Pengarahan dan Dialog Presiden RI pd Pembagian KASPDB, KIS,KIP,KKS

 
bagikan berita ke :

Jumat, 29 Mei 2015
Di baca 958 kali

PENGARAHAN DAN DIALOG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA DENGAN MASYARAKAT

PADA

PEMBAGIAN KARTU ASISTEN SOSIAL UNTUK PENYANDANG DISABILITAS BERAT (ASPDB), KARTU INDONESIA SEHAT (KIS), KARTU INDONESIA PINTAR (KIP), DAN KARTU KELUARGA SEJAHTERA (KKS)

DI KANTOR BUPATI PARIGI MOUTONG, SULAWESI TENGAH

TANGGAL 29 MEI 2015

 

 

 

Assamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Bismillahirrahmanirrahiim,

Alhamdulillahi Robbil alamin, washolatu wassalamu 'ala asrofil ambiya'i wal mursalin sayyidina wa habibina wa syafiina wa maulana Muhammadin wa 'ala alihi waashabihi ajma'in. Amma ba'du.

 

Yang saya hormati Bapak Gubernur, Bapak Bupati beserta Ibu, seluruh Menteri Kabinet Kerja, serta Bapak, Ibu semuanya di seluruh Keluarga Besar Warga Kabupaten Parigi Moutong, betul? Dan Anak-anakku semuanya.

 

Saya itu setiap hari pindah-pindah Kabupaten, pindah, kadang-kadang juga keliru, dari tadi dari Morowali ke Parigi, kadang-kadang kebalik, dari Parigi ke Morowali. Saya tanya sudah betul, alhamdulillah.

 

Hari ini saya akan membagikan namanya kartu disabilitas, ini kita berikan di kabupaten ini sebanyak, sebanyak 117, kemudian Kartu Keluarga Sejahtera sebanyak 139, Kartu Indonesia Pintar 226, Kartu Indonesia Sehat 612. Ini untuk Kelurahan Masigi, Kecamatan Parigi, Kabupaten Parigi Moutong.

 

Saya bagi, ini tiga dulu, untuk kartu disabilitas. Yang pertama ada Aulia, yang mana? biar di situ aja, tunjuk jari gini, pinter ya, di situ aja nanti saya antar.

Jian, mana jian? Jian, di situ aja, nanti saya antar.

Didi Setian Rifandi mana? Oh ini, ya udah.

Jadi yang dapet kartu disabilitas ini, per bulan dibantu 300.000 untuk kesehatan dan lain-lainnya, ya bisa diambil setiap 3 bulan, 4 bulan silakan, bisa.

Kemudian Kartu Indonesia Pintar, ini untuk anak-anak. Pak maju, Nuryuningsih, sini Nur, cepet Nur. Dicek bener ndak namanya? Di sini dulu. Berhenti di situ. Dewi Savitri, ya. Moh. Rayang mana? Muhammad Rayang mana? Ini kurus kayak saya. Cici mana Cici? Ya. Muzdalifah, Muzdalifah. Saya seneng di Parigi ini, apa karena? dipanggil lari, dipanggil lari, namanya apa? lincah, semangat. Di provinsi yang lain, ngambil itu, pasti saya tegor, hey cepet. Ini ndak ada yang saya tegor, berarti bagus. Nurul Aulia, ini Rul. Ini lari semuanya anak-anak, seneng saya. Muhammad Ryan. Kamu apa SMK/SMA? SMK, ya. Nurhasanah. Tuh lari semua. Swardiyah. Kamu SMP/SMA? SMP. Muhammad Zaki Sapto, lari, pinter banget. Bentar, ini ganteng kayak kecilan saya seperti ini. Betul, kayak saya waktu kecil. Gimana? Biar orang Indonesia. Jadi untuk SD, diberikan bantuan 450.000 per tahun, SMP 750.000 per tahun, SMA, SMK 1 juta per tahun. Cukup ndak 1 juta? Masa di Parigi, 1 juta ndak cukup. Cukuplah.

