"Kok ada uang yang ditempatkan di luar negeri. Tidak apa-apa sebetulnya,
dalam bisnis hal seperti itu tidak apa-apa. Tapi, saat ini negara membutuhkan
partisipasi Bapak/Ibu semua. Sehingga kita carikan payung hukumnya," ucap
Pesiden. Presiden Joko Widodo lalu menjelaskan, payung hukum yang dimaksud
tentu saja berupa Undang-Undang Amnesti Pajak yang saat ini gencar
disosialisasikan.
Presiden tidak lupa mengucapkan rasa terima kasih nya kepada sembilan anggota
Komisi XI DPR RI yang hadir pada acara tersebut. Sebab, kesemuanya berperan
besar dalam memberikan persetujuan bagi UU Pengampunan Pajak agar Indonesia
dapat mengejar negara lainnya.
"Beliau inilah yang memberikan persetujuan dan dengan kecepatan yang
sangat cepat menyelesaikan UU Tax Amnesty. Begitu momentum hilang, tidak tahu
kapan lagi kita bisa menarik uang itu," ucap Presiden.
Amesti pajak merupakan sebuah penghapusan pajak yang seharusnya terhutang.
Amnesti pajak turut menghapus sanksi-sanksi administrasinya. Selain itu,
amnesti pajak juga membebaskan sanksi pidana perpajakan dan penghentian proses
pemeriksaan serta penyidikan tindak pidana perpajakan. Namun, kebijakan ini
hanya dapat diikuti bagi mereka yang tidak sedang berperkara dan sedang
menjalani hukuman pidana perpajakan.
Syarat untuk mengikuti kebijakan amnesti pajak ini sangat mudah. Presiden
memberikan contoh, seseorang yang memiliki uang di bawah bantal dan belum
dilaporkan perlu segera dilaporkan. Demikian pula bila memiliki simpanan di
luar negeri, juga harus segera dilaporkan.
"Disampaikan mumpung ada Undang-Undang Tax Amnesty. Kemudian bayar
tebusan. Uang tebusan juga sangat rendah sekali. Yang kita inginkan adalah agar
uang ini masuk," terangnya.
Mengenai kerahasiaan data wajib pajak, Presiden Joko Widodo menyebut,
Undang-Undang Tax Amnesty menjamin
data para wajib pajak yang mengikuti program ini tidak bisa disebarkan.
Data-data tersebut juga tidak dapat dijadikan dasar untuk penuntutan.
"Data tax amnesty tidak bisa dijadikan
dasar untuk penuntutan, tidak dapat diminta oleh siapapun, dan tidak diberikan
kepada siapapun. Hati-hati, kalau membocorkan bisa terkena pidana maksimum lima
tahun," lanjut Presiden.
Kebutuhan Dana Pembangunan Infrastruktur
Fokus utama pemerintahan Presiden Joko Widodo ialah pembangunan infrastruktur
sebagai kesiapan modal menghadapi persaingan global. Untuk membangunnya, negara
diperkirakan memerlukan dana sekitar Rp4.900 triliun. Sedangkan kemampuan APBN
hanya sanggup menganggarkan sebesar Rp1.500 triliun.
"Artinya kurang Rp3.400 triliun. Dari mana uangnya? Dari Bapak/Ibu semua
dikumpulkan sehingga bisa kita pakai dan infrastruktur rampung. Kalau rampung,
pertarungan bisa kita mulai. Pasti nanti biaya logistik transportasi jauh lebih
murah," ujar Presiden.
Dana yang masuk melalui kebijakan amnesti pajak tersebut akan digunakan
pemerintah untuk investasi jangka menengah dan panjang. Misalnya untuk
membangun pelabuhan, jalan tol, pembangkit listrik, serta beragam fasilitas
penunjang lain.
"Bangun infrastruktur, misalnya aiport, jalan tol, pembangkit listrik
karena kita semua sedang butuh 35.000 MW lima tahun ke depan. Coba taruh di
luar, dapat berapa sih (bunganya)? Bandingkan kalau di sini," tanya
Presoden kepada hadirin.
Terkait dengan kesiapan perbankan untuk menampung dana repatriasi, Presiden
menyebut bahwa saat ini perbankan nasional telah siap untuk menerimanya.
"Perbankan saya kira semua siap, ada 18 bank yang juga bisa menerima dan
menampung dana-dana tersebut," terang Presiden.
Hadir mendampingi Presiden dan Ibu Negara Iriana Joko Widodo antara lain Gubernur
Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo; Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) Muliaman Hadad; Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro; Menteri
BUMN, Rini Soemarno; Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung; Gubernur
Sumatera Utara, Tengku Erry Nuradi; dan Direktur Jenderal Pajak Kementerian
Keuangan, Ken Dwijugiasteadi. (Humas
Kemensetneg)
Â