Untuk
menjalankan amanat undang-undang, Kementerian Ketenagakerjaan bersama
dengan Kementerian/Lembaga terkait telah melakukan berbagai terobosan
kebijakan dan program. Kebijakan tersebut antara lain, Peraturan
Pemerintah No.78 Tahun 2015 mengenai Pengupahan, Peraturan Menteri
Ketenagakerjaan No.6 Tahun 2016 mengenai Tunjangan Hari Raya Keagamaan,
Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No.7 Tahun 2016 mengenai Uang Servis
di Hotel dan Restoran Pada Hotel, serta Undang-Undang No.4 Tahun 2016
mengenai Tabungan Perumahan Rakyat.
“PP Pengupahan adalah bukti kehadiran negara dalam memastikan Buruh/Pekerja tidak jatuh dalam upah murah, karena pasti upah akan naik tiap tahunnya. PP ini juga memberikan kepastian bagi dunia usaha karena besaran kenaikan upah yang terukur, sehingga pengusaha jadi bisa mengembangkan usahanya. Dengan begitu diharapkan peluang kerja juga meningkat,†ujar Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia, Hanif Dhakiri dalam siaran pers tertulisnya, Minggu 1 Mei 2016.
Dijelaskan Hanif, PP ini tidak menghilangkan kebutuhan hidup layak dalam menentukan besaran upah. Sebab, dalam rumusan formula upah minimum, jenis kebutuhan yang ada dalam kebutuhan hidup layak juga merupakan jenis kebutuhan yang menentukan inflasi. Selain itu, formula penghitungan juga masih mengikutsertakan peran pekerja dalam proses perundingan. Hal tersebut tertera di pasal 42 ayat (2), yaitu: upah Pekerja/Buruh dengan masa kerja lebih dari satu tahun atau lebih dirundingkan secara bipartit antara pekerja dan pengusaha. Sebagai turunan dari PP Pengupahan, Permenaker THR menyebutkan bahwa pekerja dengan masa kerja minimal satu bulan (secara terus menerus) berhak mendapatkan THR sebesar satu bulan upah. Besarannya dihitung secara proporsional sesuai masa kerja.
Sementara itu, Permenaker uang servis mengatur pengusaha hotel dan restoran di hotel untuk dapat memberikan 95% dari uang servis yang terkumpul dalam sebulan untuk dibagikan kepada pekerjanya. Pembagiannya mempertimbangkan prinsip pemerataan dan pelayanan prima, yaitu 50% dibagi sama besar dan sisanya dibagi berdasarkan senioritas dan kinerja.
Program pemerintah lainnya untuk menopang kesejahteraan pekerja dan buruh dari sisi kebijakan sosial, yaitu dengan kebijakan tentang Kartu Indonesia Pintar (KIP), Kartu Indonesia Sehat (KIS), serta kebijakan tentang perumahan dan transportasi murah bagi pekerja. Pemerintah juga berupaya memenuhi kebutuhan papan Buruh/Pekerja melalui Program Sejuta Rumah yakni pemerintah berkomitmen untuk melakukan pembangunan 10.000 rusunawa bagi Buruh/Pekerja, dan Program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Program Sejuta Rumah akan membangun 603.516 unit rumah bagi kelompok Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) termasuk pekerja/buruh, nelayan, TNI/Polri, dan PNS. Selain itu, pemerintah juga berupaya untuk mewujudkan transportasi murah dari dan untuk ke tempat kerja bagi Buruh/Pekerja.
Sedangkan bagi Buruh/Pekerja yang berminat untuk menjalankan usaha produktif, pemerintah memberikan kemudahan Kredit Usaha Rakyat (KUR). Beberapa penerimanya adalah calon Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di luar negeri, TKI purna, anggota keluarga pekerja yang berpenghasilan tetap dan pekerja ter-PHK yang mengikuti pelatihan kewirausahaan. Bunga KUR yang diberikan pun terus menurun tiap tahunnya. Di tahun 2014 bunga KUR sebesar 22%, tahun 2015 12%, tahun 2016 9%, dan tahun 2017 akan turun menjadi 7%.
Percepatan Peningkatan Kompetensi Tenaga Kerja
Selain kesejahteraan Pekerja/Buruh, pemerintah juga fokus pada percepatan peningkatan kompetensi tenaga kerja. Hal ini menjadi krusial terutama dalam menghadapi era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) per Agustus 2015, angkatan kerja Indonesia berjumlah 122,38 juta orang dengan jumlah 114,82 juta orang telah bekerja. Dari data tersebut, sekitar 50,83 juta angkatan kerja Indonesia berpendidikan SD ke bawah telah bekerja. Untuk tingkat pendidikan Menengah Pertama (SMP/sederajat), 20,7 juta telah bekerja. Tingkat pendidikan menengah atas (SMA/MA/SMK/sederajat) sebanyak 30,65 juta telah bekerja. Sedangkan tingkat pendidikan Diploma/Sarjana ke atas hanya sebanyak 12,64 juta telah bekerja.
Angkatan kerja akan sulit terserap ke dunia kerja tanpa kualifikasi keterampilan dan keahlian yang cukup. Untuk mengatasinya Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker) akan terus melakukan berbagai tindakan percepatan peningkatan kompetensi. Salah satunya yaitu revitalisasi, reorientasi, dan rebranding Balai Latihan Kerja (BLK). Saat ini jumlah BLK secara total adalah 279. Sebanyak 17 milik pusat dan 262 BLK milik pemda Provinsi, Kab/kota.
“Sekarang masuk BLK sudah tanpa syarat batas umur dan syarat pendidikan. Siapapun bisa mendapat akses. Itu perlu didorong agar yang menganggur bisa masuk pasar kerja setelah ketrampilannya meningkat dan yang sudah bekerja meningkat kompetensinya sehingga daya saing dan upahnya ikut meningkat,†kata Hanif.
Upaya lainnya yang ditempuh untuk meningkatkan kompetensi adalah kerjasama dengan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia untuk program pelatihan terpadu. Program ini meliputi pelatihan, pemagangan dan sertifikasi yang dilakukan secara bersama antara lembaga pelatihan, lembaga sertifikasi dan industri. Diharapkan kerjasama ini dapat menghasilkan SDM kompeten berdaya saing. Kerjasama ini menargetkan 200.000 pemagangan tiap tahunnya. Rinciannya, 2.000 perusahaan di bawah Kadin akan berpartisipasi dengan menerima 100 pemagang per perusahaan tiap tahunnya.
“Mengutip kata presiden, negara dan bangsa yang memenangkan persaingan adalah yang unggul di skill dan kompetensi. Oleh karena itu pelatihan dan pendidikan vokasional menjadi penting guna meningkatkan kompetensi pekerja.†pungkas Hanif. (Biro Humas Kemnaker dan Tim PKP Kemkominfo-Humas Kemensetneg)
Bagaimana pendapat anda mengenai artikel ini?