“Presiden , Wakil Presiden dan Menteri Keuangan sebagai bendahara umum negara, memberikan tanggapan pemerintah terhadap temuan pemeriksaan BPK dan berbagai rekomendasi yang telah disampaikan di dalam LKPP tersebut, “ kata Menkeu di Kantor Presiden, Jumat(15/06).
Dijelaskan Menkeu, pada dasarnya laporan BPK menyangkut 3 hal, yaitu pertama laporan keuangan yang memuat opini dan untuk tahun 2006 nanti BPK akan menyampaikan kepada DPR, bahwa LKPP 2006 adalah tidak dapat menyatakan pendapat atas kewajaran artinya disclaimer.
“Itu menyangkut beberapa kelemahan yang memang karena undang – undang mengenai pengelolaan keuangan negara, perbendaharaan negara maupun pelaporan itu adalah baru dimiliki oleh RI tahun 2003 – 2004, dan mulai diimplementasikan di dalam pengelolaan APBN 2005. Memang untuk menyusun sebuah laporan keuangan pemerintah pusat seperti yang tadi disampaikan oleh Ketua BPK, tidak hanya pada kementrian dan lembaga, tapi juga pemerintah daerah dan bahkan BUMN, serta badan – badan yang disebut layanan umum, seperti Rumah Sakit dan Perguruan Tinggi,� kata Menkeu. Tanggapan pemerintah untuk beberapa rekomendasi yang berhubungan dengan LKPP tersebut menyangkut berbagai hal.
"Laporan kedua dari BPK adalah menyangkut apa yang disebut sistem pengendalian intern yang dalam hal ini juga memuat beberapa kelemahan. Dan yang ketiga adalah laporan BPK yang menyangkut kepatuhan terhadap ketentuan perundang – undangan, “ lanjut Menkeu.
“Tanggapan pemerintah menyangkut sistem pengendalian intern, ada sistem pengendalian intern yang belum well established. Memang, pemerintah sedang menyusun rancangan peraturan pemerintah yang dimandatkan oleh undang - undang mengenai sistem pengendalian intern pemerintah ini, menyangkut peranan dari BPKP kemudian Direktorat Jenderal kemudian Bawasda kalau di Pemerintah Daerah, “ jelasnya.
“Mekanisme yang disebut sistem akuntansi dan pencatatan. BPK mengatakan bahwa untuk tahun 2006 data yang digunakan oleh Menteri Keuangan dalam melaporkan antara yang disebutkan penerimaan yang dikelola oleh Dirjen Perbendaharaan dengan bea cukai pajak sebagai tiga lembaga utama di bawah Departemen Keuangan, memang belum di dalam satu sistem yang terintegrasi. Ini salah satunya karena sistem informasinya yang masih parsial atau dibangun secara sendiri – sendiri,' kata Sri Mulyani.
Menurut Sri Mulyani, mulai tahun 2007 pemerintah telah meluncurkan apa yang disebut modul penerimaan negara ini adalah integrasi antara pajak Bea Cukai dan Dirjen Perbendaharaan, sehingga kita bisa setiap saat menerima posisi penerimaan negara di dalam ketiga pos itu secara konsisten. "Meskipun diakui masih ada beberapa hal teknis yang harus tetap kita sempurnakan, karena ini adalah satu modul baru tetapi ini sesuai dengan rekomendasi dari BPK bahwa pemerintah harus memperbaiki pengelolaan penerimaan negara sehingga bisa selalu dideteksi secara akurat dan konsisten diantara berbagai instansi," tambahnya.
Oleh karena itu di Departemen Keuangan, kata Menkeu, integrasi dari yang disebut sistem informasi yang ada di pajak dulu namanya NP3, dan yang di Bea Cukai dulu namanya electronic data exchange, dan sistem penerimaan yang ada di perbendaharaan, sekarang telah menjadi satu dengan modul penerimaan negara.
“BPK juga menyampaikan mengenai beberapa hal yang menyangkut pengelolaan belanja pemerintah pusat untuk dana dekon dan tugas pembantuan yang tidak dipertanggungjawabkan secara memadai. Untuk hal ini pemerintah memang masih perlu memperbaiki hubungan, terutama antar kementerian, lembaga, dengan pemerintah daerah, untuk bisa menyajikan secara memadai di dalam laporan keuangan dari kementrian lembaga kalau mereka melakukan pengeluaran anggaran dalam bentuk dana dekonsentrasi dana perbantuan, “ kata Menkeu.
“Menyangkut kepatuhan terhadap peraturan perundang – undangan, pemerintah menyusun dan menyempurnakan peraturan perundang-undangan di bidang keuangan negara dan perbendaharaan negara, terutama di dalam mekanisme penerimaan negara pada kementrian negara dan lembaga - lembaga. Hal itu dilakukan untuk memperbaiki berbagai laporan keuangan yang dikelola kementrian lembaga, yang kemudian dikonsolidasikan oleh Menteri Keuangan sebagai bendahara umum negara, “tambahnya.
“Ketiga, yang paling banyak, rekening - rekening yang dianggap tidak dilaporkan dalam laporan keuangan. Rekening giro pemerintah sebanyak 2.114 dengan nilai Rp 2, 562 dan 260 rekening giro milik pemerintah senilai Rp 144 milyar di bank umum, belum diungkapkan di dalam LKPP ini, tidak jelas statusnya, “kata Menkeu lagi.
“Tanggapan pemerintah adalah untuk tahun 2005-2006, pemerintah telah melakukan langkah – langkah penertiban rekening, sebagai tindak lanjut dari temuan BPK tahun lalu, tahun 2004-2005 sudah ada. Dari hasil penertiban rekening tersebut, pemerintah menemukan tambahan rekening sebanyak 1.892 dengan nilai sebesar Rp 9,087 Trilyun, " tambahnya.
“Rekening – rekening itu telah ditutup dan digunakan sebagai sumber pembiayaan untuk APBN 2006 sebesar 5, 055 Trilyun 55, terkait dengan temuan rekening 2.141 tahun 2006, atau tidak diungkapkan dalam laporan keuangan pemerintah untuk tahun 2006, di dalam rangka penertiban rekening pemerintah telah mengeluarkan PMK yang kami umumkan kemarin. Ada peraturan pemerintah yang sedang diproses mengeai pengelolaan uang negara dan daerah ini sedang dalam proses finalisasi itu nanti akan dijadikan dasar, “ kata Menkeu.
Sumber:
http://www.presidensby.info/index.php/fokus/2007/06/15/1933.html