Pentingnya Transformasi dan Reformasi Birokrasi di Lingkungan Sekretariat Negara
Reformasi Birokrasi tak henti-hentinya menjadi bahan pembicaraan dan menjadi topik utama dalam seminar-seminar yang diadakan oleh institusi pemerintahan. Salah satunya adalah Sekretariat Negara yang menjadi salah satu gerbang utama dalam pelayanan kepada Presiden dan Wakil Presiden dalam memberikan pelayanan teknis dan administrasi yang cepat, tepat akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. Maka pada hari Rabu (19/3) lalu diadakan seminar dengan tema “Transformasi Birokrasi Sekretariat Negara dalam Rangka Mendukung Keberhasilan Visi dan Misi Presiden dan Wakil Presiden. Seminar tersebut berlangsung di Aula Gedung Serba Guna Sekretariat Negara dan mendatangkan dua narasumber yaitu Dr. Asmawi Rewansyah M. Sc., Deputi Menteri negara Pendayagunaan Aparatur Negara (PAN) Bidang Tatalaksana dan Dr. Achmad S. Ruky, Pakar Administrasi/Konsultan, dengan moderator. Bambang Prajitno, S.H., M.M., Deputi Menteri Sekretaris Negara Sumber Daya Manusia.
Dalam seminar yang dibuka oleh Sumarwoto, SH., M.P.A, Deputi Menteri Sekretaris Negara Bidang Hubungan Kelembagaan ini juga menekankan perlunya reformasi pada birokrasi pemerintahan karena melihat dari peranan strategis dari birokrasi itu sendiri dalam mewujudkan visi dan misi bangsa. Selain itu, masih tingginya peringkat Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia di dunia serta masih minimnya birokrasi dalam berperan untuk meningkatkan investasi. Selain itu reformasi yang telah ada dirasa masih belum memenuhi tuntutan masyarakat, belumnya terencana, terarah dan masih sering berubah.
Oleh karena itu dibutuhkan strategi reformasi birokrasi untuk mencapai sasaran reformasi birokrasi. Menurut Asmawi, strategi reformasi birokrasi dimulai dari membangun kepercayaan masyarakat dengan pencegahan dan pemberantasan korupsi dan hal lain yang menjadi keinginan masyarakat adalah peningkatan kualitas pelayanan publik termasuk pelayanan investasi. Strategi kedua adalah pemberdayaan masyarakat melalui pengentasan kemiskinan, pengangguran dan peningkatan tanggung jawab sosial korporasi. Ketiga adalah peningkatan partisipasi masyarakat, penciptaan pembangunan yang berkelanjutan dan peningkatan profesionalisme aparatur pemerintahan.
Dari strategi yang disebutkan oleh Asmawi diatas, menurutnya diharapkan terbentuk birokrasi yang bersih, yang efisien dan efektif, transparan, birokrasi yang melayani dan birokrasi yang terdesentralisasi. Untuk lingkungan Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet sendiri reformasi dan transformasi birokrasi merupakan suatu kebutuhan dan suatu kebijakan untuk memberikan pelayanan yang cepat, tepat akurat dan dapat dipertanggungjawabkan kepada Presiden dan Wapres dalam memberikan pelayanan teknis dan administrasi serta analisis oleh karena itu perlu didukung peningkatan insentif dalam remunerasi yang sewajarnya.
Seminar yang bertujuan memberikan penjelasan bersifat umum dan mendasar tentang transformasi dan reformasi dalam konteks manajemen organisasi ini juga menyinggung masalah peningkatan insentif dan remunerasi. Menurut Asmawi hal tersebut merupakan prinsip dari Reformasi Birokrasi selain peningkatan kinerja pegawai atau Sumber Daya Manusia (SDM) dan membuat Standard Operation Procedure (SOP) yang jelas dan menggunakan teknologi dan informasi.
