PENJELASAN PEMERINTAH RI
MENGENAI DUKUNGAN TERHADAP
RESOLUSI DEWAN KEAMANAN PBB NO. 1747
PADA
SIDANG PARIPURNA DPR RI
Jakarta, 10 Juli 2007
Yth. Ketua dan Para Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia,
Yth. Para Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia,
Para Hadirin sekalian yang saya hormati,
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Selamat pagi dan salam sejahtera bagi kita semua,
(PENDAHULUAN)
1. Pertama-tama, marilah kita panjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, Allah SWT, karena hanya berkat Rahmat dan Perkenan-Nya kita dapat hadir pada acara Sidang Paripurna DPR-RI, dalam rangka penyampaian Penjelasan Pemerintah mengenai Persetujuan Pemerintah Republik Indonesia terhadap Resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 1747 tentang isu nuklir Iran.
2. Pada kesempatan ini, perkenankanlah saya menegaskan kembali komitmen Pemerintah untuk menghormati penyampaian interpelasi sebagai hak anggota DPR RI. Pemerintah juga memiliki komitmen yang tinggi untuk membangun dan memelihara komunikasi politik antara lembaga eksekutif dan legislatif, termasuk mengenai arah, kebijakan dan operasionalisasi politik dan hubungan luar negeri yang menjadi kewenangan Pemerintah.
3. Saya percaya bahwa pada forum konsultasi antara Presiden dan Pimpinan DPR yang khusus membahas politik dan hubungan luar negeri pada tanggal 3 Juli yang lalu, telah terjadi proses saling menjelaskan dan saling memperkaya prespektif tentang politik dan hubungan luar negeri yang dijalankan Pemerintah. Karena itu, pada kesempatan ini saya akan menyampaikan penjelasan Pemerintah secara khusus mengenai keputusan Pemerintah untuk menjadi bagian dari konsensus 15 negara anggota Dewan Keamanan PBB dalam mengeluarkan Resolusi Nomor 1747 tentang isu nuklir Iran.
Pimpinan dan para Anggota DPR-RI yang saya hormati,
4. Resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 1747 yang telah disahkan pada tanggal 24 Maret 2007 telah menimbulkan reaksi di berbagai kalangan di dalam negeri termasuk di Dewan Perwakilan Rakyat. Pemerintah dapat memahaminya. Pemerintah bahkan menghargai reaksi dan pandangan-pandangan yang muncul, karena hal itu merupakan bentuk kepedulian Dewan terhadap pelaksanaan politik luar negeri. Sebagai kebijakan, Pemerintah tentunya berupaya agar setiap kebijakan yang diambil juga aspiratif.
5. Sesuai dengan salah satu butir kesimpulan Rapat Kerja Komisi I DPR RI dengan Menteri Luar Negeri tanggal 29 Maret 2007, Pemerintah telah melakukan sosialisasi yang intensif mengenai isu nuklir Iran dan posisi yang diambil Indonesia mendukung Resolusi 1747. Sosialisasi dilakukan kepada berbagai kalangan seperti tokoh-tokoh/organisasi politik dan kemasyarakatan, kaum intelektual dan perguruan tinggi dan media massa.
6. Pada kesempatan ini, Pemerintah kembali menegaskan bahwa keputusan untuk menjadi bagian dari konsensus 15 negara anggota Dewan Keamanan PBB dalam pemungutan suara resolusi 1747 merupakan pilihan yang optimal. Keputusan itu telah diambil dengan pertimbangan mendalam yang mengacu pada prinsip-prinsip dasar politik luar negeri dan kepentingan nasional kita, serta dengan memperhatikan proses konsultasi aktif yang kita lakukan pada tingkat Presiden, Menteri Luar Negeri dan delegasi RI di PBB dengan negara-negara GNB, OKI, dan anggota Dewan Keamanan lainnya – serta tentunya Iran sebagai negara sahabat.
7. Pemerintah juga perlu menyampaikan kepada Sidang Paripurna ini bahwa setelah resolusi 1747 itu disahkan tiga setengah bulan yang lalu, Indonesia di mata negara-negara lain – termasuk negara-negara GNB dan OKI – tetap dihargai sebagai negara yang menganut politik bebas aktif. Kiprah politik luar negeri Indonesia di berbagai forum bilateral, regional dan multilateral global tetap dihargai.
8. Demikian pula, hubungan bilateral dengan Iran tetap berjalan baik, memperhatikan hubungan yang bersifat multidimensi. Dalam kunjungan Utusan Khusus Presiden RI, Dr. Alwi Shihab, ke Iran tanggal 18-19 Juni 2007, Presiden Iran Ahmadinedjad menegaskan komitmen Pemerintah Iran untuk terus mengembangkan kerjasama bilateral termasuk di bidang investasi.
Sidang Paripurna DPR RI yang kami muliakan,
(TINJAUAN KONTEKSTUAL)
9. Dalam penyampaian interpelasi mengenai masalah ini, DPR RI telah mengajukan 8 pertanyaan kepada Pemerintah, menyangkut berbagai hal yang berkaitan dengan isu nuklir Iran serta posisi dan persetujuan Indonesia atas Resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 1747 tersebut. Posisi yang diambil Pemerintah dalam masalah nuklir Iran, pada hakekatnya merupakan bagian dari implementasi hubungan dan politik luar negeri Indonesia. Oleh karenanya, sebelum menyampaikan jawaban atas 8 pertanyaan tersebut, perkenankanlah saya untuk menyampaikan tinjauan tentang hubungan dan politik luar negeri Indonesia, dalam konteks mana kebijakan atas resolusi tersebut diambil.
10. Konstitusi kita jelas mengamanatkan pencapaian tujuan dan kepentingan nasional yang harus dicapai untuk kita sendiri sebagai bangsa. Konstitusi kita juga mengamanatkan bahwa sebagai warga masyarakat internasional kita berkewajiban untuk ikut melaksanakan ketertiban dunia. Tatanan dunia yang berdasarkan atas kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, masih merupakan cita-cita yang secara aktif harus kita perjuangkan. Pada kenyataannya kita masih hidup dalam dunia yang penuh ketidakadilan, dunia yang terpilah antara negara maju dan negara berkembang, atau kaya dan miskin. Negara-negara mengklaim berada dalam kedudukan yang setara, tetapi pada kenyataannya terdapat 5 negara anggota tetap Dewan Keamanan yang memiliki senjata nuklir dan hak veto di Dewan Keamanan PBB.
11. Dalam lingkungan yang seperti itulah diplomasi Indonesia harus dioperasionalisasikan. Upaya untuk merombak tatanan dunia yang berlaku sejak Perang Dunia II melalui reformasi PBB bukan merupakan upaya yang mudah.
12. Politik luar negeri yang bebas dan aktif tidak berarti Indonesia sekedar tampil berbeda dengan negara lain, tetapi memerlukan pola pikir konstruktif untuk mencapai tujuan nasional sekaligus memelihara ketertiban dunia. Karena itu Undang Undang Nomor 37 tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri mengamanatkan agar politik luar negeri melaksanakan diplomasi yang kreatif, aktif dan antisipatif, tidak sekedar rutin dan reaktif, teguh dalam prinsip dan pendirian serta rasional dan luwes dalam pendekatan. Saya perlu tegaskan bahwa politik luar negeri yang bebas dan aktif tetap relevan bagi Indonesia dan Pemerintah tetap konsisten dalam menjalankannya.
