PENGARAHAN
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
KEPADA
ANGGOTA TNI-POLRI PAPUA
DI
KOMANDO RESORT MILITER (KOREM) 172/PRAJA WIRA YAKHTI
KABUPATEN JAYAPURA, PAPUA
TANGGAL 9 MEI Â 2015
Â
Â
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Shalom,
Selamat sore, salam sejahtera bagi kita semuanya.
Yang saya hormati, seluruh Menteri yang hadir, Panglima TNI, Wakil Gubernur, Kapolri, seluruh Perwira Tinggi TNI dan Polri, seluruh Prajurit, PNS, Tokoh Masyarakat, Tokoh Adat, Tokoh Agama, serta Forkominda yang pada sore hari ini hadir.
Tantangan negara kita sekarang ini yang paling berat adalah tantangan ekonomi, sekarang ini. Penguatan dolar terhadap rupiah yang selalu terus menekan, tetapi memang bukan hanya terhadap negara kita saja, tetapi juga negara-negara yang lainnya. Pertumbuhan ekonomi dunia yang melambat juga merupakan tantangan karena memang keuangan global pada saat ini, semuanya melihat apa yang diucapkan Gubernur Bank Sentral Amerika itu selalu dilihat. Kemudian ekonomi besar, di Tiongkok, di Cina juga selalu dilihat karena sekarang juga meskipun sedikit demi sedikit, tetapi kelihatan perlambatannya. Itu tantangan kita.
Oleh sebab itu, perlu saya sampaikan, kompetisi kita sekarang ini bukan kompetisi antarkabupaten atau antarindividu atau antarkota atau antarprovinsi, tetapi antarnegara. Persaingan kita, kompetisi kita sekarang ini, antarnegara. Siapa yang mempunyai strategi yang baik dalam membangun sebuah kebijakan negara, baik strategi ekonomi, strategi kebijakan politik, strategi kebijakan sosial dan budaya, itulah nanti yang akan memenangkan pertarungan ke depan. Tidak mudah, tidak mudah. Karena dengan negara tanpa batas sekarang ini, goyang sebuah negara dekat kita, kita juga ikut kena imbasnya. Melorot pertumbuhan ekonomi di kawasan di sekitar kita, kita juga ikut terkena imbasnya. Inilah kenapa pada saat Konferensi Asia Afrika, saya mengambil posisi, posisi itu penting diambil. Keberanian mengambil posisi itu akan menentukan kita dihormati atau tidak dihormati.
Oleh sebab itu, satu saya sampaikan. Karena saya melihat realitas United Nations, PBB misalnya. Saya sampaikan saat itu blak-blakan, apa adanya bahwa PBB perlu direformasi. Kenapa saya sampaikan itu? Karena banyak konflik-konflik antarnegara, juga terutama di Timur Tengah, kita lihat banyak negara mengintervensi negara tanpa mandat PBB dan didiamkan. Oleh sebab itu, pada saat mempunyai kesempatan di depan lebih dari 100 negara, saya sampaikan. Juga mengenai keuangan global, tata kelola keuangan global yang sudah mulai tahun '44 dikuasai satu dua tiga lembaga dunia, lembaga keuangan dunia. Saya sampaikan apa adanya juga.
Karena yang diperlukan negara-negara miskin, negara di Asia yang berkembang adalah bantuan yang tidak memberatkan, bukan bantuan yang justru kadang malah menjadi mematikan. Ingat kita '98, kita mendengarkan, mendengarkan saran dari lembaga dunia itu. Akhirnya apa malah? Collapse. Oleh sebab itu, saat menyampaikan itu betul-betul memang harus terkalkulasi dan terhitung secara detil, dan mereka biar melihat posisi kita ada di mana. Itu mengenai urusan tantangan negara kita.