Seminar yang dihadiri oleh para pejabat dan pegawai Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet ini juga mengungkapkan bahwa transformasi dan reformasi birokrasi bertujuan untuk meningkatkan profesionalisme aparatur guna mewujudkan tata pemerintahan yang baik, baik itu dipusat maupun di daerah. Sedangkan perbedaan daripada reformasi dan transformasi adalah transformasi berusaha mengubah diri dalam bentuk kondisi karakter atau sifat melalui proses metamorfosa secara bertahap, dari hal-hal tidak baik menjadi lebih baik. Sementara reformasi adalah berubah dari yang belum baik menjadi baik. Dan yang sudah baik menjadi lebih baik lagi.
Transformasi menggunakan proses metamorfosa yang terencana dan terkelola dangan baik dengan tujuan membuat organisasi siap untuk menghadapi perubahan lingkungan stratejik. Untuk itu transformasi dan reformasi birokrasi bersifat berkesinambungan dan berkelanjutan. Dalam paparannya Ahmad Ruky mengatakan lingkungan stratejik itu dapat berupa lingkungan ekonomi, lingkungan politik hukum dan keamanan, sosial budaya dan teknologi. Perubahan dalam lingkungan ekonomi diantaranya yang kini ramai dibicarakan adalah harga minyak dunia yang terus naik, adanya perubahan radikal dalam hubungan perburuhan, ketergantungan Indonesia pada impor sejumlah bahan pokok dan ancaman resesi ekonomi global babak kedua.
Sedangkan perubahan dalam bidang politik dibagi menjadi dua yaitu yang merupakan perubahan lingkungan politik dunia, missal peta perpolitikan Eropa, isu-isu HAM, lingkungan kualitas hidup dan terorisme global. Sedangkan perubahan politik dalam negeri adalah reformasi yang belum selesai, system multi partai, potensi kelompok separatis dan isu otonomi daerah. Perubahan dalam bidang sosial budaya adalah perubahan sistem budaya pada generasi muda dan kesenjangan kaya dan miskin yang masih sangat lebar. Dan yang terakhir perubahan di biang teknologi adalah perkembangan dan perubahan pengolahan dan transfer data dan telekomunikasi serta media elektronik.
Seperti halnya pendapat Asmawi, Achmad Ruky juga menekankan perlunya sebuah organisasi dalam hal ini Sekretariat Negara memiliki visi dan misi yang jelas untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Oleh karena itu segenap aparatur birokrasi memiliki peran strategis dalam mewujudkan visi dan misi pemerintahan. Maka dari itu dibutuhkan proses birokrasi yang bersih, birokrasi yang efisien dan efektif. Birokrasi yang transparan dan birokrasi yang siap melayani dan jelas pembagian kewenangannya.
Dalam seminar itu juga Ahmad Ruky juga menekankan perlunya langkah-langkah untuk menuju transformasi birokrasi yang diinginkan yakni dengan menciptakan perasaan mendesak kepada setiap pegawai untuk berubah kea rah lebih baik, adanya formulasi strategi perubahan, gaya kepemimpinan yang baru serta menerapkan budaya kerja yang baru.
Menurut kedua narasumber tersebut, reformasi birokrasi pada suatu organisasi pada hakekatnya adalah menata mengubah menyempurnakan dan memperbaiki birokrasi agar lebih efisin efektif dan lebih produktif oleh karenanya reformasi birokrasi bisa diartikan dalam jangka pendek dan kemudian dilanjutkan dalam proses transformasi birokrasi dalam jangka panjangnya. Maka reformasi dan transformasi sangat dibutuhkan dalam kemajuan sebuah organisasi terutama dalam lingkungan Sekretariat Negara yang merupakan ujung tombak dalam hal kebijakan.
