Pengarahan Presiden Republik Indonesia Pada Dies Natalis Ke-67 Universitas Katolik Parahyangan

 
bagikan berita ke :

Senin, 17 Januari 2022
Di baca 701 kali

Universitas Katolik Parahyangan, Bandung, Provinsi Jawa Barat
 
 

Salam sejahtera bagi kita semuanya,
Shalom,
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Om Swastiastu,
Namo Buddhaya,
Salam kebajikan.

 

Yang saya hormati, para Menteri Kabinet Indonesia Maju;
Yang saya hormati, Anggota BPK RI yang hadir;
Yang saya hormati, Gubernur Jawa Barat beserta Wali Kota Bandung;
Yang saya hormati, Ketua Dewan Pembina Yayasan Universitas Katolik Parahyangan;
Yang saya hormati, Rektor Unpar (Universitas Katolik Parahyangan), Bapak Mangadar Situmorang, Ph.D., dan para Wakil Rektor; serta
Yang saya hormati, para Guru Besar, Tenaga Pendidik, Tenaga Kependidikan Unpar, para Mahasiswa, Ketua Alumni, dan para Alumni, serta Mitra Unpar;
Bapak/Ibu, Hadirin, Undangan yang berbahagia.

 

Pertama-tama, saya mengucapkan selamat dies natalis yang ke-67 kepada seluruh Sivitas Akademika Universitas Katolik Parahyangan. Pemerintah juga menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Unpar yang telah memberikan kontribusi besar dalam sejarah bangsa berupa pemikiran-pemikiran, berupa sumber daya manusia (SDM), dan karya-karya nyatanya bagi kemajuan Indonesia.

 

Bapak/Ibu sekalian yang saya hormati,


Saat ini adalah betul-betul saat yang sulit, saat yang tidak mudah, saat yang tidak gampang bagi seluruh negara, bagi semua negara, termasuk negara kita Indonesia, sangat sulit. Dan kita tahu Revolusi Industri 4.0, disrupsi teknologi, kemudian dibarengi dengan adanya pandemi betul-betul menyebabkan ketidakpastian global yang semakin meningkat. Keragu-raguan semua pemimpin dalam memutuskan sesuatu karena setiap hari bisa berubah, setiap minggu bisa berubah, setiap bulan bisa berubah keadaannya selalu, tanpa kepastian yang jelas. Juga kompleksitas masalah yang bertubi-tubi muncul, yang sebelumnya tidak kita hitung, yang sebelumnya tidak terkalkulasi oleh negara mana pun, muncul semuanya karena karena pandemi, karena disrupsi teknologi.

 

Kelangkaan energi yang tidak pernah kita hitung muncul di banyak negara. Kelangkaan pangan sudah mulai muncul di beberapa negara. Kelangkaan kontainer yang juga tidak pernah terkalkulasi menyebabkan distribusi logistik semua negara terganggu. Dan juga kenaikan inflasi yang enggak pernah kita perkirakan muncul di semua negara. Semua negara takut (terhadap) yang namanya kenaikan inflasi, juga kenaikan harga produsen. Karena semua bahan baku naik, ada kenaikan harga produsen yang nanti imbasnya akan menyebabkan juga kenaikan harga konsumen. Hal-hal seperti inilah yang menyebabkan kompleksitas masalah menjadi bermunculan terus-menerus, sehingga diperlukan sebuah kepemimpinan global yang bisa membuat semuanya kembali menjadi pasti. Inilah yang sangat tidak mudah. Dan saat ini kita menjadi keketuaan di G20, negara-negara dengan GDP terbesar di dunia. Inilah yang tadi saya sampaikan, sebuah keadaan yang tidak mudah.

 

Tapi kita patut bersyukur, Covid-19 yang muncul di bulan Mei, pertengahan Juli, yang menyebabkan kengerian di mana-mana saat itu, lorong rumah sakit penuh, halaman rumah sakit penuh, utamanya di Jawa dan Bali, kasus harian saat itu saya ingat 56.000 kasus harian, 56.000, dan patut kita bersyukur, hari ini, kemarin berada di angka 855 (kasus). Dari 56.000, kemarin di 855. Itu pun sudah naik. Yang sebelumnya kita sudah berada di angka 100-200 (kasus).

 

Kenapa kita bisa menurunkan drastis dari 56.000 ke angka 100? Itu karena kita memiliki yang namanya gotong royong. Pancasila kita ada di situ. Negara besar tidak memilikinya. Mereka tidak mempunyai, bahwa rakyat di desa, rakyat di RT, rakyat kita di RW mau memberikan rumahnya untuk isolasi, untuk karantina. Yang berpunya mau memberikan sembako kepada yang baru kesusahan karena pandemi. Dan itu saya lihat betul. Implementasi dari Pancasila itu ada, masih kuat sekali kegotongroyongan kita. Itu yang tidak dimiliki oleh negara lain.

