Jakarta : Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan bahwa Pasal 49 ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) bertentangan dengan Pasal 31 ayat (4) UUD 1945.
Berarti, komponen gaji pendidikan dimasukkan ke dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN)/Daerah (APBD).
Sedangkan permohonan pengujian UU Nomor 18/2006 tentang Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2007, tidak dapat diterima oleh majelis hakim konstitusi.
Hal tersebut terungkap dalam putusan persidangan pengujian Undang-Undang (UU) Nomor 20/2003 tentang Sisdiknas dan UU Nomor 18/2006 tentang Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2007 di Jakarta, Rabu.
Uji materi diajukan Rahmatiah Abbas (guru) dan Prof Dr Badryah Rifai (Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin) dengan kuasa hukumnya, Elza Syarief SH.
Majelis Hakim Konstitusi MK yang dipimpin Jimly Asshiddiqie, berpendapat dalil para pemohon sepanjang menyangkut frasa "gaji pendidik" dan dalam ketentuan Pasal 49 ayat (1) UU Sisdiknas bertentangan dengan Pasal 31 ayat (4) UUD 1945, adalah, beralasan sehingga gaji pendidik harus secara penuh diperhitungkan dalam penyusunan anggaran pendidikan.
"Bahwa dengan dimasukkannya komponen gaji pendidik dalam perhitungan anggaran pendidikan, menjadi lebih mudah bagi pemerintah bersama DPR untuk melaksanakan
kewajiban memenuhi anggaran pendidikan 20 persen dalam APBN," katanya.
Majelis hakim menambahkan jika komponen gaji pendidik dikeluarkan, anggaran pendidikan dalam APBN hanya sebesar 11,8 persen, sedangkan dengan memasukkan
komponen gaji pendidik, anggaran pendidikan dalam APBN 2007 mencapai 18 persen.
Karena itu, dengan adanya putusan ini, tidak boleh lagi ada alasan untuk menghindar atau menunda-nunda pemenuhan ketentuan anggaran sekurang-kurangannya 20 persen untuk pendidikan baik dalam APBN maupun APBD.
"Dengan demikian dalam penyusunan anggaran pendidikan, gaji pendidik sebagai bagian dari komponen gaji pendidikan dimasukkan dalam penyusunan APBN/APBD," katanya.
Apabila, kata dia, gaji pendidik tidak dimasukkan dalam anggaran pendidik dalam penyusunan APBN/APBD dan anggaran pendidikan tersebut kurang dari 20 persen APBN/APBD, maka UU dan peraturan yang menyangkut anggaran pendapatan dan belanja dimaksud bertentangan dengan Pasal 31 ayat (4) UUD 1945.
Berkait dengan dalil para pemohon terhadap UU APBN 2007, mahkamah berpendapat, UU APBN mempunyai karakter yang berbeda dengan UU pada umumnya diantaranya
bersifat "eenmalig" yang berlaku hanya untuk satu tahun dan sudah berakhir.
"Oleh karena itu, dalil para pemohon sepanjang menyangkut UU APBN 2007 tidak perlu dipertimbangkan lebih lanjut," katanya.
Sementara itu, Ketua Pengurus Besar (PB) Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Azin Husein, mengatakan, dirinya sangat kecewa dengan putusan itu, berarti pemerintah hanya tinggal menambah dua persen dari APBN.
"Seharusnya dana untuk sarana dan prasarana itu sebesar 20 persen, bukannya termasuk dengan gaji pendidikan. Padahal masih banyak yang diperlukan untuk sarana yang ada, seperti, bangunan sekolah yang rusak," katanya.
Hal senada dikatakan oleh Ketua Dewan Direktur Center for Indonesian and National Policy Studies (Cinaps), Prof Dr Soedijarto MA, yang mengatakan sebenarnya gaji guru itu sudah tertuang dalam UU Guru.
"Jadi tidak perlu dimasukkan dalam APBN, bagaimana untuk mencerdaskan bangsa jika anggaran yang ada masih minim," katanya.
