Dalam pertemuan tersebut, Presiden SBY diberi kepercayaan untuk menjadi pembicara utama dalam sesi Working Lunch. Acara ini membahas ketahanan pangan, keadaan ekonomi dunia, termasuk kenaikan harga minyak dan melonjaknya harga pangan.
Presiden SBY mengatakan, untuk mendorong produksi pangan, dunia memerlukan revolusi hijau generasi kedua yang merupakan versi terbaru dari revolusi hijau yang sukses di tahun 1960. "Revolusi ini mensyaratkan seluruh negara berkembang, yang saat ini ditujukan bagi Afrika, untuk menjadikan kembali pertanian sebagai inti agenda pembangunan mereka, terutama untuk meningkatkan pangan," kata Presiden.
Negara-negara berkembang, lanjut SBY, harus menciptakan kebijakan lingkungan yang tepat dan menjalankan pemerintahan yang baik untuk meningkatkan sektor pertanian mereka. "Hal ini juga mensyaratkan agar negara-negara berkembang saling berkomunikasi dan mengintegrasikan produksi pangan mereka disesuaikan dengan pasokan rantai pangan," Presiden menjelaskan. "Dan tentunya itu terjadi saat revolusi hijau generasi kedua sedang berlangsung. Kita harus memastikan itu tidak mengorbankan lingkungan.dan juga penting bagi kita untuk menignkatkan produktivitas petani di tingkat menengah dan kecil," SBY menambahkan.
Negara-negara maju, menurut SBY, dapat membantu negara-negara berkembang dengan berinvestasi dalam jumlah besar di bidang pertanian. Salah satunya adalah dengan membagikan pengetahuan dan teknologi guna meningkatkan produksi pangan. "Juga dengan menggunakan bantuan dan kebijakan perdagangan mereka untuk meningkatkan produksi di negara berkembang," ujar SBY dalam diskusi tersebut.
Presiden kemudian menjadikan Indonesia sebagai contoh sukses dalam meningkatkan produktivitas sejumlah petani dalam penggunaan bibit hibrida yang mampu mendorong produksi beras. "Jika ini bisa diaplikasikan secara luas di negara-negara lain, kita akan melihat adanya peningkatakan supply pangan secara global. Indonesia sangat beruntung bisa menciptakan keseimbangan antara permintaan dan pasokan pangan. Setelah adanya fluktuasi dalam beberapa bulan, harga di dalam negeri dapat distabilkan. Situasi pangan saat ini memberikan alasan yang kuat bagi komunitas dunia untuk mendorong suksesnya Agenda Doha untuk beberapa pekan ke depan," Presiden SBY menuturkan.
Dunia saat ini menghadapi situasi yang paradoks. Di satu pihak, banyak negara berkembang terpukul akibat meningkatnya harga bahan pangan, seperti di Asia, Afrika dan Amerika Latin. "Namun di sisi lain, kami memiliki sjeumlah kecil negara-negara penghasil minyak yang dibanjiri dengan petro dollar," kata SBY. Oleh karena itu, Presiden SBY meminta negara-negara besar penghasil minyak yang mendapatkan keuntungan dari petro dolar tersebut untuk berusaha keras membantu negara-negara yang sekarat akibat krisis pangan ini.
Sumber :
http://www.presidenri.go.id/index.php/fokus/2008/07/09/3264.html