13. Dalam masalah perdamaian dan keamanan dunia, Indonesia selama ini aktif dalam kegiatan menciptakan perdamaian (peace making) dan pemeliharaan perdamaian (peace keeping). Indonesia telah berperan aktif dalam proses perdamaian di Kamboja (1988-1994) dan Filipina Selatan (1993-1996).
14. Amanat konstitusi menjadi dasar bagi upaya-upaya Indonesia untuk ikut membantu solusi konflik di Timur Tengah seperti konflik Arab-Israel, Lebanon dan Irak. Kita tidak berpretensi dapat menyelesaikan situasi konflik yang begitu kompleks, tetapi sekecil apapun kontribusi yang dapat kita berikan akan kita lakukan. Apalagi konflik-konflik itu juga mempunyai dampak terhadap Indonesia.
15. Karena itu pula kita mendorong penyelenggaraan konferensi puncak OKI khusus tentang Lebanon pada tahun lalu, ketika militer Israel melakukan serangan yang mengakibatkan ribuan penduduk Lebanon terbunuh, luka-luka dan menderita kerugian harta dan benda. Indonesia yang sejak awal menyampaikan komitmen untuk mengirimkan 1.000 anggota TNI pasukan perdamaian, apabila Dewan Keamanan menetapkan gencatan senjata dan menggelar pasukan perdamaian di Lebanon Selatan. Kontingen Indonesia ini merupakan misi perdamaian yang ke 33 sejak pertama kali digelar 50 tahun yang lalu di Sinai, menyusul perang Arab-Israel tahun 1956. Tidak hanya Indonesia aktif dalam “peace making� dan “peace keeping�, tetapi juga dalam pembangunan perdamaian (peace building) sejak Indonesia terpilih menjadi anggota Peace Building Comission pada tahun 2006.
16. Salah satu prioritas keanggotaan Indonesia di Dewan Keamanan PBB adalah turut memberikan kontribusi bagi pencapaian perdamaian di Timur Tengah yang adil dan langgeng. Dalam hal ini, konflik Israel-Palestina dapat diketegorikan sebagai “the mother of all conflicts� dalam sejarah PBB. Karena itu, Indonesia secara konsisten mendukung perjuangan rakyat Palestina sesuai dengan amanat konstitusi yang menentang segala bentuk penjajahan. Suatu perjuangan yang akan terus dilakukan sampai tercapainya kemerdekaan bangsa Palestina.
17. Kita prihatin atas terjadinya perpecahan di antara kelompok-kelompok di Palestina, yang hanya akan menguntungkan Israel. Karena itu, kita terus mendorong pemberdayaan pemerintah persatuan Palestina. Dalam hal ini, Pemerintah Indonesia merencanakan untuk menyelenggarakan pertemuan Asia Afrika mengenai peningkatan kapasitas Palestina. Untuk meringankan beban penderitaan saudara-saudara kita bangsa Palestina, Pemerintah Indonesia telah menyampaikan bantuan kemanusiaan dari waktu ke waktu. Kita juga telah merencanakan untuk mengadakan pertemuan para tokoh Hamas ke arah penerimaan pemerintahan persatuan yang lebih baik oleh masyarakat internasional. Tetapi karena situasi di lapangan akhir-akhir ini, kita terpaksa menunda kedua rencana pertemuan tersebut.
18. Melihat perkembangan yang semakin memburuk di Irak, Pemerintah Indonesia tidak bisa tinggal diam. Apalagi menyaksikan jatuhnya korban warga sipil yang terus meningkat. Oleh karena itulah, Pemerintah merasa terpanggil untuk memberikan kontribusinya, yang ditujukan untuk meringankan penderitaan rakyat Irak yang berkepanjangan. Atas dasar itulah, bekerjasama dengan para pemimpin agama, telah diselenggarakan pertemuan para ulama untuk rekonsiliasi Irak di Bogor pada bulan April 2007.
19. Sejak awal Indonesia dengan lantang menentang invasi militer Amerika Serikat ke Irak pada tanggal 20 Maret 2003. Untuk menyelesaikan masalah Irak yang berkepanjangan, Indonesia pada akhir tahun lalu telah mengusulkan “triple track approach� yaitu: rekonsiliasi nasional Irak; pembentukan pasukan penyangga dari negara-negara Muslim dan penarikan pasukan Amerika Serikat dan sekutunya secara bertahap; serta upaya rehabilitasi dan rekonstruksi ekonomi Irak. Usulan Indonesia ini telah mendapat dukungan dari para pemimpin Islam, baik Suni maupun Syiah, yang hadir pada pertemuan Bogor tentang rekonsiliasi Irak bulan April yang lalu.
20. Sesuai dengan salah satu prinsip Gerakan Non Blok, Indonesia menentang pengembangan dan kepemilikan senjata nuklir. Deklarasi KTT GNB di Havana tanggal 16 September 2006 menggarisbawahi kembali seruan bagi perlucutan senjata nuklir serta bagi pelarangan pengembangan, produksi, kepemilikan dan penyimpanannya. Deklarasi tersebut juga mendorong negara-negara untuk membentuk kawasan-kawasan bebas senjata nuklir di berbagai wilayah dunia, termasuk di Timur Tengah.
21. Indonesia menjadi bagian dari Perjanjian Pelarangan Penyebarluasan Senjata Nuklir (NPT) yang bertujuan menghapuskan senjata nuklir yang sudah ada (nuclear disarmament) dan mencegah negara-negara (baru) untuk mengembangkan teknologi nuklir untuk tujuan militer (nuclear non-proliferation).
22. Sebaliknya, NPT menjamin hak negara-negara untuk mengembangkan teknologi nuklir untuk tujuan damai; sepanjang pengembangan itu dilakukan secara transparan dan akuntabel, dengan tertib mematuhi sistem pengawasan (monitoring) dan verifikasi oleh Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA), sesuai dengan �safeguard agreements�. Indonesia, Iran dan hampir sejumlah 180 negara yang berdaulat, atas pilihan bebasnya menjadi pihak dari NPT dan �safeguard agreements�. Atas dasar posisi-posisi prinsip itulah peran Indonesia sangat menonjol dalam fora perlucutan senjata, seperti pada Conference on Disarmament, sebagai Ketua Komite Perlucutan Senjata GNB, dan Ketua Komite Persiapan NPT Review Conference 2005.
Sidang Paripurna DPR-RI yang saya hormati,
(FAKTA TENTANG PENGEMBANGAN NUKLIR OLEH IRAN)
23. Sebagaimana kita maklumi bersama, upaya pengembangan teknologi nuklir oleh Iran telah menjadi sumber keprihatinan masyarakat internasional termasuk negara-negara di kawasan Timur Tengah. Keprihatinan tersebut misalnya tercermin dalam pembicaraan di IAEA sejak 2002 dan di Dewan Keamanan PBB sejak awal 2006.
24. Dari fakta di lapangan, Iran memang belum memiliki reaktor pembangkit nuklir yang telah beroperasi. Dari data yang ada, reaktor yang sedang dibangun dan fasilitas riset yang dimiliki Iran kini telah berjumlah 9 unit. Sementara itu, upaya Iran untuk mengembangkan pengayaan uranium dinilai oleh IAEA tidak transparan. Pada tingkat tertentu pengayaan uranium dapat dialihkan secara mudah untuk maksud militer (dual use). Meskipun Dirjen IAEA menyatakan bahwa Iran masih memerlukan waktu sekitar 3 sampai 6 tahun untuk mencapai skala industrial, sikap tidak transparan Iran selama 20 tahun telah menimbulkan kecurigaan.