Berarti, komponen gaji pendidikan dimasukkan ke dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN)/Daerah (APBD).
Sedangkan permohonan pengujian UU Nomor 18/2006 tentang Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2007, tidak dapat diterima oleh majelis hakim konstitusi.
Hal tersebut terungkap dalam putusan persidangan pengujian Undang-Undang (UU) Nomor 20/2003 tentang Sisdiknas dan UU Nomor 18/2006 tentang Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2007 di Jakarta, Rabu.
Uji materi diajukan Rahmatiah Abbas (guru) dan Prof Dr Badryah Rifai (Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin) dengan kuasa hukumnya, Elza Syarief SH.
Majelis Hakim Konstitusi MK yang dipimpin Jimly Asshiddiqie, berpendapat dalil para pemohon sepanjang menyangkut frasa "gaji pendidik" dan dalam ketentuan Pasal 49 ayat (1) UU Sisdiknas bertentangan dengan Pasal 31 ayat (4) UUD 1945, adalah, beralasan sehingga gaji pendidik harus secara penuh diperhitungkan dalam penyusunan anggaran pendidikan.
"Bahwa dengan dimasukkannya komponen gaji pendidik dalam perhitungan anggaran pendidikan, menjadi lebih mudah bagi pemerintah bersama DPR untuk melaksanakan
kewajiban memenuhi anggaran pendidikan 20 persen dalam APBN," katanya.
Majelis hakim menambahkan jika komponen gaji pendidik dikeluarkan, anggaran pendidikan dalam APBN hanya sebesar 11,8 persen, sedangkan dengan memasukkan
komponen gaji pendidik, anggaran pendidikan dalam APBN 2007 mencapai 18 persen.
Karena itu, dengan adanya putusan ini, tidak boleh lagi ada alasan untuk menghindar atau menunda-nunda pemenuhan ketentuan anggaran sekurang-kurangannya 20 persen untuk pendidikan baik dalam APBN maupun APBD.
"Dengan demikian dalam penyusunan anggaran pendidikan, gaji pendidik sebagai bagian dari komponen gaji pendidikan dimasukkan dalam penyusunan APBN/APBD," katanya.
Apabila, kata dia, gaji pendidik tidak dimasukkan dalam anggaran pendidik dalam penyusunan APBN/APBD dan anggaran pendidikan tersebut kurang dari 20 persen APBN/APBD, maka UU dan peraturan yang menyangkut anggaran pendapatan dan belanja dimaksud bertentangan dengan Pasal 31 ayat (4) UUD 1945.
Berkait dengan dalil para pemohon terhadap UU APBN 2007, mahkamah berpendapat, UU APBN mempunyai karakter yang berbeda dengan UU pada umumnya diantaranya
bersifat "eenmalig" yang berlaku hanya untuk satu tahun dan sudah berakhir.
"Oleh karena itu, dalil para pemohon sepanjang menyangkut UU APBN 2007 tidak perlu dipertimbangkan lebih lanjut," katanya.
Sementara itu, Ketua Pengurus Besar (PB) Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Azin Husein, mengatakan, dirinya sangat kecewa dengan putusan itu, berarti pemerintah hanya tinggal menambah dua persen dari APBN.
"Seharusnya dana untuk sarana dan prasarana itu sebesar 20 persen, bukannya termasuk dengan gaji pendidikan. Padahal masih banyak yang diperlukan untuk sarana yang ada, seperti, bangunan sekolah yang rusak," katanya.
Hal senada dikatakan oleh Ketua Dewan Direktur Center for Indonesian and National Policy Studies (Cinaps), Prof Dr Soedijarto MA, yang mengatakan sebenarnya gaji guru itu sudah tertuang dalam UU Guru.
"Jadi tidak perlu dimasukkan dalam APBN, bagaimana untuk mencerdaskan bangsa jika anggaran yang ada masih minim," katanya.
Â
Â
Â
Sumber: Antara
Bagaimana pendapat anda mengenai artikel ini?