PIDATO PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBANGUNAN NASIONAL DALAM PERSPEKTIF DAERAH

 
bagikan berita ke :

Rabu, 19 Agustus 2009
Di baca 7678 kali

PIDATO
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
TENTANG
PEMBANGUNAN NASIONAL DALAM PERSPEKTIF DAERAH
DI DEPAN SIDANG PARIPURNA KHUSUS
DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA
 

Jakarta, 19 Agustus 2009




Bismillahirrahmanirrahim,
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Salam sejahtera bagi kita semua,
Yang saya hormati, Saudara Ketua, para Wakil Ketua, dan para Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia,
Yang saya hormati, Saudara Ketua, para Wakil Ketua, dan para Anggota Lembaga-lembaga Negara,
Yang Mulia, para Duta Besar dan para Pimpinan Perwakilan Badan-Badan dan Organisasi Internasional,
Para Gubernur, Bupati, dan Walikota, serta Para Ketua DPRD Provinsi, Kabupaten, dan Kota,

Saudara-saudara se-Bangsa dan se-Tanah Air,
Hadirin sekalian yang saya muliakan,
Marilah kita bersama-sama, sekali lagi, memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, Allah SWT, karena atas rahmat dan ridho-Nya, kita dapat menghadiri Sidang Paripurna Khusus Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Tahun 2009. Saya ingin menggunakan kesempatan yang membahagiakan dan insya Allah penuh berkah ini, untuk menyampaikan ucapan terima kasih kepada Dewan, yang telah memberikan kesempatan kepada saya, untuk menyampaikan Pidato Kenegaraan mengenai Pembangunan Nasional utamanya tentang Pembangunan Daerah.

Pidato ini merupakan  pidato kenegaraan saya yang ketiga kalinya dalam bulan ini di depan  parlemen, sebagai rangkaian Pidato Kenegaraan Presiden ke hadapan rakyat Indonesia. Pada tanggal 3 Agustus 2009 saya telah menyampaikan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Tahun Anggaran 2010 beserta Nota Keuangannya, di depan Rapat Paripurna Luar Biasa Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), yang juga dihadiri oleh Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Karena itu, saya tidak perlu mengulang lagi hal-hal yang telah saya uraikan dalam pidato tersebut. Kemudian, pada tanggal 14 Agustus, saya telah menyampaikan Pidato Kenegaraan dalam rangka Peringatan Hari Ulang Tahun ke-64 Proklamasi Kemerdekaan Negara kita, yang merupakan refleksi kesejarahan dan perjalanan bangsa Indonesia. Dan alhamdulillah, pada hari ini saya dapat menyampaikan pidato di hadapan pimpinan dan para anggota DPD, yang juga dihadiri oleh para Gubernur, Bupati, dan Walikota dari seluruh Indonesia, tentang sisi-sisi dan dinamika pembangunan kita.

Pidato hari ini juga merupakan pidato kenegaraan saya yang terakhir,  untuk masa bhakti 2004-2009. Pada tanggal 20 Oktober nanti, pemerintahan yang saya pimpin, didampingi oleh Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla akan berakhir, dan pemerintahan baru akan memulai mandatnya untuk masa lima tahun ke depan. Karena itu, dalam pidato ini,  saya ingin mengajak saudara-saudara untuk melakukan refleksi tentang perjalanan pembangunan kita selama 64 tahun Indonesia merdeka, terutama dalam lima tahun terakhir ini. Selanjutnya, saya juga ingin mengajak saudara-saudara melihat visi dan langkah ke depan bangsa Indonesia, menuju negara yang adil, aman, demokratis dan sejahtera.

Sudah banyak prestasi yang kita capai selama ini, walau banyak pula tantangan yang menghadang. Pada kesempatan yang baik ini, saya ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada pimpinan dan anggota DPD, kepada Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, Walikota/Wakil Walikota, serta seluruh jajaran perangkat daerah sampai desa dan kelurahan, atas kerjasama dan kebersamaan dalam penyelenggaraan kehidupan bernegara dalam lima tahun terakhir ini. Penghargaan dan terima kasih yang tertinggi tentulah kepada seluruh rakyat Indonesia, yang bersama pemerintah telah bekerja keras, pantang menyerah, membangun bangsa dan negara di segala bidang di seluruh wilayah Nusantara.

Saudara-saudara se-Bangsa dan se-Tanah air,
Berbicara tentang pembangunan, sering muncul pertanyaan, untuk siapakah pembangunan dilakukan? Apakah pembangunan untuk manusia, atau manusia untuk pembangunan? Apakah pembangunan hanya untuk sekelompok tertentu saja? Untuk menjawab pertanyaan itu, pidato hari ini saya beri tema “Pembangunan untuk Semua” (Development for All). Negara tidak membeda-bedakan, setiap warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan. Karena itu, negara harus memastikan agar tidak ada kelompok-kelompok masyarakat yang tertinggal dalam proses pembangunan. Terlebih lagi pada saat-saat seperti ini, ketika kita memaknai kemerdekaan dalam kebersamaan. Pada hakikatnya, pembangunan suatu bangsa harus bersifat inklusif, menjangkau dan mengangkat derajat seluruh lapisan masyarakat, di seluruh wilayah Nusantara. Kita mesti maju dan makmur bersama, tidak maju dan makmur sendiri-sendiri. Jika kesatuan bangsa diibaratkan sebuah rantai, kekuatannya adalah pada rantai yang terlemah. Strategi “Pembangunan untuk Semua” bertujuan untuk memperkuat setiap rangkaian dalam keseluruhan rantai persatuan dan kesejahteraan bangsa.

Paradigma “Pembangunan untuk Semua”, dalam konteks Indonesia, hanya dapat dilakukan dengan menerapkan enam strategi dasar pembangunan.  Yang pertama, strategi pembangunan yang inklusif, yang menjamin pemerataan dan keadilan, yang mampu menghormati dan menjaga keberagaman rakyat Indonesia. Pembangunan untuk mencapai cita-cita kemerdekaan Indonesia tidak boleh diartikan secara sempit, dengan sekedar mencapai pertumbuhan ekonomi tinggi, apalagi bila hanya dilakukan dan dinikmati oleh sekelompok kecil pelaku ekonomi, atau oleh sedikit daerah tertentu saja.

Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah perlu terus-menerus memperbaharui pemahaman dan kesepakatan bersama dalam membangun Indonesia. Kesepakatan ini dipandu oleh visi Indonesia jangka menengah dan jangka panjang. Arah Indonesia dalam jangka panjang 2005-2025 telah ditetapkan dalam UU Nomor 17 tahun 2007, tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional. Sedangkan dalam jangka menengah, kita segera akan menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional tahap kedua tahun 2009-2014. Dalam konteks ini, proses penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah baik di tingkat Nasional maupun di masing-masing Daerah harus diserasikan. Dengan demikian, strategi dan pelaksanaan pembangunan Indonesia yang inklusif dapat segera dilaksanakan secara efektif dan saling menunjang.

Dalam kerangka pembangunan yang inklusif ini, pemerintah telah menjalankan berbagai macam kebijakan. Di antaranya adalah Program-program Pro Rakyat, yang salah satu contohnya adalah pengembangan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri, dengan memberdayakan masyarakat langsung pada tingkat kecamatan dan desa. Karena yang kita bangun bukan hanya daerah perkotaan, tetapi juga masyarakat di desa-desa. Dengan PNPM Mandiri, masyarakat desa dapat menentukan prioritas pembangunan di wilayahnya masing-masing. Berbagai program pro-rakyat untuk membantu masyarakat miskin dan hampir miskin, adalah juga bagian dari kerangka pembangunan yang inklusif ini.

Kedua, dalam kerangka “Pembangunan untuk Semua”, maka pembangunan Indonesia haruslah berdimensi kewilayahan. Setiap provinsi, setiap kabupaten/kota, adalah pusat-pusat pertumbuhan negeri, yang harus bisa memanfaatkan segala potensi daerahnya masing-masing, baik sumber daya alam, sumber daya manusia, maupun letak geografisnya. Itulah sebabnya pemerintah sungguh-sungguh mendorong daerah-daerah perbatasan untuk memanfaatkan peluang kerjasama pembangunan regional seperti IMT-GT dan BIMP-EAGA, maupun kerjasama perbatasan dengan Australia dan Timor Leste. Sejak awal saya selalu menekankan bahwa daerah-daerah perbatasan adalah beranda depan Republik, dan bukannya daerah belakang.

Pembangunan berdimensi kewilayahan juga berarti pemerintah terus mendorong setiap daerah untuk mengembangkan keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif masing-masing. Namun demikian, keseimbangan antar wilayah harus pula tetap dijaga sehingga tidak terjadi ketimpangan antar wilayah. Tak boleh ada satu daerah pun yang tertinggal terlalu jauh dari daerah lainnya. Prinsipnya adalah, jika daerah-daerah maju maka negarapun akan maju.

Saudara-saudara,
Setelah menekankan pembangunan yang inklusif dan berdimensi kewilayahan, maka strategi ketiga, adalah menciptakan integrasi ekonomi nasional dalam era globalisasi. Pembangunan nasional yang sedang kita jalankan ini tidaklah berjalan di ruang vakum. Bahkan sejak zaman kolonial, ekonomi Indonesia telah berkaitan dengan ekonomi dunia. Bedanya, pada saat itu, konteksnya adalah eksploitasi ekonomi dan sumber daya Indonesia untuk kepentingan ekonomi kolonial. Sekarang, sebagai bangsa merdeka, keterkaitan kita dengan ekonomi dunia didasarkan pada kepentingan nasional kita untuk memanfaatkannya demi sebesar-besar kemakmuran rakyat Indonesia. Kita harus menangkap peluang yang muncul dalam era globalisasi, sembari menghindari efek negatifnya. Kita tak perlu terus-menerus mengeluh tentang globalisasi yang melanda dunia, lebih baik kita mempersiapkan diri menghadapi dan memenangkannya. Kita harus menjadi bangsa pemenang di era globalisasi ini, dan bukannya bangsa yang kalah.

Kita perlu mengangkat topi kepada masyarakat Bali yang telah memberikan contoh bagaimana berintegrasi dalam masyarakat dunia, mengambil manfaat sebesar-besarnya, tanpa kehilangan jati dirinya. Masyarakat Bali semakin maju dan sejahtera dengan mengembangkan pariwisata bernuansa alam dan budaya, dengan tata nilai tri hita karana, yang tetap menjadi dasar kehidupan masyarakat Bali. Tentu saja mempertahankan hal ini tidaklah mudah dan penuh tantangan. Tetapi jika masyarakat Bali bisa melakukannya, masyarakat daerah-daerah lainpun harus bisa. Semuanya tetap dalam kerangka NKRI.

Demikian pula masyarakat Minangkabau, yang menatap globalisasi dengan kerja keras, percaya diri, sambil tetap mempertahankan tata nilai tungku tigo sajarangan. Ninik mamak, alim ulama, dan cadiak pandai mengawal proses transformasi di Sumatera Barat, sehingga hasil-hasil pembangunan tetaplah merupakan bagian dari pembangunan masyarakat Sumatera Barat itu sendiri.

Saudara-saudara,
Bersamaan dengan itu, strategi keempat, yang juga menjadi salah satu kunci dari keberhasilan “Pembangunan untuk Semua”, adalah pengembangan ekonomi lokal di setiap daerah, guna membangun ekonomi domestik yang kuat secara nasional. Ekonomi domestik yang kuat merupakan modal utama suatu bangsa untuk berjaya di tengah arus globalisasi. Pelajaran yang bisa kita petik dari krisis ekonomi global yang melanda dunia saat ini adalah; negara yang bisa bertahan dari dampak negatif resesi dunia adalah negara dengan ekonomi domestik yang kuat. Selain itu, ekonomi domestik yang kuat juga menjamin kemandirian suatu bangsa.

Kita patut bersyukur bahwa kita telah mengambil pelajaran berharga pada krisis ekonomi sepuluh tahun lalu, ketika kekuatan ekonomi kita sangat rentan, bahkan rapuh, terhadap terpaan krisis regional. Jika pada krisis ekonomi sepuluh tahun lalu kita menjadi salah satu negara yang paling terpuruk secara ekonomi, saat ini Indonesia adalah salah satu negara yang paling mampu bertahan, dalam menghadapi krisis ekonomi yang melanda dunia dewasa ini. Ke depan, dinamika dan sinergi ekonomi masyarakat di 33 provinsi dan 491 kabupaten/kota merupakan tulang punggung ekonomi nasional.

