SAMBUTAN
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
PADA ACARA
PEMBUKAAN RAPAT KOORDINASI DAN KONSULTASI PENEGAK HUKUM
PADA TANGGAL 4 MEI 2010
DI ISTANA NEGARA, JAKARTA
Â
Â
Bismillaahirrahmaanirrahiim,
Â
Assalaamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Â
Salam sejahtera untuk kita semua,
Â
Yang saya hormati Saudara Ketua Mahkamah Agung dan para Ketua Pengadilan Tinggi,
Â
Saudara Ketua Mahkamah Konstitusi,
Â
Para Menteri dan Anggota Kabinet Indonesia Bersatu II,
Â
Saudara Jaksa Agung dan para Kepala Kejaksaan Tinggi,
Â
Saudara Kapolri dengan para Kapolda,
Â
Saudara Panglima TNI,
Â
Para Anggota Dewan Pertimbangan Presiden,
Â
Saudara Ketua Komisi III dan para Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia,
Â
Pimpinan Komisi Ombudsman,
Â
Para Pengacara, Advokat.
Â
Hadirin sekalian, khususnya para penegak hukum dan penegak keadilan yang saya cintai dan saya banggakan,
Â
Marilah sekali lagi pada kesempatan yang baik dan insya Allah penuh berkah ini, kita panjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena kita semua masih diberikan kesempatan sejarah untuk berkontribusi dalam pembangunan bangsa, utamanya di dalam menegakkan hukum dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Â
Saya juga ingin mengucapkan selamat datang kepada para peserta rapat koordinasi dan konsultasi, dan selamat melaksanakan rapat koordinasi dan saling berkonsultasi. Saya menyambut baik dan mendukung penuh prakarsa untuk melaksanakan rapat koordinasi dan konsultasi ini.
Â
Harapan saya keterpaduan bukan hanya di atas kertas sebagaimana yang kita saksikan tadi, penandatanganan oleh Ketua Mahkamah Agung, Menteri Hukum dan HAM, Jaksa Agung dan Kapolri, tapi keterpaduan yang sinergis bisa juga dilaksanakan di lapangan. Bukan kolusi tapi sesuatu yang memang menjadi kewenangan, tugas dan kewajiban sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Dasar dan Undang-undang yang berlaku.
Â
Saya tahu Saudara telah berbuat banyak, telah melakukan reformasi dan hasilnya nyata. Saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan, tapi apa yang Saudara lakukan, apa yang kita lakukan belum cukup, karena masih kita hadapi sejumlah persoalan. Oleh karena itu mari kita lanjutkan reformasi, kita tingkatkan kinerja kita semua agar hukum dan keadilan betul-betul tegak di negeri tercinta ini.
Â
Saudara-saudara,
Â
Sebagai awal dari sambutan dan arahan, ajakan, dan harapan saya kepada Saudara semua, baik selaku Kepala Negara maupun Kepala Pemerintahan, saya ingin berbagi pengalaman dan perasaan dalam arti sharing, agar Saudara bisa memahami liku-liku, sisi-sisi, dan berbagai, sebutlah, ragam masalah yang berkaitan dengan hukum dan keadilan.
Â
Saya mulai dari pertama. Ketika saya harus memberikan grasi, atau amnesti atau abolisi, atau rehabilitasi, utamanya bagi seseorang yang telah dijatuhi hukuman mati atau hukuman seumur hidup. Membaca permohonan grasi itu tidak cukup sekali saya. Sekali, dua kali, saya baca lampirannya, inti kasusnya, hukuman yang dijatuhkan dan seterusnya. Mengapa Saudara-saudara? Karena itu berkaitan dengan rasa keadilan, berkaitan sering dengan nyawa manusia. Oleh karena itu, pertimbangan dan telaah yang saya lakukan meskipun seolah-olah tinggal menolak atau menyetujui, meskipun sudah mendapatkan pertimbangan dari Mahkamah Agung, kalau itu menyangkut grasi, tapi sekali lagi it is about justice.