Eh Anak-anak, pengen sepeda ndak? Tunjuk jari yang pengen. Ngacung. Tunjuk jari. Tapi diberi pertanyaan, harus bisa jawab. Pertanyaannya sangat sulit. Ndak ada yang berani. Pertanyaannya sangat sulit. Ayo tunjuk jari.

Ya ini nomor satu tadi sini, yang lain kembali, yang lain silakan kembali. Geser ke sana Nur. Nah, pengen pertanyaan sulit apa sangat sulit? Sulit ya. Kamu SMP ya? SMP tanya ini aja. Apa ya? Yang spontan-spontan kayak gini nggak siap juga saya tanya.

 

Presiden:

Sebutkan lima provinsi di Indonesia?

 

Nur:

 Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara

.

Presiden:

Ntar pelan-pelan, pelan-pelan, cepet banget, satu.

 

Nur:

Satu, Sulawesi Tengah.

 

Presiden:

Sulawesi Tengah, oke.

 

Nur:

Dua Sulawesi Utara.

 

Presiden:

Bener.

 

Nur:

Tiga Sulawesi Barat.

 

Presiden:

Sulawesi Barat.

 

Nur:

Empat Sulawesi Tenggara, lima Sulawesi Selatan

 

Presiden:

Wah Sulawesi semuanya. Masa nggak bisa keluar Sulawesi? Semuanya Sulawesi, tapi ndak apa, udah, ambil sepedanya. Milih itu, milih yang paling baik.

Udah penonton jangan ikut-ikutan. Yang dapet Nur kok, yang ribut penonton. Ya diambil aja ke situ nggak apa-apa.

Sekarang saya bagi Kartu Indonesia Sehat. Nurjanah. Siapa Bu? Ini, Ibu Nurjanah mana?Ya. Betul Pak Panglima ikut ngangkat-ngangkat. Jangan kembali dulu. Ambodo, namanya kok bagus sekali, Ambodo. Apa ini? Terjemahannya apa ini Ambodo? Apa ini? Terjemahannya apa ini Ambodo, apa terjemahnya Pak Ambo? Suwaryati, Ibu Suwaryati. Kalo nggak bisa ke sini, saya antar. Bisa? Bu Rusmi. Dipegangi Bu. Nah ini anak buahnya Pak Panglima Kodam. Nuntun. O Pak Danrem ini, Pak Danrem, juga. Ini Pak Danrem juga nuntun. nuntun. Udah. Tadi Bu? Bu Rusmi. Erwin, Pak Erwin. Dicek ya, dicek ya, namanya dicek. Indosun Marasopu, Ibu, wah, bagus sekali namanya ini. Indosun Marasopu. Wasna. Bu Nuraisyah. Bu Haryani. Bu Nurmila.

Nah, ini yang dapet, yang Kartu Indonesia Sehat, saya juga pegang ini. Ini kalo sakit, kalo sakitnya batuk atau sakitnya flu, cukup ke puskesmas jangan ke rumah sakit. Nanti kalo batuk, batuknya berat, waduh kok berat ini dicek di puskesmas, batuknya berat, dirujuk ke rumah sakit, baru dibawa ke rumah sakit yang kartu ini, ditunjukkan rumah sakit, tidak dipungut biaya dan tolong disampaikan kepada saya, kalo dilayani, dengan hati ini tidak dilayani dengan baik, hati-hati yang tidak melayani, hati-hati. Sini aja bosnya rumah sakit, namanya Bu Menteri Kesehatan tadi udah, saya tinggal saya perintah kalo ada suara yang tidak baik. Yang pegang ini harus dilayani dengan baik. Harus.

Nah, sekarang ada sepeda lagi. Siapa Ibu atau Bapak yang mau sepeda. Tunjuk jari tapi pertanyaannya sulit? Agak gampang dikit. Tadi sulit, sini agak gampang dikit. Silakan tunjuk jari. Tunjuk tangan, tunjuk jari. Siapa? Siapa tadi yang pertama?