Oleh karena itu, penguatan keterkaitan antar daerah merupakan suatu keharusan. Untuk itu, Pemerintah Pusat dan Daerah harus terus meningkatkan kualitas dan kuantitas infrastruktur, utamanya infrastruktur fisik. Pada periode 2004-2009, alhamdulillah, kita antara lain telah berhasil menyelesaikan pembangunan jembatan yang menghubungkan Pulau Jawa dan Pulau Madura. Keterhubungan Jawa-Madura ini insya Allah akan meningkatkan kemajuan daerah Madura dan kesejahteraan penduduknya. Hal yang sama tengah kita rencanakan untuk membangun jembatan antara Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Manakala ini terwujud, maka distribusi manfaat pembangunan yang hingga saat ini terkonsentrasi di Pulau Jawa akan menyebar secara lebih baik ke Pulau Sumatera.  Demikian juga penuntasan pembangunan Trans Kalimantan, Trans Sulawesi, dan Trans Papua akan terus kita lakukan.

Di samping peningkatan keterkaitan secara fisik, secara fungsional, keterkaitan antar daerah juga harus kita ciptakan. Pemerintah terus mendorong agar produk-produk yang dihasilkan suatu daerah dapat dengan mudah digunakan sebagai bahan baku di daerah lainnya, atau digunakan sebagai produk akhir. Untuk itu, berbagai hambatan perdagangan antar daerah seperti retribusi atau pungutan resmi harus kita minimalkan. Terlebih praktik retribusi atau pungutan tidak resmi, yang justru menghambat bangkitnya investasi dan dunia usaha di daerah yang bersangkutan.
 
Saudara-saudara,
Paradigma ”Pembangunan untuk Semua” menuntut adanya strategi kelima, yaitu keserasian dan keseimbangan antara pertumbuhan dan pemerataan, atau Growth with Equity. Strategi demikian juga merupakan koreksi atas kebijakan pembangunan terdahulu, yang dikenal dengan trickle down effect. Strategi trickle down effect mengasumsikan perlunya memprioritaskan pertumbuhan ekonomi terlebih dahulu, baru kemudian dilakukan pemerataan. Dalam kenyataannya di banyak negara, termasuk di Indonesia, teori ini gagal menciptakan kemakmuran untuk semua.

Karena itulah, untuk mewujudkan pembangunan dan pemerataan secara bersamaan, sejak awal saya sudah menetapkan triple track strategy, yaitu strategi yang pro-growth, pro-job, dan pro-poor dalam pembangunan ekonomi nasional. Dengan triple track strategy ini, pembangunan ekonomi nasional dilakukan dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, melalui peningkatan investasi dan perdagangan dalam dan luar negeri. Pembangunan ekonomi juga ditujukan untuk  menciptakan lapangan kerja dengan memutar sektor riil, dan bersamaan dengan itu, pembangunan ekonomi difokuskan untuk mengurangi kemiskinan melalui kebijakan revitalisasi pertanian dan perdesaan, serta program-program pro-rakyat.

Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah telah menjalankan berbagai program pro-rakyat yang dirancang untuk berbagai tingkatan kemampuan masyarakat. Ada yang diibaratkan seperti “ikan” seperti BLT, Jamkesmas, BOS, PKH, beras bersubsidi, dan sebagainya, yang diperuntukkan bagi keluarga miskin dan hampir miskin di seluruh wilayah Nusantara. Ada yang berupa “kail” seperti PNPM Mandiri yang memberdayakan masyarakat melalui pemberian dana sebesar maksimal Rp3 miliar per kecamatan per tahun, yang penggunaannya ditentukan oleh masyarakatnya sendiri di tingkat desa. Saya telah melihat sendiri kemanfaatan PNPM Mandiri untuk membangun jalan dan irigasi desa, fasilitas air bersih, budidaya lele secara bersama, pengembangan kripik pisang oleh kelompok ibu-ibu di desa, dan sebagainya.

Ada pula program pro-rakyat yang diibaratkan “perahu”, seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR), yang menyediakan akses kredit tanpa agunan tambahan bagi masyarakat yang ingin berusaha. Dengan begitu, jika seorang pedagang bakso ingin memperoleh modal usaha, maka gerobak baksonya itulah yang menjadi agunan. Sampai Mei 2009, sektor perbankan telah mengucurkan KUR sejumlah Rp14,5 triliun yang disalurkan kepada lebih dari 2 juta debitur.  Ke depan, pemerintah akan terus mengembangkan KUR ini dengan jumlah dan jangkauan yang terus meningkat, serta dengan format yang lebih baik.

Esensi “Pembangunan untuk Semua”, yang berkeadilan dan merata, adalah pada strategi keenam, yaitu pembangunan yang menitikberatkan pada kemajuan kualitas manusianya. Manusia Indonesia bukan sekedar objek pembangunan, melainkan justru subjek pembangunan. Sumber daya manusia menjadi aktor dan sekaligus fokus tujuan pembangunan, sehingga dapat dibangun kualitas kehidupan manusia Indonesia yang makin baik. Untuk itu, “Pembangunan untuk Semua” selalu memberikan prioritas yang sangat tinggi pada aspek pendidikan, kesehatan, dan pendapatan serta lingkungan kehidupan yang lebih berkualitas. Yang dimaksud dengan lingkungan, di samping lingkungan hidup yang sehat dan lestari, juga adalah lingkungan sosial, politik dan keamanan yang tertib, aman, nyaman dan demokratis.

Kita bersyukur, angka harapan hidup manusia Indonesia terus meningkat dari usia 68,6 tahun pada tahun 2004 menjadi 70,7 tahun pada tahun 2009. Tingkat kematian bayi juga menurun, dari 33,9 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2004 menjadi 26,2 pada tahun 2009, sedangkan angka kematian ibu turun dari 307 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2003 menjadi 228 pada tahun 2007. Sementara itu tingkat buta huruf (penduduk usia 15 tahun ke atas) pada tahun 2008 telah menurun hingga 7,9% dibandingkan pada tahun 2004 yang 9,6%. Secara keseluruhan, indeks pembangunan manusia Indonesia meningkat dari 68,7 pada tahun 2004 menjadi  71,1 pada tahun 2008.

Saudara-saudara se-Bangsa dan se-Tanah air,
Hadirin yang saya muliakan,
Keenam strategi pembangunan untuk mewujudkan paradigma “Pembangunan untuk Semua” itu, tidak dapat diterapkan di dalam konteks sentralisasi kekuasaan dan keuangan negara. Dalam konteks seperti ini, pertumbuhan hanya terkonsentrasi pada pusat-pusat kekuasaan dan pada elit-elit yang berkuasa semata. Ketimpangan antara pusat dan daerah adalah konsekuensi logis dari sistem yang sentralistik. Ungkapan “di Jakarta banyak jembatan tak bersungai, sementara di daerah, banyak sungai tak berjembatan” adalah kenyataan yang merupakan hasil dari puluhan tahun sentralisasi kekuasaan dan keuangan di Indonesia. Reformasi yang mengedepankan demokrasi dan desentralisasi harus mengubah kenyataan seperti itu.

