"Presiden minta supaya ini dikaji lagi mendalam. Supaya jangan sampai kita membentuk instrumen kemudian tidak berjalan," kata Menteri Negara Koperasi dan UMKM Suryadharma Ali, seusai raker bersama Komisi VI DPR, di Jakarta, Senin (17/3).
Suryadharma menuturkan, tanggapan Presiden tersebut mengacu pada kinerja Lembaga Pengelolaan Dana Bergulir (LPDB) yang belum terlihat, paska pembentukannya beberapa waktu lalu. "Karena Presiden lihat LPDB ini badan baru yang baru dibentuk. Belum berjalan tapi sudah membentuk lagi badan baru lainnya (bank UMK)," ucapnya.
Untuk itulah, Suryadharma mengatakan, pihaknya tengah menyiapkan kajian pendirian bank UMK dari sisi legal, sistem dan pemodalannya, bekerja sama dengan Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan (PPSK).
Berbekal dengan celah hukum di UU BI, Suryadharma optimistis pendirian bank UMK akan menjadi solusi bagi para pelaku usaha mikro yang kerap mendapatkan kesulitan untuk mengembangkan usahanya.
"Dari segi perundang-undangan ada ketentuan yang menyebutkan bahwa bank khusus itu bisa dibentuk. Itu dari UU BI. Ada peluangnya. Tahun ini insya Allah bisa berjalan. Mudah-mudahan 2008 bisa dioperasionalisasikan," ucap dia.
Suryadharma menerangkan, nantinya pelaku usaha mikro dapat meminjam dana tanpa menyertakan agunan lain, selain usahanya yang dimiliki. "Bank UMK tidak perlu pakai agunan sebab yang menjadi agunan itu usahanya sendiri," terang dia.
Sementara itu, menurut Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini, dana bergulir yang dihimpun pemerintah pada tahun ini mencapai Rp350 miliar. Dengan adanya sistem baru melalui LPDB, pemerintah akan mendistribusikan dana tersebut pada koperasi hingga masa tertentu. Kemudian, koperasi dapat mengembalikan dana tersebut kepada LPDB.
"Pada masa lalu dana ini digulirkan dari pemerintah ke koperasi lalu bergulir balik ke koperasi yang bersangkutan, baru diberikan ke koperasi lainnya. Cara seperti ini kontrolnya lemah," ungkap Suryadharma.
Dengan sistem baru ini, pemerintah berharap Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tidak lagi memberikan status disclaimer, seperti yang terjadi pada kurun waktu 2004-2006 lalu. "Kami akan perbaiki lagi sistem pencatatannya supaya tidak disclaimer lagi," kata dia.
Terkait dihapusnya Kredit Usaha Tani (KUT) sebesar Rp5,1 triliun, saat ini pemerintah masih membahas realisasi kebijakan tersebut pada tataran teknis. "Presiden sudah menyatakan KUT ini dihapustagihkan. Teknisnya, ini sedang dibahas dengan menteri terkait, antara lain Menteri Keuangan," ungkap Suryadharma.
Dia menjelaskan, dari angka KUT yang dihapus itu, sebanyak 52,5% atau sekitar Rp2,9 triliun-Rp3 triliun menjadi beban pemerintah. Sedangkan yang menjadi beban BI sebesar 42,5% dan beban PT Sarana Pengembangan Usaha itu 5%.
"Saya kira angkanya tidak terlalu tinggi jika dilihat berapa banyak yang menggunakan dana itu," tandasnya.