Â
Apalagi Saudara yang memutus perkara itu dengan proses sebelumnya mulai penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan diakhiri dengan palu, itu juga tidak boleh salah, karena sekali lagi merusak rasa keadilan manakala terjadi kesalahan.
Â
Yang kedua, ketika saya berkunjung ke Lembaga Pemasyarakatan di mana anak-anak kita menjalani hukuman di situ, dan ketika saya berkunjung ke Pusat Rehabilitasi Sosial di mana para lansia ada di situ, termasuk mereka yang tergolong kelompok miskin, saya merasakan derita yang dialami oleh anak-anak kita di Lembaga Pemasyarakatan. Sebagian menurut saya, hukumannya terlalu berat, too much, sebagian tepat. Juga bagi lansia, lagi-lagi dalam memutus perkara lihatlah secara utuh karena hukum tidak boleh berjarak dengan keadilan.
Â
Yang ketiga, ketika saya melihat tayangan televisi, membaca koran, masih ada kasus-kasus seorang lanjut usia yang miskin, khilaf melanggar hukum karena untuk mendapatkan nafkah dalam kehidupan seharinya yang berat, dihukum secara berlebihan. Sebaliknya, kita baca pelaku kejahatan illegal logging sering mendapatkan hukuman yang ringan, dendanyapun sedikit. Ini merusak rasa keadilan masyarakat.
Â
Yang keempat, sampai sekarang saya menerima SMS dari warga Indonesia, menerima surat dari mereka. Sampai hari kemarin, SMS yang telah saya terima berjumlah 3.049.754, surat 108.249, yang tiap 2 minggu direkap kemudian dilaporkan kepada saya dan saya baca. Diantara jutaan SMS dan lebih dari seratus ribu surat itu banyak yang mencari keadilan. Mereka merasa sudah buntu kemana-mana, akhirnya mengadunya ke Presiden, ke Ibu Negara, karena tahu pasti disampaikan kepada Presiden. Jadi kalau survey itu sample-nya 2500, kalau satu tahun empat kali survey 10 ribu, kalau 5 tahun paling-paling yang di survei itu 3 juta. Kalau dibedah, dianalisis dan disimpulkan, mungkin ini tidak kalah reliability-nya dengan hasil survey.
Â
Yang kelima, saya, para menteri, banyak menerima komplain, keluhan dari para investor dan dunia usaha, baik dari dalam maupun luar negeri. Kalau bicara investor jangan dikiranya pasti investor luar negeri, lebih banyak investor dalam negeri. Mereka mengatakan masih banyak pungli akibatnya overhead cost-nya tinggi, dibebankan biaya operasional, membuat satuan yang dihasilkan barang dan jasa lebih mahal, yang menderita masyarakat kita. Perlindungan kontrak dianggap rendah, kalau ada persengketaan dalam dispute settlement, keluhan mereka, keputusan pengadilan itu unpredictable. Sebagian besar tepat, tapi sebagian kecil menurut mereka unacceptable, by international standard, ini keluhan mereka.
Â
Untuk melengkapi apa yang saya alami, yang saya rasakan, yang saya ketahui, untuk sama-sama kita berbagi semuanya itu untuk kepentingan yang baik, membenahi, memperbaiki dan menyempurnakan sistem hukum dan keadilan kita, saya ingin menyampaikan dalam penyusunan APBN. APBN kita alhamdulillah sekarang sudah mencapai Rp 1.100 triliun lebih, kenaikan yang luar biasa, tapi problematikanya bukan di situ. Kita harus mencari keseimbangan dalam alokasi dan distribusi dari pembelanjaan negara. Ada conflict of interest, benturan kepentingan antar satu kementerian dengan kementerian lain, satu lembaga dengan lembaga lain, pusat dengan daerah dan seterusnya. Kita ingin membelanjakan dalam jumlah yang lebih besar dari pendapatan yang selalu ada batasnya.