25. Situasi ini semakin rumit karena Iran telah memiliki kemampuan dan teknologi peluru kendali (missile), seperti pengembangan rudal �Shahab-5� dengan daya jangkau sekitar 5.500 KM. Sebagai catatan, hingga saat ini belum terdapat rejim yang mengatur senjata pemusnah massal di kawasan Timur Tengah yang masih sangat rentan dengan berbagai konflik.
(DRAFT AWAL RESOLUSI 1747)
26. Keprihatinan masyarakat internasional mengenai isu nuklir Iran tercerminkan dari pembicaraan baik pada Badan Tenaga Atom Internasional sejak 2002 dan di Dewan Keamanan PBB sejak awal tahun 2006. Karena itu, dikeluarkannya resolusi DK PBB 1747 perlu dipahami sebagai bagian dari suatu proses yang sudah berlangsung cukup lama.
27. Mengenai resolusi 1747 itu sendiri, rancangan awal disusun oleh negara-negara P5+1 (negara-negara anggota tetap Dewan Keamanan ditambah Jerman sebagai Ketua Uni Eropa). Konsekuensinya, rancangan awal resolusi tersebut dinilai berat sebelah dan belum mengakomodasikan posisi prinsip negara-negara anggota tidak tetap, termasuk Indonesia. Dalam hal ini, rancangan awal itu tidak memuat rujukan tentang:
a. Pembentukan kawasan bebas senjata nuklir di Timur Tengah sebagai upaya membatasi ruang gerak penyebaran senjata nuklir;
b. Keperluan untuk mendorong kewajiban negara-negara nuklir untuk mengurangi dan menghapuskan senjata nuklir; dan
c. Prinsip penyelesaian masalah melalui dialog dan negosiasi.
d. Jangkauan sanksi yang tidak fokus (yang diangkat oleh Afrika Selatan).
28. Rujukan-rujukan tersebut di atas merupakan persoalan prinsip yang menjadi kepentingan nasional Indonesia. Karena menyangkut persoalan prinsip itulah maka delegasi Indonesia meminta kepada negara-negara ko-sponsor untuk merubah rancangan resolusi itu dengan memasukkan ketiga rujukan tersebut di atas.
(PILIHAN POSISI RI)
29. Faktor dinamika di lapangan telah pula menjadi pertimbangan dalam pemilihan opsi-opsi posisi Indonesia: mendukung, abstain, atau menolak, dengan keuntungan dan kerugian masing-masing. Dari konsultasi di New York yang dilakukan delegasi Indonesia dengan delegasi dari negara-negara anggota Liga Arab, anggota tidak tetap DK, khususnya Afrika Selatan dan Qatar, Kaukus GNB dan juga dengan Iran sendiri akhirnya mengarahkan Indonesia untuk memajukan amandemen yang setelah melalui proses perundingan intensif akhirnya dapat diterima ko-sponsor.
Sidang Paripurna yang saya hormati,
(Q1: DASAR PERTIMBANGAN PEMERINTAH)
30. Perkenankanlah saya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam interpelasi Dewan Perwakilan Rakyat. Pertanyaan pertama merujuk pada “dasar pertimbangan Pemerintah memberikan suara persetujuan terhadap resolusi DK PBB no. 1747 yang berisi perluasan sanksi terhadap Iran.�
31. Kiranya perlu dipahami bahwa resolusi 1747 yang disahkan pada 24 Maret 2007 mengenai isu nuklir Iran adalah resolusi ketiga yang dijatuhkan Dewan Keamanan mengenai isu nuklir Iran. Dua resolusi sebelumnya, yaitu resolusi DK PBB no. 1696 pada 31 Juli 2006 dan resolusi no. 1737 pada 23 Desember 2006. Sesuai Pasal 25 Piagam PBB, maka resolusi DK PBB bersifat mengikat (binding) bagi semua negara anggota PBB. Dengan demikian masalah nuklir Iran di Dewan Keamanan PBB bukanlah masalah baru. Yang baru adalah partisipasi kita sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan periode 1 Januari 2007 – 31 Desember 2008 dan karena itu ikut dalam pemungutan suara mengenai isu nuklir Iran untuk pertama kali.
32. Keputusan yang diambil Pemerintah untuk menentukan posisi terhadap suatu rancangan resolusi bukanlah suatu proses yang sederhana, tidak sesederhana dalam memilih posisi: mendukung, abstain, atau menolak. Proses ini melibatkan pemantauan guliran proses dan lobi di Perwakilan dan di Pusat, pada berbagai tingkatan. Pada akhirnya pemahaman akan rancangan resolusi secara utuhlah yang menjadi acuan utama dalam menentukan sikap kita.
33. Pemahaman rancangan resolusi pada keutuhannya, baik pada paragraf preambular dan paragraf-paragraf operatif dari resolusi, termasuk pada lampirannya (Annex I dan II) dan dibandingkan terhadap resolusi 1737 sebelumnya, memang terdapat elemen penguatan sanksi yang dijatuhkan kepada Iran walaupun masih terbatas. Namun secara kontekstual, resolusi sesungguhnya memberikan keutamaan (primacy) pada upaya mencari solusi damai untuk menyelesaikan masalah Iran dalam 60 hari. Resolusi juga menawarkan insentif-insentif yang akan diberikan kepada Iran apabila Iran menghentikan proses pengayaan uraniumnya, dalam bentuk kerjasama yang lebih luas di berbagai bidang, seperti di bidang teknologi nuklir dan energi nuklir, kerjasama politik, ekonomi dan perdagangan, hubungan udara, telekomunikasi, teknologi informasi dan pertanian.
34. Pemerintah memperhitungkan bahwa dengan disahkannya resolusi 1747, prospek dari upaya mencari solusi damai cukup terbuka, apabila Iran dan negara-negara anggota tetap dan Jerman (P5+1) bersungguh-sungguh dalam mencari solusi damai. Sebagai perbandingan, Korea Utara yang juga sudah dijatuhkan dua resolusi Dewan Keamanan mengenai isu nuklir Korea Utara, melalui proses Six Party Talks pada bulan Maret 2007, telah mencapai kesepakatan-kesepakatan secara damai untuk menghentikan kegiatan penembangan teknologi nuklir untuk tujuan militer oleh Korea Utara.
35. Dari segi substansi, masalah nuklir Iran sesungguhnya adalah masalah pengembangan teknologi nuklir untuk tujuan damai (termasuk proses pengayaan uranium) yang prosesnya tidak dilakukan dengan cukup transparan di bawah pengawasan teknis oleh badan yang berwenang di bidang itu, yaitu IAEA. Berbagai laporan Direktur Jenderal IAEA, Dr. Mohamad El Baradei, menggarisbawahi proses yang tidak transparan tersebut. Laporan bulan November 2003 antara lain mengatakan �it is clear that Iran has failed in a number of instances over an extended period of time to meet its obligations under its Safeguards Agreement and in the past, Iran had concealed many aspects of its nuclear activities, with resultant breaches of its obligations to comply with the provision of its Safeguards Agreements.� (“Jelas bahwa Iran, selama waktu yang panjang dan dalam sejumlah hal, telah gagal untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya di bawah Safeguard Agreements dan pada masa lalu Iran telah menyembunyikan banyak aspek kegiatan nuklirnya, yang berujung pada pelanggaran atas kewajiban-kewajibannya untuk memenuhi ketentuan Safeguard Agreements�). Selanjutnya, laporan Dirjen IAEA terkait dengan resolusi 1747 menyatakan bahwa Iran tidak mematuhi resolusi 1696 dan 1737 serta masih melakukan pengayaan uranium di Natanz dan reaktor air berat di Arak.