Tetapi menurut saya, masalah keamanan, tantangan yang paling berat adalah terorisme, radikalisme, ISIS terutama. Jangan menganggap enteng hal ini. Karena semua negara mengatakan ini adalah tantangan yang paling berat. Di setiap konferensi dunia baik di APEC, di G-20, di ASEAN di Nay Pyi Taw, di ASEAN Summit di Kuala Lumpur, disampaikan terus nomor satu ada di situ. Dan saya juga mengkalkulasi, justru nomor satu ada di situ.
Hati-hati dengan yang tadi baru saja saya sampaikan. Jangan lengah mengurus hal yang sebetulnya tidak menjadi bagian yang sangat penting, tetapi kita urus seperti kelihatan sangat penting. Dan justru yang sangat penting tidak kita seriusi, karena kita melihat bahwa ini kelihatannya tidak penting. Hati-hati. Dan, hampir semua negara mengatakan sekarang ini, kunci pembangunan sebuah negara, kunci pembangunan sebuah bangsa yang paling penting dua, ini yang paling penting. Yang pertama, stabilitas, baik stabilitas keamanan, maupun stabilitas politik, penting. Stabilitas itu bisa stabilitas internal, bisa stabilitas eksternal. Yang kedua adalah pembangunan infrastruktur.
Oleh sebab itu, setiap ada apa pun yang berkaitan dengan stabilitas keamanan selalu saya sampaikan kepada Panglima, ke Panglima TNI. Selalu entah lewat telepon, entah saya undang ke Istana, bagaimana situasinya. "Oh nggak ada masalah, aman." Sudah, saya nggak akan teruskan kalau sudah jawabannya itu. Karena saya percaya. Kalau ragu, saya akan masuk. Kenapa? Apa yang harus dilakukan? Ya kita mestinya bagi-bagi kerja seperti itu. Oleh sebab itu, fokus kita sekarang ini pembangunan adalah infrastruktur. Tetapi ingat, harus didukung oleh stabilitas keamanan, stabilitas politik.
Kalau stabilitas politik menurut saya sekarang ini sudah dapat dikatakan bisa kita selesaikan dengan cara-cara yang baik. Tetapi stabilitas keamanan hati-hati tadi yang saya sampaikan, yang berkaitan dengan terorisme, radikalisme, ISIS, hati-hati dengan itu.
Kemudian yang kedua, saya sampaikan mengenai Papua. Ini penting. Saya ingin agar pendekatan di Papua dirubah, dirubah. Bukan pendekatan keamanan yang represif, tetapi dengan, diganti dengan, dengan pendekatan pembangunan, dengan pendekatan kesejahteraan. Seperti apa kira-kira? Saya ingin memberikan contoh-contoh kecil saja, misalnya TNI-Polri mengajar di sekolahan, TNI-Polri ikut membangun wilayah perbatasan, jalan-jalan di perbatasan. Itu akan dilihat oleh rakyat. Oh, yang membangun jalan, membangun di sekolahan, mengajar di sekolahan adalah dari TNI-Polri.
Saya kira pendekatan-pendekatan seperti itu yang diperlukan, karena sekali lagi, kompetisi kita sekarang ini antarnegara. Jangan kita meruwetkan diri di dalam, sehingga lupa bahwa kompetitor kita itu tidak berada di dalam negeri. Ingat, sebentar lagi, berarti hanya tujuh bulan lagi, sudah terbuka yang namanya Masyarakat Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community). Sudah tidak ada batas lagi antarnegara di ASEAN. Orang lalu lalang, mau dari Malaysia ke sini jadi pedagang kaki lima, boleh. Kita mau ke sana buka restoran, boleh. Tanpa bisa kita mencegah itu. Nggak, udah nggak bisa.
Oleh sebab itu, kesiapan kita di dalam negeri, di domestik, ini harus diperkuat. Stabilitas keamanan lewat pendekatan-pendekatan kesejahteraan dan pendekatan-pendekatan pembangunan. Dialog itu sangat penting sekali dalam membangun saling rasa percaya. Ini adalah distrust, ada ketidakpercayaan. TNI-Polri juga masih ragu-ragu, "Waduh, ini benar atau ndak? Benar atau ndak pendekatan?" Karena apa? Ada rasa tidak percaya. Dari sini juga sama.