 

Banyak yang kaget kenapa Indonesia bisa tahu-tahu turun (drastis), dari 56.000 ke hanya angka-angka 100-an. Ya kuncinya di situ, semuanya bergerak. Pemerintah pusat, pemerintah daerah, TNI-Polri, organisasi-organisasi rakyat, perangkat kita yang sampai ke bawah, semuanya.

 

Dan saat ini 30 provinsi telah mencapai target (vaksinasi) di atas 70 persen. Vaksinasi sudah mencapai 297.500.000, angka yang tidak kecil. Oh ya, tadi yang di atas 70 persen ini termasuk Provinsi Jawa Barat. Memang tadi Pak Gubernur (ber)bisik-bisik ke saya, “Pak (Presiden), Jawa Barat sudah 83 persen.” “Ya, ya, ya, ya, ya.”

 

(Angka) 297 juta itu bukan barang yang mudah untuk negara serumit negara kita Indonesia. Menyuntikkan 297 juta kali ke 17.000 pulau, 514 kabupaten dan kota, 34 provinsi, (itu) bukan barang yang mudah. Ada yang harus naik perahu, ada yang harus naik sepeda motor untuk naik ke gunung. (Itu) bukan barang yang mudah.

 

Saya sangat mengapresiasi TNI dan Polri yang memberikan dukungan penuh dalam rangka vaksinasi ini. Dan kita ini vaksinasinya nomor 4 di dunia.

 

Bapak/Ibu sekalian yang saya hormati,


Pandemi Covid-19 tidak boleh menghentikan transformasi besar yang sedang kita lakukan. Tetap harus berjalan terus transformasi besar yang sedang kita lakukan.

 

Pertama, kita sedang mempercepat transformasi ekonomi menuju ke sebuah ekonomi yang memiliki nilai tambah yang tinggi. Sudah berapa ratus tahun bahan mentah kita kita kirim ke luar, utamanya ke Eropa? Sejak zaman VOC, yang kita kirim selalu bahan mentah, yang kita kirim selalu raw material. Oleh sebab itu, sejak 2020 saya sampaikan, enggak bisa kita terus-teruskan, setop. Ekspor nikel kita setop, bahan mentah nikel setop. Harus diproduksi di negara kita sendiri, baik menjadi barang jadi maupun barang setengah jadi. Tapi jangan (ekspor) bahan mentah, jangan (ekspor) raw material.

 

Tahun ini, akhir (tahun) nanti, juga akan sama (ekspor) bauksit setop. Enggak ada lagi ekspor bahan mentah bauksit (akhir tahun nanti). Tahun depan lagi, setop yang namanya ekspor bahan mentah tembaga, enggak ada lagi.

 

Kita ingin nilai tambah itu ada di Tanah Air, sehingga selain memberikan penerimaan negara yang semakin besar, berupa pajak, berupa royalti, berupa penerimaan negara bukan pajak, juga bisa membuka lapangan kerja yang sebesar-besarnya untuk rakyat kita.

 

Saya berikan contoh, nikel. Nikel itu tujuh tahun yang lalu saat kita ekspor hanya raw material, itu menghasilkan kira-kira hanya USD1 miliar, berarti kira-kira Rp14-Rp15 triliun, karena kita ekspornya dalam bentuk raw material. Begitu kita tidak bolehkan (ekspor hanya raw material) dan harus diproduksi di dalam negeri, saya cek, akhir tahun kemarin ekspor kita untuk besi baja, artinya besi baja ini dari nikel menghasilkan USD20,8 miliar, Rp300 triliun. Dari Rp15 triliun, melompat menjadi Rp300 triliun, dan membuka lapangan pekerjaan yang sangat banyak sekali. Padahal kita tidak hanya memiliki nikel. Kita memiliki tembaga, kita memiliki bauksit, kita memiliki timah, kita memiliki emas. Semuanya ada. Jangan itu dikirim dalam bentuk raw material lagi, dalam bentuk bahan mentah lagi, setop.

 

Awal-awal memang kita disemprot oleh negara-negara lain. Enggak apa-apa kalau hanya disemprot. Kita diam, dibawa ke WTO (World Trade Organization). Enggak apa-apa kita dibawa ke WTO. Kita punya argumentasi juga, bahwa kita ingin membuka lapangan pekerjaan yang sebesar-besarnya untuk rakyat kita. Enggak tahu menang atau kalah. Ini masih dalam proses di WTO. Ya kita harapkan menang. Tapi yang jelas, enggak akan kita hentikan. Meskipun dibawa ke WTO, setop (ekspor) bauksit tetap jalan, setop (ekspor) tembaga nanti tetap jalan.