Â
Saudara-saudara,
Â
Seribu triliun lebih itu tidak semuanya kita gunakan untuk menjalankan tugas-tugas pemerintahan umum dan tugas-tugas pembangunan seperti pendidikan yang 20%, pertahanan, kesehatan, transportasi nasional atau perhubungan, tapi juga kita gunakan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, yang pertumbuhan ekonomi diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, misalnya dalam membangun infrastruktur, subsidi yang tidak kecil, listrik, bahan bakar, pupuk, dan sebagainya. Alokasi untuk pengentasan kemiskinan tidak sedikit, social safety net, dan yang terakhir membayar cicilan hutang dan pokoknya yang tidak sedikit.
Â
Yang ingin saya sampaikan, bukan the complexity of allocation and distribution dari anggaran itu, bukan itunya. Betapa tidak mudahnya membangun keseimbangan untuk penganggaran yang baik. Tetapi andaikata pendapatan negara tidak dikorupsi, andaikata penerimaan negara termasuk pajak itu tidak banyak yang bocor, andaikata tidak ada kongkalikong dalam penyusunan APBN dan APBD yang merugikan negara, lebih banyak lagi yang bisa kita selamatkan, dan itu bisa kita gunakan untuk pendidikan, kesehatan, pengurangan kemiskinan, untuk usaha kecil dan menengah, untuk pembangunan infrastruktur, dan sebagainya.
Â
Saudara-saudara,
Â
Dari tujuh cerita saya tadi, sesungguhnya saya bercerita tentang hukum dan keadilan. Saya yakin Saudara juga mengalami dialog yang sama dalam batin Saudara, bagaimana kita makin cakap dan bijak dalam menegakkan hukum dan keadilan di negeri ini.
Â
Setelah saya mengemban tugas selama lima setengah tahun ini saya memiliki kesimpulan, paling tidak, ada tujuh isu utama di bidang hukum dan keadilan. Pertama, korupsi. Kedua, mafia dan kolusi dalam penegakan hukum. Ketiga, hukuman yang tidak tepat, ada yang terlalu berat tapi juga ada yang terlalu ringan. Empat, keadilan bagi si korban. Lima, campur tangan politik. Enam, persoalan pemasyarakatan dan reintegrasi sosial bagi mereka yang telah menjalani hukuman, agar dia punya masa depan baru. Dan yang ketujuh, yang tidak kalah pentingnya, pencegahan dan penangkalan tindak kejahatan. Tujuh isu itulah yang menjadi pekerjaan rumah kita, terlebih Saudara-saudara para penegak hukum dan keadilan.
Â
Saya ingin langsung, bagaimana kita bertindak untuk mengatasi tujuh isu itu. Disinilah bedanya pemerintah dengan Saudara, dibandingkan dengan para pengamat, analis dan pengawas, yang juga sering cerdas, sering tepat, harusnya begini, harusnya begitu, jangan begini, jangan begitu, kalau tidak begini betul semua, tapi berhenti di situ. Nah, kita harus benar-benar menjalankannya, melaksanakannya. Menjalankan dan melaksanakan itu sendiri sering tidak semudah apa yang diucapkan. Oleh karena itu, kita harus bisa menterjemahkan antara words, kata-kata, got action, tindakan.
Â
Saudara berkumpul di sini untuk itu. Saya kira pemahaman tentang isu, tentang masalah sudah sama. Oleh karena itu, tugas kita mengatasi masalah itu, memperbaiki keadaan itu, meningkatkan kinerja kita.
Â
Saudara-saudara,
Â
Kita bicara langkah tindak, kita bicara actions. Pertama, pemberantasan korupsi harus terus berjalan dan harus makin intensif. Saya telah mengeluarkan Instruksi Presiden pada bulan Desember 2004, enam tahun yang lalu, masih berlaku. Â Hukum pelakunya, hukum para koruptornya dan kembalikan aset negara, itu baru impas. Oleh karena itu, kepiawaian para penegak hukum bukan hanya memberikan sanksi hukuman pada pelaku korupsi tapi juga pada membawa kembali aset negara yang telah dikorupsi.