36. Seperti saya sampaikan sebelumnya, Iran atas pilihannya sendiri memutuskan menjadi negara pihak pada NPT dan Safeguards Agreements, dan karena itu seperti halnya Indonesia dan 180 negara pihak lainnya, berkewajiban membuat pengembangan teknologi nuklirnya transparan dan akuntabel. Proyek nuklir yang kita miliki di Serpong dan Yogyakarta, sepenuhnya dilakukan secara transparan dan akuntabel, sepenuhnya mematuhi proses monitoring dan verifikasi oleh Badan Tenaga Atom Internasional.
37. Pemerintah Indonesia masih melihat peluang untuk solusi damai dari masalah nuklir Iran. Dari sisi lain, dalam proses negosiasi terhadap rancangan resolusi yang disiapkan oleh 5 negara anggota tetap DK PBB, yaitu Inggris, Perancis, Rusia, China dan Amerika Serikat, dan Jerman (P5+1), Indonesia telah ikut berupaya menjadikan resolusi itu lebih seimbang (balance) dengan memasukkan amandemen-amandemen mengenai:
a. Kewajiban negara maju pemilik senjata nuklir untuk melucuti senjata-senjatanya;
b. Pembentukan kawasan bebas nuklir di Timur Tengah;
c. Menegaskan hak setiap negara untuk mengembangkan teknologi nuklir untuk tujuan damai; dan
d. Agar perundingan antara Iran dengan Uni Eropa (EU3) dilakukan dengan itikad baik.
38. Setelah melalui proses perundingan yang sangat alot, terutama butir amandemen yang pertama dan kedua, pada akhirnya usul inisiatif Indonesia yang juga didukung oleh Qatar dan Afrika Selatan, dapat diterima. Dalam proses memang ada upaya Iran melalui jasa baik Afrika Selatan untuk tampil dengan suatu usulan solusi, sehingga dengan begitu rancangan resolusi bisa dikesampingkan. Afrika Selatan sempat mengadakan pertemuan konsultasi dengan Duta Besar Inggris (wakil dari P5+1) dan Iran, yang dipimpin oleh Afrika Selatan selaku Ketua sidang Dewan, namun ternyata tidak ada usulan substantif apapun, karena itu rancangan resolusi lalu dipungutsuarakan.
39. Atas pertimbangan hal-hal tersebut, Pemerintah lalu memutuskan untuk mengambil persuaraan mendukung resolusi yang disyahkan secara konsensus.
(Q2: HAK MEMANFAATKAN IPTEK)
40. Berkaitan dengan pertanyaan kedua yaitu �Apakah posisi yang diambil terhadap resolusi DK PBB tersebut tidak bertentangan dengan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 terutama yang menyangkut pasal-pasal tentang hak memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kesejahteraan masyarakat?� Pemerintah berpendirian bahwa posisi yang diambil Pemerintah terhadap resolusi DK PBB 1747 tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945, baik Pembukaan maupun batang tubuhnya.
41. Keputusan Pemerintah untuk menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB yang pencalonannya dilakukan sejak tahun 1996, merupakan upaya yang konsisten agar Indonesia dapat memberikan sumbangsihnya yang lebih besar bagi upaya memelihara perdamaian dan keamanan dunia, yang merupakan mandat utama Dewan Keamanan PBB. Posisi dan sikap Indonesia terhadap isu nuklir tetap konsisten, baik di dalam maupun di luar Dewan Keamanan, yaitu bahwa pengembangan teknologi nuklir untuk tujuan damai merupakan hak mendasar (inalienable rights) dari setiap negara.
42. Karena itu, Indonesia secara terbuka menyatakan di berbagai forum bahwa Indonesia mendukung sepenuhnya hak Iran untuk mengembangkan teknologi nuklir untuk tujuan damai, tentunya dengan sepenuhnya menghormati kewajibannya untuk melakukan pengembangan teknologi nuklir itu secara transparan dan akuntabel. Hak Iran itu dijamin dalam kesepakatan Internasional dalam bentuk perjanjian. Dan hak Iran itu juga sesungguhnya hak kita juga dan hak banyak negara berkembang lainnya.
43. Karena itu kita tidak ingin solusi dari masalah nuklir Iran ini berujung pada pengurangan hak negara-negara, utamanya negara berkembang, untuk mengembangkan teknologi nuklir untuk tujuan damai. Dalam proses negosiasi resolusi 1747, hal ini juga dikonsultasikan dengan erat oleh delegasi Iran dengan delegasi Indonesia, dan karena itulah butir amandemen tentang jaminan hak ini yang kemudian masuk dalam resolusi 1747.
44. Posisi yang diambil Pemerintah terhadap resolusi 1747, memang dapat ditakar dengan ukuran ketentuan konstitusi, baik pembukaan maupun batang tubuh UUD 1945. Jaminan-jaminan tentang hak asasi manusia dalam Bab X (A), UUD 1945, termasuk Pasal 28 (c), utamanya mengatur hak konstitusional warga negara Indonesia dan bahkan setiap orang yang berada di wilayah jurisdiksi Indonesia. Sedangkan hak Iran untuk mengembangkan teknologi nuklir untuk tujuan damai telah dijamin dalam suatu traktat Internasional, yaitu NPT.
45. Sesungguhnya masalah yang menjadi pokok persoalan dari isu nuklir Iran bukanlah masalah haknya itu sendiri, tetapi bagaimana hak atas pengembangan teknologi nuklir untuk tujuan damai dilakukan dengan transparan dan akuntabel sesuai dengan keterikatan yang dibuat oleh Iran sendiri pada berbagai perjanjian internasional sebagai negara yang berdaulat.
46. Dengan Indonesia mendukung resolusi 1747, Indonesia juga konsisten dalam upaya mencari solusi damai dari permasalahan dan konflik internasional, sesuai dengan amanat konstitusi dan politik luar negeri yang selalu berusaha mencari cara-cara damai dalam menyelesaikan masalah. Sementara resolusi itu sendiri masih memberikan keutamaan bagi penyelesaian secara damai. Pemerintah Indonesia akan menolak kemungkinan penggunaan kekuatan militer untuk menyelesaikan masalah.
(Q3: SOAL KEBERPIHAKAN)
47. Selanjutnya, pertanyaan ketiga �Apakah menurut Pemerintah dukungan terhadap resolusi tersebut bukan merupakan keberpihakan kepada pihak yang menindas terhadap pihak yang tertindas karena tuduhan yang dijatuhkan kepada Republik Islam Iran sampai saat ini tidak terbukti?�
48. Kiranya perlu kami tekankan bahwa dukungan negara-negara terhadap resolusi 1747 tidak dapat disederhanakan sebagai keberpihakan kepada pihak yang menindas terhadap pihak yang tertindas, yang terakhir ini dimaksudkan Iran. Resolusi 1747 disahkan secara konsensus atas dukungan 15 negara anggota Dewan Keamanan PBB, yaitu 5 anggota tetap, dan 10 anggota tidak tetap, yaitu Indonesia, Qatar, Afrika Selatan, Ghana, Kongo, Peru, Panama, Belgia, Italia dan Slovakia. Ke-15 negara tersebut terdiri dari 5 negara pemilik senjata nuklir yang mempunyai hak veto, dan yang 10 lainnya tidak. 15 negara ini juga terdiri dari 7 negara maju dan 8 negara berkembang. Hampir semuanya negara berkembang ini adalah anggota Gerakan Non-Blok (GNB).