Alhamdulillah, sejak reformasi bergulir, kita telah meletakkan landasan  yang benar dan makin kukuh dalam membangun tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan sistem demokrasi dan desentralisasi, kita mampu mewujudkan otonomi daerah sebagai landasan dalam pelaksanaan strategi pembangunan yang berkeadilan,  merata, dan inklusif. Kebijakan otonomi daerah, telah kita mulai sejak  awal reformasi sepuluh tahun yang lalu dan diamanatkan melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, dan telah disempurnakan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Penyerahan sebagian besar kewenangan Pemerintahan kepada Pemerintah Daerah,  telah menempatkan Pemerintah Daerah sebagai ujung tombak pembangunan nasional, dalam rangka menciptakan kemakmuran rakyat secara adil dan merata.

Otonomi daerah yang dilaksanakan dengan benar, akan menghasilkan dampak yang positif dalam bentuk pertumbuhan ekonomi daerah yang makin merata, serta tingkat kemiskinan dan pengangguran yang makin menurun. Kita bersyukur,  dalam lima tahun terakhir ini terdapat tujuh provinsi yang secara konsisten berhasil mencapai pertumbuhan ekonomi di atas pertumbuhan ekonomi nasional. Ketujuh daerah tersebut adalah Provinsi Papua Barat, Sulawesi Tenggara, Jambi, Sulawesi Tengah, Sumatera Barat, Sumatera Utara dan DKI Jakarta. 

Kita juga bersyukur, dalam lima tahun terakhir, seluruh provinsi telah mampu menurunkan tingkat kemiskinannya. Provinsi dengan persentase penduduk miskin di bawah 10% adalah: Sumatera Barat, Riau, Jambi, Bangka Belitung, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Banten, Bali, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur dan Sulawesi Utara. Kemudian provinsi dengan penurunan persentase di atas 4% adalah: Aceh, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Gorontalo, Sulawesi Barat dan Papua Barat.

Dalam periode yang sama, kita juga mampu menurunkan tingkat pengangguran secara merata di hampir semua provinsi. Provinsi dengan penurunan tingkat penganguran di atas 3% adalah: Sumatera Barat, Riau, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Papua dan Papua Barat. Pada kesempatan yang baik ini, saya ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang tinggi kepada para Kepala Daerah yang mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi, menurunkan tingkat kemiskinan dan pengangguran.
 
Saudara-saudara,
Dalam mewujudkan pembangunan daerah yang adil dan merata, maka pelaksanaan desentralisasi fiskal secara konsisten dan bertanggung jawab menjadi sangat penting. Desentralisasi keuangan negara ditujukan untuk menjalankan prinsip anggaran, yang harus mengikuti fungsi dan tanggung jawab yang telah didelegasikan kepada daerah (money follows function). Kebijakan transfer anggaran ke daerah ditujukan untuk dapat mengurangi kesenjangan fiskal antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah, serta kesenjangan antar daerah. Transfer anggaran ke daerah juga ditujukan untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik di daerah, dan mengurangi kesenjangan pelayanan publik antar daerah.

Penyempurnaan pola penyaluran transfer ke daerah telah menghasilkan dampak positif dalam pengelolaan keuangan daerah. Hal ini tercermin dalam bentuk percepatan penyelesaian Peraturan Daerah tentang APBD. Pada tahun 2007 hanya terdapat 25 daerah yang menyelesaikan Perda APBDnya secara tepat waktu.  Pada tahun 2009 jumlah daerah yang berhasil menyelesaikan Perda APBD tepat waktu meningkat tajam, yaitu 118 daerah. 

Pemerintah telah memberikan penghargaan kepada 12 (dua belas) daerah, yang tiga tahun berturut-turut mampu menyelesaikan Perda APBDnya sebelum 31 Desember.  Keduabelas daerah tersebut adalah: Provinsi Kalimantan Tengah dan Sulawesi Utara, Kabupaten Kepulauan Sula, Purbalingga, Cilacap, Minahasa, Sidenreng Rappang, Sintang, dan Luwu,  serta Kota Binjai, Palu, dan Palopo. Tentunya saya berharap dalam waktu yang tidak lama lagi, seluruh daerah harus mampu menyelesaikan Perda APBD secara tepat waktu. Untuk mencapai itu, diperlukan sinergi yang baik antara eksekutif dan legislatif dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Harap dicamkan saudara-saudara, jangan sampai kepentingan masyarakat tersandera oleh kepentingan politik elit di antara pemimpin-pemimpin di daerah.
 
Hadirin yang saya muliakan,
Untuk mendukung pelaksanaan desentralisasi fiskal, pemerintah berencana mengalokasikan dana transfer ke daerah dalam tahun 2010 sebesar Rp309,8 triliun. Dari jumlah dana transfer ke daerah tersebut, alokasi Dana Perimbangan direncanakan mencapai Rp293,0 triliun, atau naik Rp7,7 triliun bila dibandingkan dengan perkiraan realisasinya dalam tahun 2009. Anggaran tersebut direncanakan dalam bentuk  DBH Rp76,6 triliun, DAU sebesar Rp195,8 triliun, dan DAK Rp20,6 triliun.

Sementara itu, Dana Otonomi Khusus (Otsus) untuk Provinsi Aceh, Papua, dan Papua Barat direncanakan sebesar Rp8,9 triliun. Saya berharap Dana Otonomi Khusus ini dapat dimanfaatkan secara optimal, untuk melepaskan diri dari ketertinggalan dalam pemenuhan pelayanan kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur. Namun, saya juga meminta dilaksanakan pengawasan yang lebih efektif dalam penggunaan Dana Otsus itu.

Mulai tahun 2010, dilakukan perubahan pembagian DBH dari Cukai Hasil Tembakau, dengan memasukkan daerah-daerah penghasil cukai tembakau dan daerah penghasil tembakau. Selain itu, pemerintah juga akan mengalokasikan DBH Panas Bumi sebagai bagian dari DBH Sumber Daya Alam (SDA). Pengalaman selama empat tahun terakhir, harga minyak dan gas bumi, serta batu bara, diperkirakan masih akan mengalami fluktuasi yang menyebabkan penerimaan negara dari SDA sering mengalami perubahan. Saya perlu mengingatkan kepada daerah-daerah yang mengandalkan DBH SDA, agar meningkatkan kemampuan mengantisipasi dan mengelola fluktuasi harga SDA dan penerimaan daerahnya.