Oh Pak Ambo silakan, sini Ambo, yang lain silakan ngadep sana Pak Ambo, nah.

Pertanyaannya apa ya? Gimana Pak?

Saya tanya lima lagi. Karena kita pegang, kita memang pegang kartu ini tapi kita kan ndak mau sakit kan? Ndak mau. Saya juga, saya  pegang pun ndak mau sakit saya. Saya pegang aja. Moga-moga sehat terus, insya Allah.

Presiden:

Sebutkan lima, sebutkan lima penyakit? Yo gampang-gampang, penyakit ringan boleh, penyakit berat boleh. Apa aja Pak Ambo. Satu.

 

Ambodo:

Satu, penyakit kanker.

 

Presiden:

Penyakit kanker, betul.

 

Ambodo:

Dua, penyakit gigi.

 

Presiden:

Betul Bu? Saya tanya Bu Menteri menjawab betul, itu juga penyakit, betul nggak Bu? Kalo sakit gigi, malah kelihatan nggak sakit tapi waduh ndak bisa tidur semalaman.

 

Ambodo:

Tiga, kalau yang ringan-ringan, sakit kepala.

 

Presiden:

Sakit apa?

 

Ambodo:

Kepala, pusing-pusing.

 

Presiden:
Sakit kepala apa sakit pusing? Ya udah betul. Keempat?

 

Ambodo:

Empat, lepra.

 

Presiden:

Ya betul, betul, penyakit lepra itu. Pinter Pak Ambo ini. Satu lagi Pak. Satu lagi penyakit, penyakit, gampang, banyak sekali, penyakit ini.

 

Ambodo:

Penyakit kulit.

 

Presiden:

Betul. Bu Menteri Kesehatan betul juga. Ya ambil sepedanya. Pinter banget. Saya nggak tahu di sini kok pinter-pinter banget ya di Parigi. Tepuk tangan untuk Parigi. Di tempat lain, ditanya bingung, lama sekali.  Di sini tadi yang Nurwadi cepet, Pak Ambodo juga cepet. Ke mana? Mau pulang? Kok langsung, ke mana Pak Ambo? Saya kira langsung mau pulang.

Ini Kartu Keluarga Sejahtera. Muhammad Saman. Pak Muhammad Saman. Jadi Kartu Keluarga Sejahtera ini diberikan 200.000 tiap bulan dan diambil tiga bulan, bisa diambil di Kantor Pos. Pak Samsul. Pak Maskani. Taogo Maskani. Pak Ihsan Papato. Duti Jasman, Pak Duti Jasman. Pak Nasrullah. Pak Andi Ahmad. Pak Arkan Rahman. Yusman. Pak Basman. Ini, Bapak-bapak semua ini.

Ada yang pengen sepeda ndak? ayo tunjuk jari, ngacung. Duluan ini. Silakan yang lain kembali.

Warga Parigi Moutong:

Yang mudah-mudah pertanyaannya Pak Presiden.

 

Presiden:   

Wong saya belum nanya, udah. Coba, malah nyuruh Presiden. Belum-belum udah nyuruh Presiden. Apa yang sulit, biar, biar berani nyuruh Presiden, pertanyaan yang sulit aja. Pertanyaannya, siapa nama saya?

 

Warga Parigi Moutong:

Bapak Joko Widodo.

 

Presiden:

Gampang banget pertanyaannya. Ya udah diambil sepedanya. Seneng itu banget. Jangan pulang. Udah masih dua, siapa yang pengen Sepeda? Mana? Belakang tunjuk jari. Itu yang belakang, maju, ya sini yang belakang. Ayo. Maju. Yang di sana itu. Coba yang putih, ya sini. Satu aja, satu. Ya yang bawa anak ini, udah. Pertanyaannya dua. Ini udah, nggak apa-apa, langsung. Warga Parigi kok nyeneng-nyenengkan sekali ya, saya senang saya ketemu, betul, betul. Dari hati sanubari saya yang dalam, saya katakan, saya seneng, betul saya seneng. Ini dulu Pak, saya tanya. Yang kesulitan yang bertanya ya, karena spontan gini. Coba sebutkan, tiga saja, tiga kota di Indonesia?