 

Inilah yang namanya nilai tambah. Dan kita harus memanfaatkan ilmu pengetahuan, memanfaatkan teknologi yang terbaru. Kalau kita belum punya, ya enggak apa-apa partner-an dengan negara lain, enggak apa-apa kok. Tapi industrinya ada di sini, pabriknya ada di sini karena, sekali lagi, sekarang bukan eranya lagi menjual bahan mentah. Kita harus melakukan hilirisasi industri, kita harus memaksimalkan nilai tambah kekayaan alam yang kita miliki.

 

Bayangkan, nikel yang jadi besi baja saja bisa melompat menjadi Rp300-an triliun. Itu enggak tahu, mungkin baru satu atau dua turunan. Nanti kalau turunannya sampai ke-10, ke-11, ke-12, nilai tambahnya berapa? Bauksit juga begitu. Saya kalkulasi, kira-kira juga hampir sama, akan dapat berapa penerimaan negara dari ekspor-ekspor yang kita lakukan.

 

Yang kedua, kita juga segera akan bertransformasi menuju ke green economygreen economy, produk-produk hijau yang memiliki nilai tambah yang tinggi, karena ini akan semakin banyak diminati di pasar global, yang ramah lingkungan, yang telah menjadi budaya baru yang didukung oleh ekosistem hijau di dunia. Sudah mulai sekarang di Eropa. Kalau (mereka) membeli produk, ditanyakan apakah ini dari/dihasilkan dari produksi yang energinya dari energi hijau. Mulai ditanya. Dan kita sebetulnya memiliki kekuatan di sini. Kita memiliki modal besar untuk menghasilkan produk-produk hijau karena energi hijau kita miliki.

 

Potensi energi baru-terbarukan kita 418 gigawatt, berarti 418.000 megawatt, gede sekali. Kita memiliki sungai, ada 4.400 sungai yang kita miliki. Kita memiliki, ini bisa jadi hydropower, kita memiliki arus bawah laut. (Sebanyak) dua per tiga (wilayah) kita adalah laut. Kita memiliki geotermal 29.000 megawatt, kita miliki. Baru dipakai 2.000 megawatt, artinya masih ada 27.000 megawatt. Kita memiliki angin yang sudah kita coba di Jeneponto, di Sidrap di Sulawesi, di Sukabumi.

Banyak sekali energi hijau yang kita miliki selain energi fosil, (baik) batu bara maupun dari minyak. Saya berikan contoh, sungai saja untuk hydropower. Kita memiliki 4.400 sungai. Dua sungai saja, Sungai Mamberamo di Papua itu bisa menghasilkan kurang lebih 23.000 megawatt. Itu (baru) satu sungai. Sungai Kayan di Kalimantan Utara itu bisa menghasilkan kira-kira 11.000 megawatt. (Itu) hanya (dari) dua sungai. Kita memiliki 4.400 sungai. Bisa kita bayangkan betapa modal besar kita untuk bisa menghasilkan produk hijau itu sangat gede sekali.

 

Dan saat ini juga sedang dibangun Kawasan Industri Hijau di (Provinsi) Kalimantan Utara. Kalau ini berhasil, kawasan industri ini seluas 16.000 (hektare), ini akan menjadi sebuah gerbang bagi Indonesia baru, yaitu menjadi sebuah negara industri yang besar, yang patut diperhitungkan oleh dunia. Pintu gerbangnya akan ada di situ, Kawasan Industri hijau di Kalimantan Utara. Dan semoga ini dalam waktu empat-lima tahun, itu sudah bisa diselesaikan untuk yang tahapan pertama.

 

Yang ketiga, yang berkaitan dengan memperkuat ekonomi digital kita, transformasi ekonomi digital kita, membangun masyarakat digital, membangun pemerintahan digital, kita juga memiliki potensi yang besar di sektor ekonomi digital ini. Dan pasar digital di Indonesia tumbuh sangat pesat dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya. Kita prediksi, di 2025 pasar digital kita akan meningkat sampai di angka USD146 miliar. Ini artinya potensinya Rp2.100 triliun. Ini bagian yang muda-muda untuk mengerjakan ini. Jangan diambil oleh negara-negara lain.

 

Dan Indonesia memberikan kontribusi signifikan bagi ekonomi digital di Asia Tenggara. Ekonomi digital kita berkontribusi (sebesar) 40 persen ekonomi digital kita di Asia Tenggara. Kita memiliki delapan unicorn. Ini terbanyak di Asia Tenggara. Ada Traveloka, Tokopedia, Bukalapak. Apa lagi? Dan satu decacorn kita, yaitu Gojek.

