"Hanya 36 persen. Artinya masih belum banyak rakyat Indonesia yang menikmati manfaat dari produk dan layanan keuangan. Masih banyak yang belum mempunyai tabungan. Masih banyak yang sulit mendapat akses kepada pinjaman dari lembaga keuangan atau perbankan," ungkap Presiden saat peluncuran Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI) di Istana Negara, Jakarta, 18 November 2016.
Upaya peningkatan tersebut memang tidak main-main. Pemerintah sendiri telah menargetkan pada tahun 2019 nanti indeks keuangan inklusif Indonesia telah berada pada angka 75 persen. Demikian seperti dilansir Kepala Biro Pers, Media dan Informasi Sekretariat Presiden, Bey Machmudin.
"Oleh sebab itu sudah saya perintahkan kepada seluruh menteri, sekarang bantuan-bantuan sosial tidak boleh diberikan secara tunai. Harus masuk kepada sistem perbankan kita. Juga kepada seluruh gubernur, bupati, wali kota semuanya, bantuan-bantuan sosial yang jumlahnya juga triliunan itu bisa dilakukan melalui sistem keuangan," imbuhnya.
Presiden pun menginstruksikan kepada jajarannya agar meningkatkan akses kepada sistem keuangan bagi para pelaku usaha kecil seperti petani, nelayan, buruh, dan UMKM. Presiden Joko Widodo meyakini bila hal itu dilakukan, stabilitas keuangan nasional akan jauh lebih baik.
"Karena sekarang uang kita memang masih banyak yang disimpan di bawah kasur, di bawah bantal, tidak masuk ke sistem keuangan kita. Dan terbukti itu waktu kemarin tax amnesty yang dari bawah kasur, bawah bantal, dalam lemari semuanya keluar meskipun saya tahu itu belum semuanya," terangnya seraya menyinggung capaian program tax amnesty sebelumnya.
Peningkatan keuangan inklusif Indonesia merupakan bagian upaya pemerintah dalam pengentasan kemiskinan. Presiden Joko Widodo menyebut bahwa hal ini merupakan sebuah pekerjaan besar bagi pemerintah.
"Meningkatkan keuangan inklusif di Indonesia adalah langkah penting dalam perjuangan kita melawan kemiskinan, melawan kesenjangan sosial. Tanpa ini sulit kita akan melakukan itu. Ketika makin banyak rakyat dapat mengakses layanan perbankan, hidup mereka akan lebih teratur karena pengaturan keuangan pribadinya lebih baik," ujar presiden.
Maka itu, guna mewujudkan hal tersebut, presiden kembali mengingatkan bahwa politik yang diusung pemerintahannya ialah politik kerja. Seluruh pihak diminta untuk meninggalkan kebiasaan lama yang minim pelaksanaan.
"Agar target tersebut bisa tercapai maka kita harus meninggalkan kebiasaan lama yang banyak rencana, banyak strategi, tapi minim pelaksanaan. Boleh banyak rencana, boleh banyak strategi, tapi pelaksanaan juga banyak. Jadi tadi saya ingatkan lagi, akan saya cek, akan saya cek, akan saya cek. Pekerjaan apapun pasti akan saya kontrol," tegasnya.
SNKI yang pagi ini diluncurkan oleh presiden merupakan sebuah cara komprehensif yang dilakukan pemerintah guna meningkatkan indeks keuangan inklusif Indonesia. Strategi tersebut disusun pemerintah melalui koordinasi antara Bank Indonesia, Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan, dan Kementerian Keuangan. Terdapat 6 pilar dalam SNKI tersebut, yakni edukasi keuangan, fasilitas keuangan publik, pemetaan informasi keuangan, peraturan yang mendukung, fasilitas intermediasi dan saluran distribusi, serta perlindungan konsumen.
"Tugas juga sudah dibagi antar kementerian, antar institusi pemerintah, untuk setiap pilar. Jadi sudah dibagi-bagi. Tapi saya minta tetap semua bersinergi dalam pelaksanaannya. Turun langsung ke lapangan, lihat hambatannya, dan langsung selesaikan, carikan solusinya," tutup presiden diikuti dengan pernyataan peluncuran SNKI.
Turut hadir dalam acara peluncuran tersebut di antaranya Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Muliaman Hadad, Menteri Koordinator (Menko) bidang Perekonomian Darmin Nasution, Menko bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan, Menko bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani, Menko bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa, Kepala Badan Ekonomi Kreatif Triawan Munaf dan Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki. (Humas Kemensetneg)