"Peraturan Bersama Menteri itu, salah satu contoh konkrit upaya jaminan dan perlindungan hukum dan HAM untuk kebebasan beragama dan beribadah menurut agama dan kepercayaannya khususnya dalam era otonomi daerah," kata Mendagri Mardiyanto di Jakarta, Kamis (14/2).
Hal itu, disampaikan Mendagri dalam acara seminar bidang hukum Dewan Pertimbangan Presiden dengan tajuk Jaminan Perlindungan Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk Kebebasan Beragama dan Beribadah Menurut Agama dan Kepercayaannya.
Mardiyanto menjelaskan, Peraturan Bersama Menteri tersebut juga adalah produk hukum yang merupakan hasil sinergi antara masyarakat dan pemerintah baik dalam penyusunan maupun dalam pelaksanaan maupun sosialisasi.
Aturan tersebut, lanjut Mardiyanto, didasarkan atas berbagai pertimbangan di antaranya, bahwa hak beragama adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun.
"Setiap orang bebas memilih agama dan beribadah menurut agamanya dan bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing," katanya.
Ia menambahkan, dengan adanya peraturan bersama menteri tersebut, terdapat acuan yang jelas bagi kepala daerah untuk melaksanakan kewajiban daerahnya sebagaimana diamanatkan dalam undang-undang.
Pada Pasal 22 huruf a UU Nomor 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan bahwa dalam menyelenggarakan otonomi, daerah mempunyai kewajiban melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan, dan kerukunan nasional, serta keutuhan NKRI.
Dengan peraturan bersama menteri, lanjut Mendagri, pemerintah dan pemerintah daerah dapat mendorong masyarakat serta organisasi masyarakat keagamaan untuk berhimpun dalam Forum Kerukunan Umat Beragama yang dapat dibentuk di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.
"Peraturan bersama menteri dapat menjadi model sekaligus instrumen jaminan perlindungan hukum dan hak asasi manusia untuk kebebasan beragama dan beribadah menurut agama dan kepercayaannya," kata Mendagri.
http://www.mediaindonesia.com/