Oleh sebab itu, yang perlu dibangun sekarang ini adalah rasa saling percaya. Rasa saling percaya itu bisa dibangun kalau bisa kita tunjukkan bahwa kita memang ingin semuanya, pemerintah itu betul-betul ingin membangun Papua. Tidak ada pikiran yang lain kecuali ingin membangun Papua. Tahun ini saja, untuk urusan ke-PU-an, PU, digelontorkan ke Papua kurang lebih Rp 6 triliun, besar sekali. Belum urusan untuk pertanian, belum urusan untuk membangun pasar, belum urusan untuk membangun pelabuhan. Masih banyak sekali yang terus ingin dimasukkan ke pembangunan di Papua. Dan pemerintah menginginkan agar sumber daya alam yang ada di Papua ini betul-betul bisa dinikmati oleh rakyat Papua, oleh rakyat Papua.
Saya sudah berbicara dengan bupati, walikota, dengan gubernur, wakil gubernur. Saya sampaikan bagaimana manajemen agar pengelolaan kita ini tidak keliru. Kita pernah tiga kali mempunyai kesempatan untuk membuat fondasi negara ini baik, tetapi gagal. Pada saat boom minyak tahun 70-an sampai 75-an sampai 80-an. Waktu booming minyak, kita gagal membuat fondasi yang kuat bagi negara ini. Waktu itu adalah sebenarnya kesempatan yang sangat besar. Yang kedua, waktu booming kayu tahun 80-an. Kayu semuanya ditebang, tebang, tebang. Juga tidak kita siapkan, kita lupa menyiapkan industrialisasi, hilirisasi. Sehingga kesempatan itu hilang lagi.
Ini hampir saja juga yang ketiga, masalah minerba, batu bara, nikel, bauksit, timah, kita kuras semuanya tanpa kita menyiapkan industrialisasi hilirisasinya. Kita bisa kehilangan kesempatan setelah itu habis, apalagi kita yang kita punya? Hati-hati dengan itu. Karena sebetulnya, kekuatan kita ada di tadi yang saya sampaikan tiga itu. Begitu tiga ini bisa kita arahkan menuju ke sebuah hal yang sangat produktif, sudah, rampung infrastruktur kita. Membangun kereta api dari Sabang sampai Merauke di seluruh pulau di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Papua itu hanya habis Rp 360 triliun, saya hitung. Berapa sudah minyak yang kita hasilkan? Berapa ribu trilliun, berapa puluh ribu triliun? Kayu berapa puluh ribu triliun? Itu hanya butuh Rp 360 triliun, sampai sekarang nggak bisa kita bangun. Jalan tol satu kilo hanya Rp 80 miliar. Mau minta berapa kilo? Paling berapa. Kekeliruan-kekeliruan seperti ini harus dibetulkan, diluruskan.
Kembali ke masalah keamanan Papua. Jadi kita ingin menggerakan roda ekonomi Papua dengan pembangunan-pembangunan infrastruktur, pembangunan-pembangunan pasar. Dan kita berharap agar pembangunan itu betul-betul dirasakan oleh rakyat di Tanah Papua, bisa dirasakan. Kalau tidak, itu yang akan memunculkan sebuah kecemburuan sosial dan ekonomi. Inilah yang harus selalu saya sampaikan. Dilibatkan masyarakat, diikutsertakan masyarakat dalam setiap derap pembangunan. Kereta api, kalau jalan-jalan Trans-Papua dulu, jalan Trans-Papua, target saya tadi sudah saya sampaikan ke Menteri PU, 2018, 2019 lah jangan 18. 2019, 2019 seluruh jaringan jalan Trans-Papua ini harus sambung antarkabupaten. Ini target yang saya berikan kepada Menteri PU, dan tadi sudah disanggupi.