49. Jadi sangat tidak mungkin untuk dikatakan bahwa ke-15 negara ini berkonspirasi untuk menindas Iran, karena setidaknya negara-negara berkembang anggota Non-Blok secara bersama-sama selama ini konsisten dalam memperjuangkan dunia yang lebih aman dan damai, bebas dari senjata nuklir, kuat dalam solidaritas sebagai sesama negara berkembang tetapi juga gigih dalam memperjuangkan hak-hak negara berkembang untuk mengembangkan teknologi nuklir untuk tujuan damai.
50. Kesan seolah-olah bahwa resolusi 1747 semata-mata dipelopori oleh Amerika Serikat, pada hakekatnya tidaklah demikian. Perlu diketahui bahwa dua negara besar, Rusia dan China, yang sampai dengan tahun lalu menampilkan posisi yang cukup simpatik kepada Iran, juga ikut terlibat dalam perancangan dan menjadi ko-sponsor terhadap resolusi itu. Kedua negara besar tersebut tentunya tidak dapat ditekan oleh Amerika Serikat. Semestinya Rusia dan China dapat menggunakan hak veto-nya, apabila berkeinginan menolak resolusi tersebut. Seperti Indonesia, akhirnya Rusia dan China menjadi bagian konsensus Dewan Keamanan PBB.
51. Dalam perbincangan masalah nuklir Iran di berbagai forum, terutama di Badan Tenaga Atom Internasional dan Dewan Keamanan PBB, tuduhan yang ditujukan kepada Iran sebetulnya bukan Iran telah mengembangkan teknologi nuklir untuk tujuan militer, atau Iran telah mengembangkan senjata nuklir. Tetapi, Iran dianggap tidak menunjukkan transparansi dalam aktifitas nuklirnya.
52. Hal ini sangat berbeda dengan isu nuklir Korea Utara. Pemerintah Korea Utara mengakui secara terbuka telah mengembangkan dan melakukan uji coba senjata nuklir. Sementara isu nuklir Iran, masalahnya masih terbatas pada pengembangan teknologi nuklir, termasuk pengayaan uranium, namun belum membuat senjata nuklir.
53. Badan Tenaga Atom Internasional menilai Iran selama 20 tahun tidak cukup transparan dan akuntabel. Dasar penilaian yang digunakan bukanlah standar-standar yang dipaksakan (imposed) oleh pihak lain, tetapi norma dan standar yang berlaku bagi semua, yang tertuang dalam NPT dan Safeguards Agreements di mana Iran menjadi pihak. Karena itu Indonesia, dalam berbagai kesempatan termasuk dalam pembicaraan Presiden Yudhoyono dengan Presiden Ahmadinejad pada bulan Mei 2006, meminta kepada Iran untuk bekerjasama penuh dengan Badan Tenaga Atom Internasional dan melaksanakan kewajiban-kewajibannya.
54. Penilaian apakah Iran telah mengembangkan teknologi nuklirnya secara transparan dan akuntabel tidak dibuat oleh badan politis seperti Dewan Keamanan, melainkan oleh badan teknis yaitu Badan Tenaga Atom Internasional. Sebelum mengangkat dan membicarakan isu nuklir Iran, Dewan Keamanan meminta pendapat dan laporan dari Badan Tenaga Atom Internasional. Dan berbagai laporannya, IAEA jelas menyimpulkan proses pengembangan teknologi nuklir oleh Iran tidak cukup transparan dan akuntabel.
(Q4: SOAL STANDAR GANDA)
55. Selanjutnya, pertanyaan ke-empat: �Apakah menurut Pemerintah solusi tersebut tidak diskriminatif dan berstandar ganda karena DK PBB tidak pernah mengeluarkan resolusi atau sanksi terhadap Israel yang secara terang-terangan telah mengakui memiliki kekuatan persenjataan nuklir?�
56. Dalam diplomasi di bidang pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional, sering kali kita menyaksikan pendekatan kekuasaan sangat menonjol, utamanya oleh negara-negara besar yang memiliki kekuatan politik, ekonomi dan militer, untuk memaksakan cara-cara pandangnya terhadap suatu masalah, dan cara menyelesaikan masalah itu. Ini merupakan suatu realitas. Karena itu para pendiri negara kita mengamanatkan akan kewajiban kita untuk ikut menciptakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Tatanan dunia (world order) yang demikian belum ada, dan karena itu masih harus terus diperjuangkan.
57. Dalam masalah perlucutan senjata, dunia menerima kenyataan akan adanya sejumlah negara yang memiliki senjata nuklir, diantaranya negara anggota tetap Dewan Keamanan. Karena itu usaha mengurangi dan menghapuskan senjata nuklir merupakan proses yang tidak mudah. Karena negara-negara itu akan menggunakan hak veto-nya apabila hak mereka dikurangi.
58. Sistem perlucutan senjata nuklir yang diatur NPT dan Safeguards Agreements adalah sistem minimal untuk mendorong pengurangan ribuan hulu ledak senjata nuklir. Negara yang memiliki senjata nuklir pada umumnya adalah mereka yang memiliki teknologi nuklir dan karena itu mengontrol lalu lintas teknologi nuklir. Dengan menjadi pihak pada NPT, maka kita menerima kenyataan kepemilikan senjata nuklir oleh segelintir negara sebagai solusi sementara dan mengikatkan diri untuk mengembangkan teknologi nuklir untuk tujuan damai.
59. Ada sejumlah negara yang memilih untuk berada di luar sistem NPT dan Safeguards Agreements, yaitu Pakistan, India, Israel dan belakangan Korea Utara. Lebih dari 180 negara anggota PBB menjadi pihak pada NPT dan Safeguards Agreements dan karena itu menjadi bagian dari suatu sistem dan kerjasama pengembangan teknologi nuklir untuk tujuan damai. Sebagai tukarannya, negara-negara tersebut mendapat hak melekat untuk memperoleh manfaat atas pengembangan teknologi nuklir untuk tujuan damai.
60. Sebaliknya negara-negara yang tidak tunduk pada rezim NPT, tidak berhak mendapat dukungan dan kerjasama. Karena itu mereka mengembangkan teknologi nuklir baik atas kemampuannya sendiri maupun mencuri teknologi dari pihak lain. Karena itu terlepas dari ketidakadilan besar, kalau kita berbicara tentang teknologi dan senjata nuklir, tidak dapat kita serta merta membandingkan kasus Iran dengan Israel.
61. Standar tentang cara pengembangan teknologi nuklir secara damai, yaitu prinsip transparansi dan akuntabilitas melalui sistem pengawasan (monitoring) dan verifikasi yang ketat, yang ingin digunakan untuk menakar Iran, harus dibandingkan dengan takaran yang sama yang berlaku bagi sejumlah besar negara yang menjadi pihak pada NPT dan Safeguards Agreements. Standar ini berlaku juga bagi Indonesia dan banyak negara lain, termasuk Iran. Karena Iran mengikatkan diri untuk menjadi bagian dari sistem, maka sistem itulah yang digunakan sebagai standar untuk mengukur perilaku Iran, bukan standar lain di luar NPT (apabila ada) yang digunakan negara-negara yang tidak menjadi pihak pada NPT seperti Israel, Pakistan, India dan Korea Utara.