Untuk membantu daerah dalam mendanai pembangunan sarana dan prasarana pelayanan dasar masyarakat, pemerintah mengalokasikan DAK. Dalam tahun 2010, kebijakan DAK diprioritaskan untuk mendorong pencapaian pelayanan publik sesuai dengan Standar Pelayanan Minimum, percepatan peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin, peningkatan kualitas sumber daya manusia, serta pemantapan reformasi birokrasi dan hukum.

Saudara-saudara sekalian,
Sesungguhnya, pemberian peran, kewenangan dan tanggung jawab yang lebih besar kepada Pemerintah Daerah adalah untuk dapat melayani rakyat secara lebih baik, lebih mudah, lebih cepat, dan lebih murah. Jika dalam dunia usaha berlaku prinsip “pembeli adalah raja”, dalam dunia pemerintahan prinsipnya adalah “segalanya untuk rakyat”. Untuk itu diperlukan perbaikan kapasitas dan kompetensi dari Pemerintah Daerah dalam memperbaiki pelayanan pada masyarakat. Agar pelayanan prima kepada masyarakat dapat diwujudkan, maka diperlukan program reformasi birokrasi, guna menghadirkan tata kelola pemerintahan yang baik sesuai dengan prinsip-prinsip good governance dan clean government.

Pembenahan birokrasi merupakan proses yang berkesinambungan dan menyeluruh, karena menyangkut perubahan sikap dan tingkah laku seluruh jajaran aparat pemerintah, dari tingkat paling tinggi hingga tingkat pelaksana. Perubahan ini tidak hanya menyangkut struktur organisasi, namun juga menyangkut cara kerja, disiplin dan komitmen pada kinerja, serta terbangunnya sistem insentif dan hukuman yang adil dan setara. Pemerintah telah dan sedang melaksanakan program reformasi birokrasi secara bertahap, hingga dapat diselesaikan untuk keseluruhan Kementerian dan Lembaga pada tahun 2011. Secara bersama dan bertahap reformasi di tingkat pemerintahan daerah juga harus mulai dilakukan dengan terencana, terorganisasi, dan berkesinambungan.

Saudara-saudara, hadirin sekalian,
Dengan desentralisasi yang makin konsisten dan kompeten dijalankan, daerah akan makin mampu menciptakan iklim usaha yang baik dan menarik bagi tumbuhnya kegiatan ekonomi yang produktif. Kualitas kebijakan dan peraturan daerah akan sangat menentukan daya tarik investasi. Hadirnya peraturan daerah yang menimbulkan ekonomi biaya tinggi jelaslah akan menghambat investasi. Sesuai komitmen kita bersama untuk menciptakan iklim investasi yang baik di daerah, maka pemerintah telah, sedang, dan akan terus menghapuskan berbagai pungutan daerah, yang tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Sampai dengan pertengahan Agustus 2009, terdapat 3.455 Perda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang direkomendasikan oleh pemerintah untuk dibatalkan dan direvisi, atau 36% dari jumlah Perda PDRD yang dievaluasi. Selain itu, terdapat 1.727 Rancangan Perda (Raperda) PDRD yang direkomendasikan untuk ditolak atau direvisi. Perda PDRD yang dibatalkan dan Raperda PDRD yang ditolak atau direvisi tersebut terutama pungutan di sektor perhubungan, industri & perdagangan, dan pertanian.

Untuk memperbaiki iklim investasi di daerah, dan guna meminimalkan timbulnya Perda pajak daerah dan retribusi daerah yang bermasalah, Pemerintah dan DPR telah selesai membahas Rancangan Undang-Undang tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.  Alhamdulillah, RUU tersebut telah disetujui dan disahkan. Dalam UU tersebut, penetapan jenis pajak dan retribusi bersifat closed list, artinya, jenis pajak daerah dan retribusi daerah hanya diijinkan bila sesuai dengan UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah tersebut.

Sesuai dengan semangat otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, daerah diberi kewenangan untuk memungut pajak (local taxing power), untuk meningkatkan kemampuan daerah dalam mendanai kebutuhan pengeluarannya. Penguatan taxing power daerah dan peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD), tetap mengacu pada prinsip menjaga keselarasan dengan kewenangan dalam penyediaan layanan dan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Daerah akan mendapat perluasan basis dan menambah jenis pajak daerah  dan retribusi daerah, serta keleluasaan penetapan tarif pajak pada tingkat tertentu. Saya menginstruksikan agar daerah memanfaatkan UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sesuai dengan rambu-rambu yang ada, sehingga tidak menimbulkan beban yang berlebihan bagi pelaku ekonomi.

Saudara-saudara se-Bangsa dan se-Tanah air,
Keberhasilan paradigma “Pembangunan untuk Semua” memerlukan beberapa prasyarat. Yang pertama, perbaikan kemakmuran dan kualitas hidup rakyat secara merata juga sangat ditentukan oleh tersedianya dan dibangunnya berbagai infrastruktur mendasar. Dalam kaitan ini pemerintah telah memberikan perhatian besar pada pembangunan infrastruktur di seluruh tanah air, baik dalam bentuk jalan raya, irigasi, pelabuhan laut, pelabuhan udara, penyediaan air bersih, telekomunikasi, dan infrastruktur energi dan kelistrikan.  Khusus untuk telekomunikasi, diharapkan pada tahun 2010, seluruh desa dan kecamatan telah terhubung dengan infrastruktur informatika yaitu telefoni dan internet. Untuk penyiaran, insya Allah, tahun 2010 seluruh daerah-daerah perbatasan di tanah air diharapkan sudah dapat menerima siaran TVRI dan RRI.

Pembangunan infrastruktur ke seluruh pelosok tanah air adalah wujud nyata dari tekad kita bersama, untuk membangun kesatuan Indonesia. Perbaikan kualitas infrastruktur dilakukan di daerah yang padat seperti Jawa, terutama Jakarta, dengan membangun Jakarta Mass Rapid Transit System Project, untuk mengatasi kemacetan lalu-lintas. Pembangunan transportasi nasional juga dipadukan secara tersistem dengan pembangunan daerah secara berkelanjutan. Demikian pula, pemerintah akan terus mempercepat pengembangan wilayah melalui pembangunan infrastruktur untuk membuka keterisolasian daerah terpencil.