 

Jangan ditepuk(-tangani) keras-keras. Pemiliknya ada di sini.

 

Pemerintah terus membangun infrastruktur yang akan mendukung transformasi digital kita ini. Di 2021, telah dimulai proses konstruksi satelit multifungsi Satria 1, kemudian pembangunan BTS yang mulai dilakukan di 12.500 desa dan kelurahan yang belum memiliki akses 4G. Farming dan refarming spektrum frekuensi radio yang telah dilakukan untuk optimalisasi kualitas layanan jaringan 4G dan pengembangan jaringan 5G, dan untuk menjalankan program Analog Switch Off.

 

Tapi yang paling penting memang adalah sumber daya manusia. Ini yang menjadi tanggung jawab besar bagi Kementerian Dikbud untuk mempersiapkannya, dan kementerian-kementerian lain, karena tanpa adanya SDM yang baik, saya ragu urusan ekonomi digital kita ini akan bisa melompat dan “kuenya” bisa kita ambil. Oleh sebab itu, saya minta kepada pendidikan tinggi agar memfasilitasi mahasiswanya untuk mengembangkan talentanya. Jangan dipagari oleh terlalu banyak program-program studi di fakultas. Berikan mahasiswa kesempatan untuk belajar kepada siapa saja, di mana saja. Belajar pada dunia industri, silakan. Belajar pada dunia perbankan, silakan.

 

Dan saya dengar tadi Pak Mendikbud menyampaikan bahwa dari Unpar ada yang masuk ke MRT. Saya kira ini sangat bagus sekali. Belajar-belajar di luar kampus itu akan sangat bagus sekali, sesuai dengan yang sering disampaikan oleh Mendikbud mengenai Kampus Merdeka dan juga Merdeka Belajar.

 

Kita harus betul-betul mampu menciptakan sebuah SDM yang unggul karena nanti semuanya, semuanya nanti akan hybrid, baik hybrid knowledge maupun hybrid skills, sehingga semua mahasiswa ke depan harus paham mengenai matematika, mengenai statistik, mengenai ilmu komputer, paham mengenai bahasa, bukan (bahasa) Inggris saja, melainkan bahasa coding akan lebih penting nantinya. Oleh sebab itu, mahasiswa harus disiapkan untuk selalu siap belajar karena perubahan akan muncul setiap hari, perubahan akan muncul setiap minggu, perubahan akan muncul setiap bulan. Akan berubah terus dunia ini.

 

Saya rasa itu yang bisa saya sampaikan.

 

Dan terakhir, saya ingin menegaskan mengenai ibu kota baru, bahwa ibu kota baru kita ini adalah bagian dari transformasi besar-besaran yang ingin kita lakukan tersebut. Pembangunan ibu kota baru ini bukan semata-mata memindahkan fisik kantor-kantor pemerintahan. Tujuan utama adalah membangun kota baru yang smart, kota baru yang kompetitif di tingkat global, membangun sebuah lokomotif baru untuk transformasi negara kita Indonesia menuju sebuah Indonesia yang berbasis inovasi dan berbasis teknologi, yang berbasis green economy, karena dari sinilah kita akan memulai.

 

Secara fisik, pembangunan ibu kota baru di Kalimantan Timur ini harus dijadikan momentum untuk membangun sebuah kota yang sehat, kota yang efisien, kota yang produktif, yang dirancang sejak awal, dan warganya ke mana-mana dekat, warganya ke mana-mana bisa naik sepeda, ke mana-mana bisa jalan kaki karena zero emission, yang menyediakan pelayanan keamanan dan kesehatan serta pendidikan yang berkelas dunia. Bayangan kita seperti itu.

 

Jadi, sekali lagi ibu kota negara yang baru ini bukan sekadar kota yang berisi kantor-kantor pemerintahan, tetapi kita ingin membangun sebuah new smart metropolis yang mampu menjadi global talent magnet, menjadi pusat inovasi.

 

Dan saya mengharapkan kontribusi keluarga besar Unpar dan perguruan tinggi di seluruh Indonesia untuk memberikan kontribusi dalam transformasi Indonesia ini, memberikan kontribusi melalui SDM-SDM unggul, melalui inovasi ilmu pengetahuan dan teknologi, melalui karya-karya nyata untuk kemajuan Indonesia.

 

Sekali lagi, selamat dies natalis ke-67 Universitas Katolik Parahyangan. Teruslah berinovasi untuk kemajuan negeri. Dirgahayu The Great Unpar.

 

Terima kasih.

 

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Semoga Tuhan memberkati kita.

 

Dan terakhir, saya tayangkan tayangan mengenai ibu kota baru.

 

Terima kasih, terima kasih.