62. Indonesia dan negara-negara anggota Gerakan Non-Blok lainnya, yang sesungguhnya merupakan mayoritas masyarakat internasional, terus berupaya mengoreksi ke-tidak-adilan dalam hal kepemilikan senjata dan teknologi nuklir. Kita konsisten menolak kepemilikan senjata nuklir oleh Israel, yang jelas berada di luar sistem NPT. Diterimanya untuk pertama kali rujukan mengenai kawasan bebas senjata nuklir di Timur Tengah dalam resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 1747 merupakan bagian dari tekanan terhadap Israel.
63. Langkah-langkah ke arah pembatasan wilayah penggelaran senjata nuklir melalui konsep kawasan bebas senjata nuklir (nuclear weapon free zone) secara politis cukup bermakna. Inilah yang dimaksud dengan pembatasan proliferasi horizontal. Melalui penciptaan kawasan-kawasan bebas senjata nuklir di seluruh dunia akan membatasi ruang gerak senjata nuklir, seperti yang sudah ada di Asia Tenggara (Treaty of Bangkok-1995), Pasifik (Treaty of Raratonga-1985), Amerika Latin (Treaty of Tlateloco-1967), Afrika (Treaty of Pelindaba-1996) dan Asia Tengah (Treaty of Semipalatinsk-2006).
64. Dalam konteks inilah, ketika Indonesia berhasil memasukkan amandemen tentang kawasan bebas nuklir di Timur Tengah, maka negara-negara Timur Tengah menyambut baik dan menghargai peran dan posisi Indonesia.
(Q5: REPUTASI DIPLOMASI INDONESIA)
65. Terhadap pertanyaan kelima yaitu �Apakah menurut Pemerintah kedudukan Indonesia sebagai anggota tidak tetap DK PBB yang tidak dimanfaatkan untuk membela kebenaran akan merugikan posisi dan reputasi diplomasi Indonesia dalam jangka panjang?� disampaikan penjelasan sebagai berikut:
66. Kedudukan Indonesia sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan membawa tanggung jawab yang besar, tidak hanya terhadap bangsa dan negara Indonesia, tetapi juga kepada masyarakat internasional. Di samping atas pertimbangan-pertimbangan kita sendiri terhadap suatu rancangan resolusi, Indonesia juga melakukan konsultasi-konsultasi erat dengan negara-negara anggota GNB yang menjadi anggota Dewan Keamanan, yaitu Afrika Selatan, Kongo, Ghana, Qatar, Panama dan Peru. Dan menyangkut resolusi 1747 mengenai Iran, maka Indonesia juga melakukan konsultasi dengan negara-negara Arab, dan tidak kurang dengan Iran sendiri.
67. Dalam masalah nuklir, ada posisi-posisi prinsip dan pendirian dan cara-cara menyelesaikan sengketanya secara damai yang kita anggap benar dan kita pegang teguh. Sebagai sahabat, melalui dukungan terhadap resolusi justru ingin kita sampaikan pesan tentang perlunya Iran bekerjasama dengan Badan Tenaga Atom Internasional dan membuat pengembangan teknologi nuklirnya transparan, seperti yang sudah disampaikan oleh Presiden Yudhoyono kepada Presiden Ahmadinedjad di Jakarta pada bulan Mei 2006. Dalam persahabatan, didalamnya juga terkandung bahwa kawan tidak harus selalu mempunyai pendirian yang sama. Dan juga sebagai kawan, kita harus mampu menyampaikan kebenaran tentang cara menyelesaikan masalah isu nuklir Iran betapapun mungkin tidak enak didengarnya.
68. Posisi itu konsisten diambil oleh Indonesia. Jauh sebelum Dewan Keamanan membahas dan mensahkan resolusi 1747, Presiden Yudhoyono telah menyarankan kepada Presiden Ahmadinejad saat berkunjung ke Indonesia pada awal Mei tahun 2006, hal-hal sebagai berikut:
a. Agar Iran bekerjasama dengan Badan Tenaga Atom Internasional;
b. Iran mematuhi Safeguards Agreements;
c. Iran menghentikan sementara pengayaan uranium, sementara itu negara mitranya dalam berunding (P5+1) untuk menghentikan tekanan dan karena itu keduanya dapat memulai kembali perundingan tanpa prasyarat; dan
d. Mengubah format perundingan antara Iran dengan EU3 (Inggris, Perancis dan Jerman) dengan menyertakan negara-negara yang cukup simpatik terhadap Iran, yaitu Rusia dan China, serta beberapa negara berkembang seperti Afrika Selatan dan Indonesia yang selama ini mempunyai reputasi baik dalam kerjasama teknologi nuklir. Forum negosiasi Iran-EU3 memang diubah, tetapi menjadi Iran-P5+1, tanpa menyertakan satu pun negara berkembang yang menjadi sahabat Iran.
69. Posisi yang diambil Indonesia untuk menjadi bagian konsensus dalam pengesahan resolusi 1747, seperti dikatakan di atas, merupakan posisi yang juga diambil negara-negara anggota tidak tetap yang menjadi anggota Gerakan Non-Blok dan OKI. Jadi bukan posisi yang terisolir dari pandangan mainstream negara-negara di dunia, termasuk antara negara-negara berkembang, khususnya negara-negara Arab dan negara-negara OKI lainnya.
70. Ketika Wakil Presiden Jusuf Kalla hadir di KTT Liga Arab di Riyadh pada tanggal 28 Maret 2007, 4 hari sesudah resolusi 1747 disyahkan, pada umumnya negara-negara Arab dapat memahami keputusan Pemerintah Indonesia tersebut. Juga dari laporan perwakilan-perwakilan RI di luar negeri, pada umumnya negara-negara sahabat Indonesia memahami dan mendukung keputusan Pemerintah tersebut. Malaysia dan Jordan, secara terbuka bahkan menyerukan Iran melaksanakan dengan baik Resolusi 1747.
71. Patut dicatat pula bahwa Konperensi para Menteri Luar Negeri OKI di Islamabad pada pertengahan Mei 2007 memang mengeluarkan resolusi tentang isu nuklir Iran yang secara substantif sangat minim, yaitu menggarisbawahi hak Iran untuk mengembangkan teknologi nuklir secara damai. Tetapi, resolusi itu sama sekali tidak memuat rujukan tentang dukungan OKI terhadap posisi Iran dalam masalah isu nuklir Iran di Dewan Keamanan PBB.
72. Pada kenyataannya, posisi yang diambil Indonesia terhadap resolusi 1747 tidak mengurangi reputasi Indonesia ataupun mengurangi keleluasaan Indonesia bergaul dengan negara-negara lain, termasuk dengan Iran. Keleluasaan Indonesia yang terbuka dalam pergaulan antara bangsa dan penerimaan baik oleh bangsa-bangsa lain harus dilihat dalam totalitas berbagai jaringan kerjasama regional dan internasional di berbagai bidang di mana Indonesia menjadi bagian aktif di dalamnya.
