Pemerintah melalui Badan Pusat Statistik (BPS) melakukan penyempurnaan penghitungan produksi beras nasional. Penyempurnaan itu dilakukan untuk memperbaiki akurasi statistik beras nasional.
"Itu sudah sejak 1997 memang tidak benar data itu. Ini kita sudah setahun yang lalu BPS menyampaikan kepada kita, dan ini yang mau kita benarkan," kata Presiden Joko Widodo di Indonesia Convention Exhibition Bumi Serpong Damai (ICE BSD), Tangerang, Banten, pada Rabu, 24 Oktober 2018.
Melalui rapat lintas kementerian dan lembaga di Kantor Wakil Presiden pada Senin, 22 Oktober 2018, BPS menyampaikan data terbaru mengenai produksi beras nasional. Data terbaru menyebut bahwa Indonesia diperkirakan memiliki surplus produksi beras sebesar 2,85 juta ton. Perlu diakui, data terbaru ini memang berbeda dari data perkiraan surplus Kementerian Pertanian yang berada di angka 13,03 juta ton.
Untuk diketahui, penyempurnaan metode penghitungan itu dilakukan dengan menghitung luas lahan baku sawah nasional, luas panen dengan Kerangka Sampel Area (KSA), tingkat produktivitas lahan per hektare, serta angka konversi dari gabah kering panen (GKP) ke gabah kering giling (GKG) dan angka konversi dari GKG ke beras.
Keseluruhan tahapan itu dilakukan BPS bersama Badan Informasi Geospasial (BIG), Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), dan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN).
Salah satu perhitungan mengenai luas lahan baku sawah nasional disempurnakan melalui verifikasi citra satelit oleh LAPAN untuk kemudian diolah oleh BIG untuk menentukan mana lahan persawahan dan mana yang bukan.
Terkait data terbaru tersebut, Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa pihaknya akan mengacu pada satu data yang hanya berasal dari BPS.
“Ya sudah pakai itu. Masa kementerian memakai data sendiri-sendiri,” imbuh Presiden, seperti dilansir dari siaran pers Deputi Bidang Pers, Protokol dan Media Sekretariat Presiden, Bey Machmudin.
Dengan adanya data tersebut, pemerintah memiliki data statistis beras yang lebih akurat sehingga dapat mengambil kebijakan pangan yang lebih tepat. (Humas Kemensetneg)