Ketika menjawab pertanyaan peserta seminar yang menanyakan tentang perlunya remunerasi, Achmad mengatakan remunerasi masalah penggajian pada tingkat Pegawai negeri Sipil (PNS), menurut Achmad ada tiga ketidakadilan atau unequity di dalamnya. Yakni ketidakadilan vertikal contoh besarnya gaji pegawai yang tertinggi sampai terendah terlalu dekat. Antara golongan I/a dan golongan III/a bedanya hanya tiga kali. Padahal jika dilihat dari sisi tanggungjawabnya, dibanding dengan orang yang hanya memegang pekerjaan sepele, gaji yang diterima tidak sebanding. Maka seharusnya perbandingannya harus berbanding antara bobot jabatan atau beban kerja. Minimal gaji yang tertinggi duapuluh kali gaji yang terendah.
Untuk posisi yang rendah misalnya keamanan atau pramubhakti menurut Achmad kalau bisa diambil dari outsourcing saja, diberikan pada kontraktor.Agar dana tersebut bisa dialokasikan untuk jabatan lain yang membutuhkan. Dibutuhkan juga perampingan jabatan untuk proses penaikkan gaji. Kenaikan gaji harus dilakukan secara perlahan dan bertahap, karena dalam penelitian dalam lingkungan kerja, beban kerja efektif hanya 70%, sisanya tidak jelas.
Kedua ketidakseimbangan eksternal di luar pemerintah. Untuk pegawai yang terendah gaji yang diberikan sudah sangat baik. Golongan I yang terendah mendapatkan upah minimum provinsi yakni Rp. 980.000,00 dan bila sudah diterima gaji tersebut bisa mencapai 1,2 juta rupiah. Dibandingklan dengan jabatan yang paling rendah di swasta yang minimal lulusan SMA, tapi di lingkungan PNS hanya lulusan SD.
Contoh lainnya adalah Golongan III atau diketentaran adalah Perwira Pertama (PAMA) atau gaji Meneg BUMN yang gajinya sepersepuluh dari direktur BUMN yang dibawahinya. Menurut Ruky hal ini harus dibenahi. Ketiga adalah ketidakadilan horizontal, bahwa ada jabatan-jabatan jika dibobot tidak sama. Misal seorang guru besar jika pensiun gajinya lebih kecil dari supirnya. Maka intinya adalah diperlukan manajemen berdasarkan sasaran. Sistem penilaian kinerja yang berbasis sitem penilaian kerja. Karena yang terjadi saat ini adalah ketidak jelasan ruang lingkup wewenang dan tanggung jawab.
Dalam seminar kali ini antusiasme peserta terlihat apalagi saat membahas masalah remunerasi. Seminar reformasi birokrasi ini diharapkan mampu membuka wawasan peserta seminar terhadap reformasi yang bertujuan menciptakan good governance. Seminar ini ditutup oleh pemberian cinderamata kepada narasumber dan makan siang bersama. (REDAKSI)
Dalam seminar yang dibuka oleh Sumarwoto, SH., M.P.A, Deputi Menteri Sekretaris Negara Bidang Hubungan Kelembagaan ini juga menekankan perlunya reformasi pada birokrasi pemerintahan karena melihat dari peranan strategis dari birokrasi itu sendiri dalam mewujudkan visi dan misi bangsa. Selain itu, masih tingginya peringkat Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia di dunia serta masih minimnya birokrasi dalam berperan untuk meningkatkan investasi. Selain itu reformasi yang telah ada dirasa masih belum memenuhi tuntutan masyarakat, belumnya terencana, terarah dan masih sering berubah.
Oleh karena itu dibutuhkan strategi reformasi birokrasi untuk mencapai sasaran reformasi birokrasi. Menurut Asmawi, strategi reformasi birokrasi dimulai dari membangun kepercayaan masyarakat dengan pencegahan dan pemberantasan korupsi dan hal lain yang menjadi keinginan masyarakat adalah peningkatan kualitas pelayanan publik termasuk pelayanan investasi. Strategi kedua adalah pemberdayaan masyarakat melalui pengentasan kemiskinan, pengangguran dan peningkatan tanggung jawab sosial korporasi. Ketiga adalah peningkatan partisipasi masyarakat, penciptaan pembangunan yang berkelanjutan dan peningkatan profesionalisme aparatur pemerintahan.