 

Warga Parigi Moutong:

Jakarta, Makassar.

 

Presiden:

Jakarta, Makassar dua. Tiga.

 

Warga Parigi Moutong:

Sulawesi Tengah.

 

Presiden:

Kotanya? Sulawesi kotanya?

 

Warga Parigi Moutong:

Palu

.

Presiden:

Nah betul, ambil sepeda. Pinter-pinter banget. Sepedanya diambil semua, ya udah. Nah, kalo yang ini sulit. Anaknya jatuh nanti, Pak, nggak, terakhir, serius sulit pertanyaannya, mudah-mudah sulit. Sebutkan lima sila pancasila, udah.

 

Warga Parigi Moutong:

Satu, ke-Tuhanan Yang Maha Esa

 

Presiden:

Ke-Tuhanan Yang Maha Esa. Dua?

 

Warga Parigi Moutong:

Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Pak.

 

Presiden:

Betul toh? Warga Parigi Moutong apa? Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab. Betul. Tiga?

 

Warga Parigi Moutong:

Persatuan Indonesia.

 

Presiden:

Persatuan Indonesia. Terus?

 

Warga Parigi Moutong:

Empat, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.

 

Presiden:

Cepet banget tapi betul. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Terus kelima?

 

Warga Parigi Moutong:

Persatuan Indonesia.

 

Presiden:

Awas lho, awas lho. Lima, lima, ayo.

 

Warga Parigi Moutong:

Keadilan sosial.

 

Presiden:

Sebentar, bentar, bentar, tadi udah, pertama sudah ya? kedua sudah? Ketiga sudah? Keempat sudah? Kelima?

 

Warga Parigi Moutong:

Keadilan sosial.

 

Presiden:

Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, ya udah. Sebenernya bisa semua tapi tadi gemetar. Udah ambil sepedanya, udah habis semuanya.

Jadi Bapak, Ibu sekalian yang saya hormati,

Kartu-kartu itu, tadi ada Kartu Indonesia Pintar, saya titip anak-anak ya. Anak-anak belajarnya yang giat, belajar yang giat. Jadi sehari itu belajarnya jangan setengah jam atau satu jam, belajar sekarang saya titip ua, itu 3 jam, ya? Abis Shubuh, belajar lagi tambah 1 jam. Harus seperti itu kalau pingin pintar. Kalau mengambil lagi, ngambil uang, uang itu harus dipake untuk beli buku, beli seragam, beli sepatu atau beli tas boleh tapi tidak boleh untuk beli pulsa. Ingat ini, tidak boleh beli pulsa. Begitu ketahuan dipake untuk beli pulsa, kartunya dicabut, ditarik ya? Ini pesan saya untuk anak-anak terutama. Kemudian juga tadi yang udah mendapatkan Kartu Keluarga Sejahtera, Kartu Disabilitas, saya juga titip agar uang-uang itu dipake untuk hal-hal yang produktif, jangan dipake untuk hal-hal yang konsumtif, dipake untuk hal-hal yang berguna.

Saya kira itu yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini. Sekali lagi, saya mengucapkan terima kasih atas sambutan yang hangat di Kabupaten Parigi Moutong ini, semoga kita semuanya diberi hidayah dan hidayah-Nya dari Allah Subhanahu Wa Ta'ala.

Terima kasih.

Wassalaamu'alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh.

 

 

Asisten Deputi Naskah dan Penerjemahan,

Deputi Bidang Dukungan Kebijakan,

Kementerian Sekretariat Negara RI