Â
Yang kedua, tindakan dalam memberantas mafia dan kolusi dalam penegakan hukum, cegah, dan mari terus kita berantas. Sama dengan korupsi tadi, sampai aset negara bisa diselamatkan dan tentu memberikan sanksi pada yang melakukan kejahatan itu.
Â
Saya ingin memberikan atensi kepada Saudara semua, sentuh dengan sunguh-sungguh, cegah, hindari, tapi kalau terjadi ya tindak, yang namanya mafia di bidang perpajakan, di bidang illegal logging dan kasus-kasus besar karena pasti kerugian negara juga besar. Bukan kita memberikan toleransi pada praktek-praktek kejahatan yang kecil tapi atensinya jangan dibalik, habis ngurusi yang kecil yang besar nanti, tetapi alpa kita, gagal untuk menyelesaikan kasus-kasus besar.
Â
Yang ketiga, untuk mengatasi, mencegah, agar hukuman itu menjadi terlalu berat dan terlalu ringan. Ya ini persoalan hati, menegakkan keadilan tidak cukup hanya dengan pikiran tapi juga dengan hati. Jangan sampai meringankan hukuman seseorang karena disogok. Saya minta atensi Saudara pada kelompok marginal, anak-anak, lanjut usia, kaum miskin. Pemerintah telah menetapkan kebijakan keadilan untuk semua, justice for all, tentu ini tetap menghormati kewenangan dan independensi para penegak hukum. Ini adalah satu bagian untuk diintegrasikan dalam betul-betul menegakkan justice for all.
Â
Yang keempat, persoalan bagaimana kita memberikan keadilan bagi korban. Banyak kasus masa lalu, kasus hukum dan kasus HAM, yang kalau kita pikir-pikir memang memerlukan restorative justice.restorative justice untuk memberikan rasa keadilan bagi sang korban. Oleh karena itu, saya berharap selesai rakor dan konsultasi ini kita bisa menetapkan semacam kebijakan negara yang tepat dan adil, libatkan eksekutif, legislatif dan yudikatif, dengarkan masukan dari LSM dan NGO, tentu restorative justice ini kalau harus berwujud dalam santunan, dalam batas kemampuan negara. Saya tahu persoalannya sering rumit, sering kompleks, tidak hitam putih, tidak semudah, tapi bagaimanapun kita harus menegakkan
Â
Yang kelima, bagaimana mencegah campur tangan politik dalam penegakan hukum. Satu-satunya mari, saya mengajak para politisi di negeri ini apakah eksekutif maupun legislatif, di pusat maupun di daerah, dan siapapun yang di luar jajaran penegak hukum, untuk sungguh menghormati kewenangan dan independensi para penegak hukum. Campur tangan dari manapun yang tentu tidak sesuai dengan asas supremasi hukum dan rule of law, apakah campur tangan itu dari eksekutif, dari legislatif, dari LSM, dari pihak manapun juga harus dicegah dan dihindari. Ini yang bikin rusak, when politics involved dalam law enforcement, apalagi kalau intervensi politik itu disertai dengan money politics, politik uang, lengkap sudah ketidakbenaran dalam penegakan hukum itu.
Â
Kuncinya Saudara-saudara, politisi jangan masuk ranah hukum, penegak hukum jangan masuk ranah politik. Itu saja. Saya ulangi politisi jangan masuk ranah hukum, penegak hukum jangan masuk ranah politik, supaya terbebas dari kontaminasi dan benturan kepentingan apapun.
Â
Yang keenam, bagaimana kita memastikan upaya pemasyarakatan dan reintegrasi sosial para narapidana itu tepat dan baik. Saya tahu banyak kekurangan kapasitas dalam Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara. Saya sudah memerintahkan untuk meningkatkan kapasitas, baik yang reguler maupun crash program, dengan harapan DPR menyetujui dalam dua tahun ini kita akan alokasikan Rp 1 triliun untuk meningkatkan kapasitas Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah-Rumah Tahanan Negara.