Dari strategi yang disebutkan oleh Asmawi diatas, menurutnya diharapkan terbentuk birokrasi yang bersih, yang efisien dan efektif, transparan, birokrasi yang melayani dan birokrasi yang terdesentralisasi. Untuk lingkungan Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet sendiri reformasi dan transformasi birokrasi merupakan suatu kebutuhan dan suatu kebijakan untuk memberikan pelayanan yang cepat, tepat akurat dan dapat dipertanggungjawabkan kepada Presiden dan Wapres dalam memberikan pelayanan teknis dan administrasi serta analisis oleh karena itu perlu didukung peningkatan insentif dalam remunerasi yang sewajarnya.
Seminar yang bertujuan memberikan penjelasan bersifat umum dan mendasar tentang transformasi dan reformasi dalam konteks manajemen organisasi ini juga menyinggung masalah peningkatan insentif dan remunerasi. Menurut Asmawi hal tersebut merupakan prinsip dari Reformasi Birokrasi selain peningkatan kinerja pegawai atau Sumber Daya Manusia (SDM) dan membuat Standard Operation Procedure (SOP) yang jelas dan menggunakan teknologi dan informasi.
Seminar yang dihadiri oleh para pejabat dan pegawai Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet ini juga mengungkapkan bahwa transformasi dan reformasi birokrasi bertujuan untuk meningkatkan profesionalisme aparatur guna mewujudkan tata pemerintahan yang baik, baik itu dipusat maupun di daerah. Sedangkan perbedaan daripada reformasi dan transformasi adalah transformasi berusaha mengubah diri dalam bentuk kondisi karakter atau sifat melalui proses metamorfosa secara bertahap, dari hal-hal tidak baik menjadi lebih baik. Sementara reformasi adalah berubah dari yang belum baik menjadi baik. Dan yang sudah baik menjadi lebih baik lagi.
Transformasi menggunakan proses metamorfosa yang terencana dan terkelola dangan baik dengan tujuan membuat organisasi siap untuk menghadapi perubahan lingkungan stratejik. Untuk itu transformasi dan reformasi birokrasi bersifat berkesinambungan dan berkelanjutan. Dalam paparannya Ahmad Ruky mengatakan lingkungan stratejik itu dapat berupa lingkungan ekonomi, lingkungan politik hukum dan keamanan, sosial budaya dan teknologi. Perubahan dalam lingkungan ekonomi diantaranya yang kini ramai dibicarakan adalah harga minyak dunia yang terus naik, adanya perubahan radikal dalam hubungan perburuhan, ketergantungan Indonesia pada impor sejumlah bahan pokok dan ancaman resesi ekonomi global babak kedua.
Sedangkan perubahan dalam bidang politik dibagi menjadi dua yaitu yang merupakan perubahan lingkungan politik dunia, missal peta perpolitikan Eropa, isu-isu HAM, lingkungan kualitas hidup dan terorisme global. Sedangkan perubahan politik dalam negeri adalah reformasi yang belum selesai, system multi partai, potensi kelompok separatis dan isu otonomi daerah. Perubahan dalam bidang sosial budaya adalah perubahan sistem budaya pada generasi muda dan kesenjangan kaya dan miskin yang masih sangat lebar. Dan yang terakhir perubahan di biang teknologi adalah perkembangan dan perubahan pengolahan dan transfer data dan telekomunikasi serta media elektronik.
Seperti halnya pendapat Asmawi, Achmad Ruky juga menekankan perlunya sebuah organisasi dalam hal ini Sekretariat Negara memiliki visi dan misi yang jelas untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Oleh karena itu segenap aparatur birokrasi memiliki peran strategis dalam mewujudkan visi dan misi pemerintahan. Maka dari itu dibutuhkan proses birokrasi yang bersih, birokrasi yang efisien dan efektif. Birokrasi yang transparan dan birokrasi yang siap melayani dan jelas pembagian kewenangannya.