Dalam rangka percepatan penyediaan air minum, pemerintah juga mengambil kebijakan strategis dengan pemberian jaminan dan subsidi bunga kepada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Program ini dilakukan sebagai salah satu upaya untuk mewujudkan Millennium Development Goals (MDGs), dalam bentuk penurunan separuh proporsi penduduk tanpa akses terhadap sumber air minum pada tahun 2015. Air minum merupakan salah satu kebutuhan dasar masyarakat, yang senantiasa harus tersedia dalam jumlah yang cukup merata, dan dengan mutu yang baik.

Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tinggi dalam beberapa tahun terakhir menyebabkan munculnya kebutuhan energi listrik yang semakin besar. Padahal, pasokan listrik kita tidak bertambah secara berarti sejak berakhirnya era orde baru, yaitu sekitar 25 ribu mega watt. Oleh karena itu, pemerintah telah melakukan program pembangunan pembangkit listrik sebesar 10 ribu mega watt. Hasilnya sudah mulai kita rasakan dengan berproduksinya beberapa pembangkit listrik yang baru di berbagai daerah. Namun, untuk mengantisipasi pertumbuhan ekonomi yang semakin meningkat, pemerintah telah meluncurkan program pembangunan pembangkit listrik 10 ribu mega watt yang kedua. Meski disadari, tambahan 20 ribu mega watt tersebut pada saatnya tetap belum dapat memenuhi kebutuhan listrik yang tidak pernah berhenti, seiring dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang terus meningkat pesat. Karenanya, pembangunan pembangkit listrik akan terus dilaksanakan. Dalam kaitan ini diperlukan inovasi terus menerus untuk mendiversifikasi sumber daya pembangkit listrik, termasuk dan terutama dengan menggunakan sumber energi terbarukan, seperti tenaga surya, angin, gelombang, panas bumi dan biofuel. 

Saudara-saudara,
Prasyarat yang kedua, adalah menghilangkan hambatan-hambatan yang memacetkan proses dan program pembangunan (debottlenecking). Saya menyadari, salah satu keluhan yang sering terdengar adalah masih banyak keterlambatan, sumbatan dan hambatan yang muncul dalam kegiatan pembangunan di daerah-daerah, akibat ketidaksinkronan dan ketidakjelasan mengenai masalah perijinan tanah dan alokasi tata ruang. Sudah saatnya kita melakukan evaluasi secara menyeluruh atas persoalan tanah dan tata ruang baik di tingkat nasional, pulau-pulau besar provinsi dan kabupaten/kota. Berbagai peraturan perundangan yang tumpang tindih, dan masih lemahnya sistem dan infrastruktur untuk memberikan kejelasan dan sertifikasi tanah, serta berbagai penyalahgunaan kewenangan dan perijinan mengenai tanah dan tata ruang perlu segera dibenahi dan diperbaiki. Saya menginstruksikan agar masalah tanah dan tata ruang menjadi prioritas bagi seluruh jajaran pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah, untuk secara bersama-sama diatasi guna menghilangkan hambatan pembangunan nasional.

Saudara-saudara se-Bangsa dan se-Tanah air,
Perjalanan kita dalam membangun Indonesia memang selalu penuh tantangan, namun alhamdulillah, kita selalu berhasil keluar dari krisis dengan baik, bahkan terus menjadi lebih kuat dan kokoh.  Sepuluh tahun setelah kita tertimpa krisis moneter yang paling parah di Asia, Indonesia telah bangkit kembali.  Kita bangkit dan kini berdiri tegar bukan saja dari segi ekonomi, namun juga dari segi sosial dan politik.  Apabila sembilan tahun lalu ada kolumnis internasional yang mencap Indonesia sebagai “messy state” (negara yang morat-marit dan kacau balau), maka kini majalah Time  justru menganggap kita sebagai “political success story”, dan banyak pula yang menilai Indonesia sebagai “emerging economy” dan “model democracy”.  Bahkan, Indonesia dapat berkiprah dengan percaya diri di percaturan ekonomi internasional, justru karena Indonesia mempunyai bobot baru, sebagai ekonomi terbesar dengan pertumbuhan tertinggi di Asia Tenggara.

Lebih dari sekedar pulih, kita juga telah membangun fondasi berbangsa dan pengelolaan ekonomi Indonesia yang lebih kokoh dan berkeadilan. Reformasi telah berhasil memberikan kesempatan kepada kita semua untuk membangun demokrasi dan desentralisasi yang baik. Reformasi juga menghasilkan prinsip-prinsip penyelenggaraan negara yang makin bersih, responsif, transparan, dan akuntabel. Dengan landasan penyelenggaraan negara dan pengelolaan ekonomi yang makin kuat, kita telah bersama-sama mampu mengatasi krisis-krisis baru yang muncul baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri.

Kini, kita menghadapi tantangan yang paling mutakhir, yakni krisis keuangan global yang telah mengguncang perekonomian dunia,  termasuk Indonesia. Meskipun kita tetap berhasil menjaga pertumbuhan ekonomi nasional di sekitar 4%, namun kegiatan investasi dan perdagangan ekspor dan impor mengalami penurunan tajam. Saya meminta seluruh kepala daerah provinsi, kabupaten dan kota, untuk terus mengantisipasi dan mewaspadai dampak krisis global ini terhadap perekonomian di masing-masing daerah. Arah kebijakan ekonomi di masing-masing daerah adalah tetap melakukan pemulihan ekonomi akibat krisis global, seraya menjaga kesejahteraan rakyat dengan terus melaksanakan program-program pro-rakyat, utamanya di bidang pendidikan, kesehatan, dan penyediaan infrastruktur dasar. Kita juga harus dapat menciptakan kesempatan kerja dan mengurangi pengangguran, menurunkan inflasi, mendorong agar kegiatan investasi dan perdagangan terus bertahan atau bahkan meningkat, serta menjaga ketahanan pangan dan energi. Dengan cara itu, kemakmuran rakyat dapat terus kita perbaiki di seluruh pelosok tanah air, dan rakyat kita makin benar-benar merasakan makna kemerdekaan Republik Indonesia yang sesungguhnya.