(Q6: SOAL KONSISTENSI)
73. Pertanyaan keenam, �Bagaimana Pemerintah akan menjelaskan persetujuan resolusi tersebut kepada masyarakat Indonesia dan Republik Islam Iran karena sebelum ini Pemerintah selalu mengatakan dan tidak pernah mencurigai program pengembangan nuklir Iran untuk tujuan damai?�
74. Dapat saya tegaskan bahwa sejak dua tahun terakhir Pemerintah memang mengulang-ulang dukungannya terhadap Iran dalam pengembangan teknologi nuklir untuk tujuan damai. Pemerintah tidak pernah mengatakan mencurigai atau tidak mencurigai program pengembangan nuklir Iran ke arah tujuan militer, karena kompetensi dan expertise serta penguasaan teknologi untuk menilai hal itu ada pada Badan Tenaga Atom Internasional; bukan kompetensi kita sebagai salah satu negara anggota. Laporan-laporan Dirjen Badan Tenaga Atom Internasional, termasuk yang dikeluarkan menjelang resolusi 1747 itulah yang menjadi dasar dan acuan negara-negara anggota DK PBB, termasuk Indonesia.
75. Iran tahu persis, ketika mengambil keputusan untuk membawa masalah nuklir Iran ke Dewan Keamanan dalam pertemuan Dewan Gubernur Badan Tenaga Atom Internasional tanggal 4 Februari 2006, Indonesia mengambil posisi Abstain (yang berarti menguntungkan Iran). Indonesia menginginkan masalah nuklir Iran diselesaikan melalui kerjasama Iran dengan Badan Tenaga Atom Internasional dalam lingkup badan teknis tersebut. Tetapi, hal ini tidak terjadi.
76. Pesan-pesan yang disampaikan secara langsung oleh Presiden Yudhoyono kepada Presiden Ahmadinejad pada bulan Mei tahun lalu di Jakarta sangat jelas bagi Iran dan posisi yang diambil Indonesia dengan mendukung resolusi 1747 konsisten dengan posisi yang disampaikan Indonesia pada tahun lalu.
77. Pemerintah Iran mungkin saja kecewa, namun posisi yang diambil Indonesia konsisten dan bahkan secara transparan selalu dikomunikasikan dengan pihak Pemerintah Iran. Hubungan bilateral Indonesia – Iran sangat multi-dimensional, meliputi hubungan politik, ekonomi, perdagangan, investasi dan sosial budaya. Pada kenyataannya hubungan-hubungan itu tidak banyak terganggu dengan adanya resolusi 1747.
78. Bahkan 5 hari sesudah resolusi disahkan, Iran telah meminta jasa baik Indonesia untuk membantu mencegah kasus 15 anggota marinir Inggris yang ditahan Iran untuk dibawa ke Dewan Keamanan PBB dan mencegah Dewan mengeluarkan pernyataan mengenai kasus tersebut. Indonesia bersama Rusia menentang keras usulan Inggris karena memandang kasus itu merupakan masalah bilateral yang harus diselesaikan antara Inggris dan Iran. Pada akhirnya Dewan Keamanan tidak jadi mengeluarkan pernyataan atas kasus itu dan delegasi Iran di New York telah menyampaikan penghargaan dan terima kasih atas kerjasama baik Indonesia. Di Teheran, Kepala Perwakilan RI (Kuasa Usaha Ad Interim) telah dipanggil oleh Kementerian Luar Negeri dan pada kesempatan tersebut Pemerintah Iran secara khusus menyampaikan penghargaan dan terima kasih.
79. Pemahaman atas posisi Indonesia dan ikatan hubungan bilateral yang multi-dimensional itulah yang juga memungkinkan partisipasi delegasi Iran pada pertemuan para tokoh Sunni dan Syi’ah pada bulan April 2007 di Bogor.
80. Dalam perkembangan hubungan Indonesia-Iran, perlu pula dicatat upaya Indonesia menentang rancangan pernyataan pers Presiden Dewan Keamanan mengenai �remark� Presiden Iran tentang Israel. Indonesia melihat adanya selektifitas dalam pengajuan rancangan tersebut, dan negara-negara pengusul dan pendukung rancangan pernyataan tersebut tidak memberi tanggapan terhadap kasus yang lebih mendesak seperti penangkapan dan penahanan 45 orang anggota parlemen dan kabinet Palestina, serta pernyataan pernyataan pejabat tinggi Israel mengenai rencana extrajudicial assassinations terhadap para pemimpin Hamas termasuk Khaled Meshaal.
81. Upaya-upaya yang telah dilakukan Indonesia tersebut di atas secara khusus telah mendapat apresiasi sebagaimana telah disampaikan secara langsung oleh Presiden Iran Ahmadinedjad kepada Utusan Khusus Presiden RI, Dr. Alwi Shihab, yang telah berkunjung ke Iran tanggal 18-19 Juni 2007. Pada kesempatan ini pemerintah Iran juga telah menegaskan komitmen mereka untuk terus mengembangkan kerjasama bilateral termasuk di bidang investasi.
82. Atas dasar posisi-posisi prinsip Indonesia mengenai masalah perlucutan senjata nuklir, Indonesia akan terus mendorong Iran untuk bekerjasama dengan Badan Tenaga Atom Internasional. Dengan begitu potensi konflik yang lebih luas dapat dihindari dan kepercayaan masyarakat internasional terhadap Iran dapat dipulihkan dan membawa manfaat bagi kesejahteraan rakyat Iran. Ini merupakan salah satu bentuk pelaksanaan politik luar negeri yang bebas dan aktif. Kepada negara sahabat pun, Indonesia dengan itikad baik perlu berkata jujur dan lugas untuk meluruskan sesuatu atau menempatkan persoalan pada tempatnya sesuai dengan prinsip-prinsip yang dianut.
(Q7: PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN)
83. Perkenankan saya selanjutnya untuk memberikan jawaban atas pertanyaan ketujuh �Dapatkah Pemerintah menjelaskan proses pengambilan keputusan yang akhirnya menyetujui resolusi tersebut di atas?�
84. Sejak rancangan resolusi mengenai isu nuklir Iran disepakati oleh P5+1, secara vertikal input dari lapangan oleh PTRI New York disampaikan ke Pusat, dalam hal ini kepada Menteri Luar Negeri; dan oleh Menteri Luar Negeri kepada Presiden.
85. Secara horizontal, proses konsultasi juga dilakukan oleh delegasi Indonesia dengan sesama anggota Dewan Keamanan, utamanya dengan Kaukus GNB dan juga dengan negara-negara anggota OKI. Secara paralel, konsultasi juga dilakukan oleh Menteri Luar Negeri dengan sesama menteri luar negeri dan oleh Presiden dengan Presiden Thabo Mbeki dalam kedudukan Afrika Selatan sebagai Ketua Dewan Keamanan dan Presiden Ahmadinejad sebagai pihak yang paling berkepentingan.
86. Paralel dalam ketiga tingkatan proses konsultasi di New York, di Jakarta pada tingkat presiden dan menteri luar negeri, Indonesia menyampaikan pesan tentang perlunya proses konsultasi di Dewan dilakukan secara inklusif dan dalam alokasi waktu yang cukup. Indonesia bersama Afrika Selatan dan Qatar berpendapat bahwa walaupun rancangan resolusi sudah disiapkan oleh lima negara anggota tetap, negara-negara anggota tidak tetap tidak dapat dikesampingkan begitu saja. Kita menuntut agar diberikan waktu untuk mempelajari dan menyampaikan amandemen-amandemen terhadap rancangan resolusi.
87. Melalui desakkan kita itulah maka terdapat peluang bagi ketiga negara ini untuk menyampaikan usul-usul amandemen ke arah resolusi yang lebih berimbang. Dalam proses konsultasi di berbagai tingkatan tersebut, Pemerintah Indonesia juga menggarisbawahi pentingnya penyelesaian isu nuklir Iran secara damai dan menghindarkan penggunaan cara-cara kekerasan atau militer.