Â
Kita juga perlu meningkatkan kemampuan petugas, harus cukup psikolognya, harus cukup ahli pendidikannya, harus cukup ahli hukumnya, supaya dalam melaksanakan pembimbingan kepada narapidana itu betul-betul kena dan setelah kembali ke masyarakat luas nanti dia punya masa depan baru, punya harapan baru dan punya pilihan baru.
Â
Di samping itu, materi yang diberikan dan metodologi bimbingan juga harus tepat. Saya mengoreksi kemarin, tidak ada bedanya pendidikan di SD dan SMP dengan apa yang diajarkan di Lapas anak-anak, mestinya berbeda, harus banyak menyentuh alam pikiran dan hati mereka, cara pandang mereka, mindset mereka. Dengan demikian, dia menjadi "orang baru" yang menghormati hukum, tidak boleh disamakan dengan kurikulum atau metodologi di pendidikan yang umum dan tentunya yang lain-lain. Tentu ada tujuan untuk efek penjeraan, ada sedikit barangkali efek pembalasan tetapi selebihnya harus mengarah kepada reintegrasi sosial dan juga pada yang disebut dengan restorative justice.
Â
Yang ketujuh, atau yang terakhir, di bidang action, tindakan kita, bagaimana ke depan kita bisa secara efektif menangkal dan mencegah berbagai tindak kejahatan. Saudara tahu bahwa pencegahan lebih baik daripada penindakan, pahala kita akan tinggi kalau kita bisa mencegah korban, baik korban kejahatan maupun penjahat sendiri yang nantinya juga akan dihukum.
Â
Oleh karena itu, pendidikan dan sosialisasi hukum harus tetap intensif dan ekstensif, tembuslah semua lapisan masyarakat, intensif dan ekstensif. Bangun konsultasi hukum bagi mereka yang ragu-ragu untuk mengambil keputusan atau bertindak, misalnya bupati, walikota, gubernur, siapapun. Ini kalau saya ngambil keputusan begini saya mengambil kebijakan APBD begini, ada situasi begini saya harus merespon dengan cepat, salah apa tidak, melanggar hukum atau tidak, termasuk korupsi atau tidak. Jangan dijebak, akhirnya terlanjur salah.
Â
Disinilah unsur pencegahan, unsur konsultasi menjadi sangat penting. Kalau pejabat negara ragu-ragu, tidak mau mengambil keputusan, tidak mau menetapkan kebijakan, lumpuh pemerintahan ini. Cara pandang kita yang cerdas adalah bagi yang ragu-ragu dibikin tidak ragu-ragu, ini boleh dong, ini boleh, ini tidak boleh. Bangun mekanisme bantuan hukum preventif, bukan setelah terjadi kejahatan baru kita bantuan hukum.
Â
Lembaga audit internal harus juga berfungsi dengan baik, mencegah, mencegah, mencegah, mengingatkan, mengingatkan, mengingatkan, membimbing, membimbing, membimbing. Kemudian ini kecil, perbanyaklah plang-plang peringatan atau papan begitu, taruh di kecamatan, di desa, apa yang termasuk kejahatan dan resikonya apa. Supaya semuanya ingat, apakah kejahatan terorisme, kejahatan narkotika, apapun. Banyak negara seperti itu. Untuk mencegah, kalau rakyat kita 24 jam di terminal, di tempat kepala desa, di sekolah, dimanapun, tempat-tempat publik, melihat peringatan itu, paling tidak diingatkan. Banyak cara yang harus kita lakukan, yang dapat kita lakukan untuk mencegah dan menangkal tindak kejahatan.