Dalam empat tahun terakhir, pembangunan nasional telah semakin merata di seluruh daerah, yang ditunjukkan dengan Indeks Pemerataan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Pada tahun 2005, Indeks Pemerataan sebesar 0,61,  menurun menjadi 0,55 pada tahun 2008. Ini artinya perkembangan aktifitas perekonomian antar provinsi menjadi semakin berimbang. Wilayah Pulau Jawa mempunyai aktifitas perekonomian yang paling merata, karena pembangunan infrastruktur yang lebih merata dan maju dibanding pulau-pulau lain. Oleh karena itu, pemerintah bertekad untuk mempercepat dan memberikan prioritas pada pelaksanaan pembangunan infrastruktur di seluruh provinsi dan pulau-pulau di luar Jawa.

Saudara-saudara,
Sejak bergulirnya reformasi, transparansi dan akuntabilitas merupakan prinsip yang sangat penting untuk ditegakkan dalam tata kelola pemerintahan, termasuk dalam pengelolaan keuangan negara dan keuangan daerah. Kita harus menjunjung transparansi dan akuntabilitas dalam rangka  terciptanya tata kelola yang baik dan bersih atau ---good and clean governance.  Untuk pertama kalinya dalam sejarah Republik, kita telah berhasil menertibkan 39.477 rekening pemerintah dengan nilai uang mencapai Rp35,9 triliun, US$238 juta, dan Euro 2,9 juta. Kita terus menuntaskan penertiban, pendataan, dan penilaian seluruh aset negara, baik yang ada di tingkat pusat dan maupun di tingkat daerah.

Saya gembira bahwa kualitas laporan keuangan pemerintah dengan berbagai upaya yang dilakukan telah menunjukkan perbaikan. Jumlah Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga yang mendapat opini tertinggi, yaitu Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), telah meningkat pesat dari 7 di tahun 2006 menjadi 35 di tahun 2008. Sedangkan yang mendapat status disclaimer menurun tajam dari 35 di tahun 2006, menjadi 18 di tahun 2008. Saya berharap, Pemerintah Daerah tidak mau kalah dengan Pemerintah Pusat dalam perbaikan laporan keuangan ini.

Saudara-saudara,
Perjalanan membangun bangsa Indonesia menuju cita-cita kemerdekaan, masih harus kita teruskan secara tekun, penuh semangat, dan berkesinambungan. Kita harus makin mampu untuk memanfaatkan berbagai kesempatan dan menjawab setiap tantangan dengan program-program pembangunan yang tepat, cerdas, dan efektif. Kita telah memilih strategi yang tepat dalam pembangunan ekonomi selama lima tahun ini, dengan fokus kepada revitalisasi pertanian, penciptaan ketahanan pangan dan energi, serta pembangunan infrastruktur dasar dan infrastruktur strategis.

Fokus perhatian dari kelanjutan strategi ini adalah pada upaya mengatasi masalah dan kemacetan (debottlenecking), baik dari segi peraturan, birokrasi maupun tata kelola pemerintahan. Peraturan yang tumpang tindih perlu dibenahi, koordinasi di tingkat pusat maupun dengan Pemerintah Daerah perlu ditingkatkan, serta konflik kepentingan harus dihilangkan. Pemerintah juga akan terus mengatasi kendala ketersediaan anggaran, baik di pusat maupun di daerah, agar program pembangunan infrastruktur, serta revitalisasi pertanian dan energi dapat dilakukan dengan baik.

Untuk periode 2009-2014, Indonesia harus mampu menjawab tantangan pembangunan yang makin tinggi dan makin rumit. Kualitas sumber daya manusia Indonesia masih harus kita tingkatkan. Investasi di bidang pendidikan baik dalam bentuk anggaran yang memadai sesuai amanat konstitusi terus dilakukan. Program perbaikan mutu pendidikan dan kesejahteraan guru terus dilanjutkan, dengan langkah-langkah nyata untuk memantau perbaikan kinerja dan hasil pendidikan.

Perbaikan di bidang kesehatan terus menjadi fokus utama dalam periode lima tahun mendatang. Kita tidak hanya ingin menurunkan angka kematian bayi dan ibu melahirkan, namun kita juga perlu memperbaiki gizi, imunisasi dan kualitas pelayanan kesehatan secara umum. Program di bidang kesehatan akan dititikberatkan pada pencegahan yang secara sistematis dan konsisten oleh seluruh jenjang pemerintahan, sesuai dengan pembagian kewenangan yang telah ditetapkan.  Kesejahteraan para petugas kesehatan juga memerlukan peningkatan yang adil.

Selain pembangunan sumber daya manusia, periode lima tahun mendatang kita harus memberikan perhatian pada pembangunan industri pengolahan secara bersungguh-sungguh, baik dalam bentuk program revitalisasi industri yang sudah ada, maupun membangun industri pengolahan baru. Revitalisasi industri pupuk, gula dan semen sangat diperlukan dalam tahapan pembangunan yang akan datang. Juga industri-industri pengolahan yang berbasis keunggulan komparatif kita sangat perlu dikembangkan, seperti industri  pengolahan kelapa sawit, hasil hutan, dan hasil perkebunan lainnya. Pembangunan industri pengolahan, selain memberikan nilai tambah bagi perekonomian nasional sehingga dapat menciptakan kemandirian ekonomi, juga sangat penting dalam menciptakan kesempatan kerja yang lebih luas lagi.

Pemerintah juga terus mendukung, dengan kebijakan dan anggaran yang tepat, pengembangan industri strategis dan industri yang berbasis pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta industri kreatif lainnya yang sangat potensial dalam menciptakan nilai tambah ekonomi dan menciptakan peluang-peluang baru. Dengan demikian, industri-industri ini dapat berkembang secara kompetitif dan berkelanjutan, dan pada akhirnya dapat sungguh-sungguh menjadi kebanggaan bagi bangsa Indonesia.
 
Saudara-saudara se-Bangsa dan se-Tanah air,
Hadirin yang saya muliakan,
Keberhasilan ”Pembangunan untuk Semua” hanya dapat dicapai dengan penguasaan dan ketersediaan lima kunci kesuksesan. Pertama, strategi dan program yang inklusif, merata dan berkeadilan hanya dapat diwujudkan dengan hadirnya kualitas kepemimpinan (leadership) yang efektif dan bertanggung jawab, baik di pusat  maupun di daerah. Tidak ada peluang yang bisa diraih bagi daerah yang pemimpinnya hanya bekerja apa adanya, tanpa semangat dan tekad untuk bekerja yang terbaik. Tidak mungkin ada pembangunan yang berhasil, tanpa adanya kepemimpinan yang cakap dan berintegritas, serta bekerja keras untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Yaitu kepemimpinan yang mendedikasikan seluruh hati, jiwa, tenaga dan pikirannya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Itulah kepemimpinan pro-rakyat, yang tidak berjarak, atau bahkan berkonflik, dengan kepentingan rakyat yang dipimpinnya.