"Siap pak, saya kira sebelumnya mungkin sudah bisa sambung." Oke, saya berikan sampai 2019 tapi kalau bisa maju 2018 juga lebih baik, syukur bisa maju lagi ke 2017. Kemudian yang besar lagi, pembangunan pelabuhan di Sorong. Itu akan memakan lahan kurang lebih 7.000 hektar. Saya sudah sampaikan kalau membangun pelabuhan jangan seperti yang dulu-dulu hanya 50 hektar, hanya 20 hektar, hanya 15 hektar, tidak. Harus punya visi 100 tahun yang akan datang. Minim saya sampaikan, minim 2.000 itu minim. Pelabuhan plus untuk pembangkit tenaga listrik, powerplant, plus untuk kawasan industri, industrial zone. Di semua negara ya seperti itu. Kalau kita hanya membikin katakanlah 20 hektar atau 50 hektar, kemudian ekonomi kita berkembang baik, kemudian kanan-kiri sudah diduduki penduduk, mau apa? Contoh di Tanjung Priok, contoh di Tanjung Emas Semarang, contoh di Tanjung Perak di Surabaya, sudah kesulitan. Oleh sebab itu, langsung kuasai sebanyak-banyaknya. Kesalahan-kesalahan seperti itu jangan sampai diulang.
Kemudian pembangunan kereta api di Papua. Studinya ini masih dalam proses, feasibility study-nya masih proses. Kita harapkan nanti bulan Agustus-September sudah selesai, sehingga bisa ditentukan titik mana yang dibangun terlebih dahulu. Saya kemarin sudah memberi target tahun depan harus dimulai. Tetapi dari Menteri Perhubungan, dari PT. KAI menyampaikan "Pak, mungkin tahun ini bisa kok, tahun ini, untuk kereta apinya." Tapi yang ngomong Menteri Perhubungan, bukan saya. Saya berikan target tahun depan.
Terakhir saya ingin titip agar hal-hal kecil yang kira-kira akan menimbulkan masalah, tolong segera diguyur dengan air, biar tidak memanas, biar apinya tidak membesar dengan pendekatan-pendekatan yang tadi saya sampaikan. Pendekatan dialog, mengajak untuk bersama-sama membangun kota/kabupaten, daerahnya masing-masing. Cara-cara seperti itu yang harusnya kita lakukan. Jangan sampai karena ada kekeliruan, kemudian menasional, kemudian menginternasional, menyebabkan ketidakpercayaan investor, investasi terhadap negara kita. Sehingga pertumbuhan yang kita targetkan menjadi tidak tercapai gara-gara hal yang berkaitan dengan hukum dan keamanan. Ini betul-betul harus dipegang.
Karena kalau yang namanya investasi sudah tidak percaya, sulit kita membangun negara ini. Karena dengan kemampuan keuangan kita, akan memakan waktu berpuluh-puluh tahun untuk mencapai pada titik yang kita inginkan. Oleh sebab itu, yang namanya kepercayaan, trust, itulah yang ingin terus kita bangun agar dunia percaya bahwa negara kita memang bisa dipercaya. Biar dunia juga tahu bahwa kita memang betul-betul konsen terhadap pertumbuhan ekonomi, terhadap stabilitas keamanan, terhadap stabilitas politik. Akhirnya, saya berharap kepada Saudara-saudara semuanya, agar dapat mewujudkan cita-cita negara, khususnya cita-cita rakyat di sini, rakyat Tanah Papua, Papua yang damai, Papua yang adil, dan Papua yang sejahtera.
Saya kira itu yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang berbahagia ini.
Terima kasih. Saya tutup.
Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Asisten Deputi Naskah dan Penerjemahan,
Deputi Bidang Dukungan Kebijakan,
Kementerian Sekretariat Negara RI