Â
Saudara-saudara,
Â
Tiga kasus terakhir akhirnya menjadi masalah hukum, yaitu kasus Priok, kasus Batam, dan kasus Bogor. Kalau dilakukan pencegahan, kalau ada langkah-langkah antisipatif dan proaktif, sesungguhnya bisa dicegah. Banyak sekali di negeri ini, karena kepemimpinan, karena kurangnya perhatian, karena menyelesaikan masalah tidak tuntas, meledak dimana-mana, menjadi aksi kekerasan, kerusuhan sosial, pelanggaran hukum, apalagi dengan perusakan-perusakan, ruginya berkali-kali. Kita berharap ini juga domain dari penegak hukum maupun non penegak hukum untuk betul-betul kita bisa mencegah sejauh mungkin tindak kejahatan dan pelanggaran hukum yang bisa terjadi.
Â
Saudara-saudara,
Â
Dengan penjelasan penting itu, maka Saudara mengetahui bahwa lima tahun mendatang 2009-2014, Pemerintah yang saya pimpin telah menetapkan tiga pilar Pembangunan Nasional kita. Pertama, meningkatkan kesejahteraan rakyat, lebih khusus meningkatkan pembangunan ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Ekonomi untuk kesejahteraan. Economy for prosperity.
Â
Pilar yang kedua adalah demokrasi. Demokrasi penting, demokrasi pilihan kita, tapi demokrasi ini harus membawa manfaat dan tidak boleh terlalu banyak ekses yang akhirnya merugikan kepentingan negara dan kepentingan masyarakat.
Â
Yang ketiga, keadilan. Kita membangun, kita berdemokrasi, tidak ada artinya apa-apa kalau rasa keadilan tidak tegak di negeri ini.
Â
Catatan saya dari tiga pilar itu yang berkaitan dengan tugas para penegak hukum adalah demokrasi dan hukum tidak bisa dipisahkan. Demokrasi nafasnya adalah freedom, kebebasan. Hukum nafasnya adalah aturan, termasuk rule of law. Dua-duanya harus hidup bersama, dua-duanya harus berjalan bergandengan. Kebebasan tanpa aturan, anarki. Aturan tanpa kebebasan menjadi tirani. Kita ingin memilih, kita memilih demokrasi untuk memastikan kehidupan masyarakat ini tentram, maju dan berkembang, syaratnya pastikan kebebasan dan aturan hadir bersama-sama, freedoms and rules, rule of law utamanya.
Â
Di bidang ekonomi, jangan dikira tidak ada kaitannya dengan keadilan, ada. Ekonomi juga Saudara-saudara, sekalipun menganut paham kapitalisme, kita tidak menganut paham kapitalisme yang ekstrim, yang fundamental, meskipun kaidah-kaidah market mechanism juga diadopsi, tetapi kita mengedepankan keadilan sosial. Sekalipun negara itu menganut kapitalisme yang pure, yang fundamental, tetaplah bahwa market freedom harus disertai dengan rule of law.
Â
Pengalaman tahun 2008, keuangan global, perbankan global, transaksi global, atas nama market freedom, kebebasan dalam ekonomi pasar, tidak disertai dengan regulasi, dengan kontrol, dengan aturan, rontok. Itu membuktikan dalam bidang ekonomipun kebebasan dan aturan harus berjalan bersama. Oleh karena itu, makin yakin kita bahwa dalam pembangunan bangsa, apakah dalam wilayah politik, demokrasi maupun wilayah ekonomi, tetaplah kepatuhan pada pranata hukum dan pranata yang lain seperti pranata sosial tidak boleh diabaikan. Dengan demikian, akan berimbang, akan harmonis, akan sehat, kehidupan sebuah bangsa.