Kunci kesuksesan yang kedua adalah kebersamaan serta sinergi positif di antara semua komponen bangsa. Penggalangan kekuatan bersama dari pemerintah, lembaga negara, dunia usaha, perguruan tinggi serta civil society adalah suatu keniscayaan bagi berhasilnya pembangunan. Tidaklah mungkin kesuksesan pembangunan diraih jika hanya elemen pemerintah yang bekerja keras, tanpa dukungan positif dari dunia usaha maupun elemen masyarakat madani. Karenanya, pembangunan harus merupakan medan karya yang terbuka lebar bagi partisipasi seluruh anak bangsa, apapun posisinya, serta di manapun ia berada.

Kunci sukses ketiga dalam pembangunan adalah dukungan yang luas dari masyarakat. Kontribusi dan dukungan masyarakat luas adalah modal sosial (social capital) yang tidak boleh absen dalam pembangunan di segala bidang. Masyarakat akan terlibat aktif dalam proses pembangunan, jika mereka merasa berkepentingan, merasa memiliki (dalam bahasa Jawa, melu handarbeni). Sebaliknya, rakyat yang mendapatkan pelayanan publik terbaik, pada gilirannya akan terpanggil untuk menyukseskan pembangunan di wilayahnya masing-masing.

Pendek kata, “Pembangunan untuk Semua” harus memberdayakan rakyat sebagai pelaku aktif dalam proses pembangunan yang memerdekakan. Merdeka dari kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan. Menuju bangsa Indonesia yang terus bersatu, bangkit dan maju mencapai baldatun thayyibatun wa Rabbun ghafur, yaitu negeri yang aman, makmur, sejahtera lahir dan batin di bawah naungan Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa.

Kunci kesuksesan keempat, dipersyaratkan integritas dan etika profesionalisme bagi para pemimpin dan pelaku pembangunan.  Oleh karena itu, saya tidak pernah berhenti mengajak dan menekankan kepada seluruh jajaran pemerintahan sebagai pelaku pembangunan, untuk senantiasa menjaga mentalitas, integritas dan etika profesionalisme setinggi-tingginya.  Jangan pernah berpikir, apalagi tergoda untuk berkompromi dengan integritas kita, utamanya  menyalahgunakan wewenang untuk kepentingan pribadi, apalagi korupsi.

Kekuasaan itu sungguh menggoda, oleh karena itu marilah kita jalankan dengan penuh amanah.  Dalam lima tahun ini, tidak sedikit pejabat Pemerintah Daerah yang mendapatkan penindakan hukum karena korupsi.  Hal ini bisa terjadi, karena dengan desentralisasi dan otonomi daerah yang berlaku dewasa ini, para pemimpin dan pejabat pemerintah di daerah memiliki kewenangan dan kekuasaan yang besar. Sehingga, jika tidak memegang teguh amanah dan menyimpang dari ketentuan yang berlaku, jeratan hukum karena melaksanakan korupsi setiap saat bisa terjadi.

Jaminan pembangunan tanpa korupsi, baik di pusat maupun di daerah, akan makin terwujud dengan pelaksanaan pakta integritas dan kontrak kinerja yang konsisten. Salah satu cara mengukur kesuksesan pakta integritas adalah dengan merealisasikan kontrak kinerja di jajaran penyelenggara pemerintahan secara terukur. Pemerintah pusat dan daerah yang tidak berhasil menjaga integritas dan profesionalitas kerjanya, sesuai dengan rencana dan sasaran pembangunan, harus siap memetik kegagalan ataupun kehilangan kepercayaan dari rakyat yang dipimpinnya.

Akhirnya, kunci kesuksesan pembangunan yang kelima adalah lingkungan dalam negeri yang kondusif. Pembangunan hanya akan berjalan lancar ketika stabilitas politik terjaga, keamanan dan ketertiban tidak terganggu, serta harmoni sosial tidak tercabik. Sebaliknya, pembangunan akan terus mengalami sandungan dan berjalan tertatih-tatih jika situasi politik terus bergejolak. Dinamika politik harus terus kita kelola agar keramaiannya tetap berjalan seiring dengan tujuan dan upaya pembangunan, tentu tanpa mengebiri kenyamanan kita dalam menikmati kebebasan berdemokrasi. Yaitu demokrasi yang dipagari dengan aturan main yang adil dan konstitusional. Demokrasi yang tidak anarkis, serta yang tetap berjalan di atas rel hukum dan ketertiban bermasyarakat.

Akhirnya, pembangunan di alam demokrasi juga tetap mensyaratkan harmoni sosial tiada henti. Tidak mungkin pembangunan akan berjalan efektif jika masyarakat terus dilanda konflik sosial, yang merusak sendi-sendi kehidupan bermasyarakat. Kita telah mencatat dengan tinta hitam, bagaimana konflik di Ambon, Poso, Sampit dan daerah-daerah lain yang menyebabkan kemunduran dalam proses pembangunan. Di negeri tercinta ini, jangan lagi terulang berbagai jenis konflik yang merusak harmoni sosial kita dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Saudara-saudara se-Bangsa dan se-Tanah Air,
Hadirin yang saya muliakan,
Tuhan Yang Maha Kuasa telah menakdirkan Bangsa Indonesia untuk lahir mempersatukan gugusan pulau-pulau di Nusantara, dengan suku-suku dan adat istiadat yang beranekaragam. Kemerdekaan telah kita rebut, jembatan emas telah kita seberangi. Namun apakah kehidupan Bangsa Indonesia akan lebih maju dan sejahtera sepenuhnya di tangan kita sendiri. Tuhan Yang Maha Esa tidak akan mengubah nasib suatu bangsa, kecuali bangsa itu sendiri berusaha keras untuk mengubahnya. Mari bersama kita pastikan bahwa 10 tahun, 50 tahun, 100 tahun, bahkan 1000 tahun lagi, bangsa Indonesia akan terus berjaya di muka bumi ini. Tak lekang karena panas, tak lapuk karena hujan. Dan seperti pepatah Orang Melayu, “Tak Indonesia hilang di bumi!”

Dirgahayu Republik Indonesia!
Terima kasih.   
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Jakarta, 19 Agustus 2009
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO