"Banyak yang pintar-pintar, tapi senangnya mungli (melakukan pungutan liar). Ini yang menjadi penyakit bangsa kita," ujar Presiden.
Urusan pungutan liar (pungli) ini memang menjadi perhatian khusus pemerintah belakangan ini. Dengan melihat kondisi perizinan di sejumlah instansi yang menjadi lebih sulit atau berbelit-belit akibat adanya pungli, Presiden merasa perlu untuk turun tangan langsung. Apalagi Indonesia kini sedang berusaha agar mampu menjadi negara yang ramah investasi.
"Dari survei kemudahan berinvestasi, Indonesia ada di nomor 109. Singapura di nomor satu, Malaysia nomor 18, Thailand nomor 49. Jangan ditepukin, ada yang mau tepuk tangan. Inilah persoalan besar kita," tegasnya.
Oleh karenanya, sekali lagi Presiden mengingatkan bahwa Indonesia tidak hanya membutuhkan sumber daya manusia yang cerdas, tapi juga yang memiliki integritas dan kejujuran untuk bersama mengelola negara Indonesia ini. Dirinya pun membagi pengalaman yang pernah dihadapinya saat mengurus perizinan berpuluh tahun lampau yang mungkin masih bisa ditemui hingga kini.
"Tahun 87-88, mau urus izin berbelit-belit dan diminta ini itu di setiap meja. Pasti diminta rupiah tertentu. Inilah yang harus kita selesaikan kalau kita ingin peringkat kita naik. Oleh sebab itu dibutuhkan SDM yang memiliki integritas," kata Presiden.
Menatap Era Persaingan dengan Pembangunan Infrastruktur yang Merata
Indonesia sepatutnya tidak hanya berdiam diri saat menghadapi era persaingan global dewasa ini. Sedikit saja negara ini lengah, maka sudah menunggu banyak negara lain yang ingin memenangkan persaingan. Presiden Joko Widodo sendiri berpandangan bahwa sudah saatnya Indonesia dihadapkan dengan persaingan dan kompetisi. Sebab, persaingan merupakan sesuatu yang dibutuhkan negara ini untuk terus berkembang lebih baik lagi.
"Tapi memang kalau kita lihat karakter bangsa ini baru bergerak kalau diberi pesaing. Kalau tidak diberi pesaing malah enak-enakan, malas-malasan. Tapi begitu diberi pesaing malah bangkit," ujarnya.
Menengok ke belakang, pandangan tersebut bisa jadi benar adanya. Sekira tahun 1975 hingga 1980 misalnya, Presiden menceritakan bahwa saat itu hanya terdapat dua bank milik pemerintah, itupun dengan pelayanan yang ala kadarnya. Namun, dengan adanya pesaing, kini industri perbankan nasional dapat melejit.
"Dulu saya ingat kalau jam satu atau jam setengah dua sudah tutup. Loketnya seperti yang ada di gambar (kosong), kantornya juga seperti itu. Karena apa? Mereka tidak ada pesaing, tidak ada swasta. Tapi begitu ada pesaing langsung menjadi 170-an bank. Melejit, semuanya berbenah. Kantor diperbaiki, pelayanan diperbaiki, ATM di mana-mana. Coba kalau dulu tidak ada pesaing, masih seperti itu," kenang Presiden.
Persaingan memang sesuatu yang mutlak dan diperlukan oleh bangsa ini untuk berkembang. Namun demikian, Presiden mengatakan bahwa bangsa Indonesia tidak perlu takut dalam menghadapi persaingan sepanjang telah mempersiapkan diri dalam kompetisi tersebut. Pembangunan infrastruktur yang dilakukan secara merata di Tanah Air merupakan salah satu dari sekian banyak upaya pemerintah dalam mempersiapkan diri menghadapi persaingan global.
"Oleh sebab itu, sekarang ini kita mempersiapkan diri dalam rangka persaingan, mempersiapkan hal yang sangat fundamental yaitu infrastruktur. Karena tanpa itu sulit kita bisa bersaing. Tidak hanya di Jawa, tapi sekarang kita lebih banyak konsentrasi di luar Jawa," terangnya.
Pembangunan infrastruktur besar-besaran seperti jalan tol misalnya, diterangkan Presiden bahwa hal tersebut bertujuan untuk memudahkan mobilitas orang dan/atau barang. Mudahnya mobilitas tersebut diharapkan ke depannya harga-harga komoditas akan dapat ditekan seiring dengan turunnya biaya transportasi logistik yang diperlukan.
"Inilah yang sedang kita kejar, kita bangun, agar kita bisa memenangkan persaingan dengan negara yang lain. Tol Trans-Sumatera, Manado-Bitung, Balikpapan-Samarinda, kemudian pelabuhan-pelabuhan, masih proses semuanya," tambahnya.
Meskipun pemerintah kini telah mengambil perannya dalam mempersiapkan Indonesia menjadi negara yang lebih kompetitif dengan segala pembangunan infrastrukturnya, Presiden Joko Widodo menekankan bahwa faktor utama yang sangat diperlukan dalam memenangkan persaingan ialah berasal dari manusianya itu sendiri. Dengan didukung sumber daya manusia yang cerdas, berintegritas, memiliki etos kerja, dan bergotong royong, Presiden meyakini bahwa Indonesia mampu memiliki panggung tersendiri di kancah persaingan global.
"Ini menjadi tanggung jawab kita semuanya," ujarnya sekaligus mengakhiri arahan.
Presiden Jokowi: Al-Khairiyah terus berjuang mengembangkan pendidikan Islam
Di awal sambutannya dalam silaturahmi dengan Peserta Muktamar Al-Khairiyah ke-9 ini, Presiden mengatakan bahwa sejak awal didirikan hingga sekarang, Al-Khairiyah selalu dekat dengan misi awal Kiai Haji Syam’un yaitu memajukan umat Islam.
"Mulai dari bentuk pesantren, lalu madrasah, sampai menjadi Perguruan Tinggi Islam, Al-Khairiyah terus berjuang untuk mengembangkan pendidikan Islam, melahirkan putra-putri Indonesia yang cerdas dan berdaya saing. Melahirkan putra putri-Indonesia yang mempunyai karakter-mental yang kuat dan Islami," ujar Presiden.
Turut hadir mendampingi Presiden, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Gubernur Banten Rano Karno dan Ketua Umum Pengurus Besar Al-Khairiyah KH Hikmatullah A. Syam’un. (Humas Kemensetneg)Â
Bagaimana pendapat anda mengenai artikel ini?