88. Dari proses konsultasi tersebut di atas, sempat diperoleh informasi bahwa Iran akan tampil dengan suatu usulan terobosan; yaitu Iran bersedia untuk sementara waktu menghentikan proses pengayaan uranium dan dengan begitu Dewan Keamanan juga menghentikan proses resolusi. Kita mempunyai harapan baik dengan usulan Iran tersebut. Sebagai Ketua Dewan Keamanan, Afrika Selatan sampai saat-saat terakhir tetap mengusahakan jalan kompromi untuk mencegah resolusi dengan mengundang konsultasi Duta Besar Inggris yang mewakili ko-sponsor dan Duta Besar Iran. Ternyata usulan Iran itu tidak kunjung tiba, sehingga akhirnya diputuskan pengambilan keputusan rancangan resolusi pada tanggal 24 Maret 2007.
89. Dalam pengambilan keputusan terhadap rancangan resolusi, delegasi Indonesia telah menyampaikan Explanation of Vote before the Vote, yang secara terbuka menjelaskan alasan-alasan prinsip yang dianut oleh Pemerintah RI yang menjadi dasar bagi dukungannya terhadap resolusi 1747.
(Q8: JAMINAN TIDAK ADA SERANGAN MILITER)
90. Pertanyaan terakhir, �Terdapat kekhawatiran masyarakat bahwa setelah 60 hari tenggat resolusi 1747 akan terjadi kemungkinan invasi militer terhadap Iran. Jaminan langkah apa yang akan diambil Pemerintah jika ada serangan militer?�
91. Resolusi 1747 mencapai tenggat 60 hari pada 24 Mei 2007, lebih dari satu bulan yang lalu. Dalam tenggat waktu itu Iran diharapkan menghentikan proses pengayaan uranium dan menyelesaikan masalah nuklir iran melalui negosiasi dengan P5+1. Dirjen Badan Tenaga Atom Internasional setelah tenggat waktu itu dilampaui, harus menyampaikan laporan mengenai kepatuhan Iran terhadap resolusi 1747 kepada DK PBB. Berdasarkan laporan Dirjen Badan Tenaga Atom Internasional itulah, kemudian DK PBB akan mengambil langkah lebih lanjut.
92. Dengan kata lain, kekhawatiran sebagian masyarakat bahwa setelah 60 hari tenggat waktu terlampaui akan terjadi kemungkinan invasi militer terhadap Iran, tidak terjadi. Hal ini disebabkan karena resolusi 1747 didasarkan pada Pasal 41 Bab VII Piagam PBB, yang hanya memungkinkan DK PBB memberikan sanksi terbatas pada Iran. Resolusi itu tidak secara otomatis memberikan mandat kepada siapapun untuk mengambil tindakan, apalagi secara militer.
93. Pemerintah masih menaruh harapan masalah nuklir Iran dapat diselesaikan secara damai melalui perundingan antara Iran dengan P5+1 termasuk bagi Iran untuk memanfaatkan double suspensions, yaitu penangguhan proses pengayaan uranium akan menangguhkan pembahasan di Dewan Keamanan dan penghentian proses pengayaan uranium akan menghentikan efek apapun dari resolusi 1747, di samping pemanfaatan insentif-insentif yang ditawarkan apabila Iran memenuhi sepenuhnya resolusi 1747.
94. Pelajaran yang dapat ditarik dari masalah serupa adalah kesepakatan yang dicapai dalam proses Six Party Talks bagi penyelesaian isu nuklir Korea Utara, yang juga telah dikenakan dua resolusi Dewan Keamanan. Harapan tentang tidak terjadinya kemungkinan penggunaan kekuatan militer untuk menyelesaikan masalah nuklir Iran masih dapat digantungkan pada upaya-upaya berbagai pihak terkait untuk mengadakan pertemuan dan negosiasi. Diantaranya dialog yang telah dimulai kembali antara Komisi Uni Eropa, Javier Solana, dengan Ketua Perunding Iran, Ali Larinjani di Ankara baru-baru ini, serta pertemuan-pertemuan mengenai masalah Irak dimana Menteri Luar Negeri Amerika Serikat dan Iran bersama hadir. Juga pertemuan tingkat Duta Besar antara Amerika Serikat dan Iran yang ditampilkan guna membicarakan masalah keamanan di Irak, tapi diduga dan besar kemungkinan masalah isu nuklir Iran juga dibahas.
95. Pemerintah Indonesia ikut mendorong agar Iran dan P5+1 secara maksimal memanfaatkan forum perundingan yang selama ini sudah ada dan forum-forum lain yang pada gilirannya dapat meredam ketegangan masalah isu nuklir ini dan menggiring para pihak menyepakati penyelesaian damai.
96. Berakhirnya tenggat waktu 60 hari dan bahkan terlampauinya tenggat itu selama 8 minggu terakhir, mudah-mudahan memberikan tanda-tanda baik bagi penyelesaian secara damai. Sebagai negara yang menganut prinsip politik luar negeri yang bebas dan aktif dan kebijakan yang mengedepankan cara-cara damai untuk menyelesaikan situasi konflik internasional, Pemerintah ingin menegaskan kembali bahwa Indonesia akan menolak apabila cara penggunaan kekerasan diambil dalam menyelesaikan masalah isu nuklir Iran.
97. Dalam pembicaraan dengan Perdana Menteri Kuwait pada tanggal 30 Mei 2007 di Jakarta, Presiden mengulangi lagi komitmen Indonesia untuk mendorong solusi damai bagi berbagai konflik di kawasan Timur Tengah dan menolak penggunaan cara-cara kekerasan dalam penyelesaian masalah.
Pimpinan dan para Anggota Dewan yang saya hormati,
(PENUTUP)
98. Demikian beberapa hal disampaikan sebagai penjelasan dan jawaban atas 8 pertanyaan yang disampaikan kepada Pemerintah, berkaitan dengan pengajuan interpelasi Anggota DPR-RI atas persetujuan Indonesia terhadap Resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 1747.
99. Pemerintah menyadari pentingnya tampilan suara Indonesia yang utuh dan solid di berbagai forum internasional. Suara kita yang terpecah hanya akan mengurangi kredibilitas Indonesia. Inilah sifat khas politik luar negeri, dimana pada hakekatnya kita bersama-sama sebagai satu bangsa menghadapi pihak lain di luar kita. Oleh karena itu, Pemerintah telah membangun berbagai saluran komunikasi dan konsultasi dengan berbagai komponen bangsa di dalam negeri, termasuk kalangan anggota DPR-RI. Dengan begitu, diharapkan setiap kebijakan yang diambil dapat bersifat aspiratif.
100. Dalam pembahasan isu nuklir Iran di Dewan Keamanan PBB, guliran prosesnya berlangsung demikian cepat, sehingga terdapat kesenjangan antara proses itu dengan upaya komunikasi di dalam negeri. Untuk itu, Pemerintah dengan segala kerendahan hati menyampaikan permohonan maaf. Ke depan, kita akan terus berupaya membangun komunikasi dan konsultasi yang lebih baik.
101. Semoga apa yang kita lakukan bersama pada hari ini memberikan hikmah bagi kita semua serta memperoleh ridho Tuhan YME.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Jakarta, 10 Juli 2007
Sumber:
http://www.presidensby.info/index.php/fokus/2007/07/10/2005.html