dengan koalisi.
Terima kasih.
Â
Wassalamualaikum warahmatullaahi wabarakatuh,
Â
Biro Naskah dan Penerjemahan,
Deputi Mensesneg Bidang Dukungan Kebijakan,
Sekretariat Negara RI