Â
Keadilan yang kita maksudkan juga termasuk tidak boleh ada kebijakan yang diskriminatif. Diskriminatif dalam arti karena suku, karena agama, karena ras, karena daerah, dan sebagainya, tetapi kalau kita berpihak itu namanya affirmative action, itu tidak tergolong diskriminasi yang ditabukan. Orang mengatakan positive discrimination. Contohnya begini, negara tidak boleh melarang orang menjadi kaya asalkan halal, tapi negara tidak boleh dilarang untuk membantu orang miskin, mengambil dari uang negara. Itu artinya positive discrimination. Kalau tidak saya bantu malah tidak adil, dia tidak bisa makan. Yang kaya makannya satu hari ya tetap tiga atau empat kali, tapi dengan menu, dengan segala macam yang mewah. Ini justice for all, tidak boleh sama rata, sama rasa.
Â
Saudara-saudara,
Â
Saya mengingatkan tiga pilar itu, konteks yang lebih luas dalam kehidupan nasional yang harus kita jalankan secara bersama. Akhirnya dengan semuanya itu, ada harapan saya kepada para penegak hukum dan keadilan. Pertama, teruslah melakukan reformasi, baik yang berkaitan dengan kapasitas, integritas dan efektifitas para penegak hukum, termasuk lembaga-lembaganya.
Â
Yang kedua, bangun keterpaduan dalam penegakan hukum agar lebih efektif, namun tetap berlandaskan pada konstitusi dan undang-undang, sehingga yang disampaikan oleh Menteri Hukum dan HAM tadi, yang disebut dengan integrated criminal justice system itu betul-betul tegak, hidup dan berjalan baik.
Â
Yang ketiga, cegah dan hentikan praktek-praktek mafia di bidang penegakan hukum, berhenti, tutup sudah jangan diterus-teruskan. Bagi yang lalai, sering digeneralisasi pasti polisi, jaksa, hakim, semua itu pasti kolusi, pasti tidak benar, pasti mafia, itu tidak adil. Banyak pahlawan dalam penegakan hukum meskipun ada oknum-oknum. Oknum inilah yang harus kita pinggirkan, jangan mengganggu para pahlawan, jangan mengganggu semua yang ingin menegakkan hukum dan keadilan ini.
Â
Yang keempat, berikan kepastian hukum, legal certainty kepada semua. Kepada rakyat kita apapun status sosialnya, apapun identitasnya, kepada eksekutif, legislatif dan yudikatif sama, tiga-tiganya tidak boleh ada yang menurut saya kebal. Sama, eksekutif, legislatif, yudikatif. Pers juga tunduk pada hukum, karena Indonesia adalah negara hukum yang demokratis. LSM juga tunduk pada hukum. Dunia usaha ada business law, tidak boleh seperti hutan rimba semau-maunya sendiri, ada aturannya. Investor dalam dan luar negeri ada juga yang harus dipenuhi.
Â
Poinnya adalah Saudara, kuncinya, jangan dihukum siapapun yang tidak bersalah. Ini baru justice for all, tapi berikan sanksi hukum siapapun yang bersalah. Ini mudah diucapkan, tapi saya ingin melihat implementasinya ke depan.
Â
Yang terakhir, berikan perhatian yang lebih terutama lima, sepuluh tahun mendatang ini, kepada penindakan kejahatan korupsi, mafia perpajakan dan kasus-kasus besar lainnya. Masih koma itu, dan kemudian upayakan agar aset negara kembali kepada negara.
Â
Itulah yang saya sampaikan Saudara-saudara, saya menaruh harapan yang tinggi kepada Saudara-saudara pemegang palu keadilan, para penegak hukum, para pendekar di negeri ini untuk mengubah negeri kita lima tahun mendatang dan lima tahun-lima tahun berikutnya lagi menjadi negara di mana hukum dan keadilan betul-betul tegak
Â
Dengan pesan, harapan dan ajakan itu, akhirnya dengan terlebih dahulu memohon ridho Tuhan Yang Maha Kuasa, serta mengucapkan bismillahirrahmanirrahim, Rapat Koordinasi dan Konsultasi Penegak Hukum saya nyatakan dibuka. Sekian.
Â
Wassalaamu'alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh.
Â
Biro Naskah dan Penerjemahan,
Deputi Mensesneg Bidang Dukungan Kebijakan,
Sekretariat Negara RI