Dalam seminar itu juga Ahmad Ruky juga menekankan perlunya langkah-langkah untuk menuju transformasi birokrasi yang diinginkan yakni dengan menciptakan perasaan mendesak kepada setiap pegawai untuk berubah kea rah lebih baik, adanya formulasi strategi perubahan, gaya kepemimpinan yang baru serta menerapkan budaya kerja yang baru.
Menurut kedua narasumber tersebut, reformasi birokrasi pada suatu organisasi pada hakekatnya adalah menata mengubah menyempurnakan dan memperbaiki birokrasi agar lebih efisin efektif dan lebih produktif oleh karenanya reformasi birokrasi bisa diartikan dalam jangka pendek dan kemudian dilanjutkan dalam proses transformasi birokrasi dalam jangka panjangnya. Maka reformasi dan transformasi sangat dibutuhkan dalam kemajuan sebuah organisasi terutama dalam lingkungan Sekretariat Negara yang merupakan ujung tombak dalam hal kebijakan.
Ketika menjawab pertanyaan peserta seminar yang menanyakan tentang perlunya remunerasi, Achmad mengatakan remunerasi masalah penggajian pada tingkat Pegawai negeri Sipil (PNS), menurut Achmad ada tiga ketidakadilan atau unequity di dalamnya. Yakni ketidakadilan vertikal contoh besarnya gaji pegawai yang tertinggi sampai terendah terlalu dekat. Antara golongan I/a dan golongan III/a bedanya hanya tiga kali. Padahal jika dilihat dari sisi tanggungjawabnya, dibanding dengan orang yang hanya memegang pekerjaan sepele, gaji yang diterima tidak sebanding. Maka seharusnya perbandingannya harus berbanding antara bobot jabatan atau beban kerja. Minimal gaji yang tertinggi duapuluh kali gaji yang terendah.
Untuk posisi yang rendah misalnya keamanan atau pramubhakti menurut Achmad kalau bisa diambil dari outsourcing saja, diberikan pada kontraktor.Agar dana tersebut bisa dialokasikan untuk jabatan lain yang membutuhkan. Dibutuhkan juga perampingan jabatan untuk proses penaikkan gaji. Kenaikan gaji harus dilakukan secara perlahan dan bertahap, karena dalam penelitian dalam lingkungan kerja, beban kerja efektif hanya 70%, sisanya tidak jelas.
Kedua ketidakseimbangan eksternal di luar pemerintah. Untuk pegawai yang terendah gaji yang diberikan sudah sangat baik. Golongan I yang terendah mendapatkan upah minimum provinsi yakni Rp. 980.000,00 dan bila sudah diterima gaji tersebut bisa mencapai 1,2 juta rupiah. Dibandingklan dengan jabatan yang paling rendah di swasta yang minimal lulusan SMA, tapi di lingkungan PNS hanya lulusan SD.
Contoh lainnya adalah Golongan III atau diketentaran adalah Perwira Pertama (PAMA) atau gaji Meneg BUMN yang gajinya sepersepuluh dari direktur BUMN yang dibawahinya. Menurut Ruky hal ini harus dibenahi. Ketiga adalah ketidakadilan horizontal, bahwa ada jabatan-jabatan jika dibobot tidak sama. Misal seorang guru besar jika pensiun gajinya lebih kecil dari supirnya. Maka intinya adalah diperlukan manajemen berdasarkan sasaran. Sistem penilaian kinerja yang berbasis sitem penilaian kerja. Karena yang terjadi saat ini adalah ketidak jelasan ruang lingkup wewenang dan tanggung jawab.
Dalam seminar kali ini antusiasme peserta terlihat apalagi saat membahas masalah remunerasi. Seminar reformasi birokrasi ini diharapkan mampu membuka wawasan peserta seminar terhadap reformasi yang bertujuan menciptakan good governance. Seminar ini ditutup oleh pemberian cinderamata kepada narasumber dan makan siang bersama. (REDAKSI)
Bagaimana pendapat anda mengenai artikel ini?