PP No 2/2008 bukan soal Sewa menyewa

 
bagikan berita ke :

Sabtu, 23 Februari 2008
Di baca 980 kali


 “Banyak persepsi yang mengatakan pemerintah mengijinkan pengusaha tambang di kawasan hutan lindung tidak sesuai dengan semangat memerangi global warming untuk mengatasi climate change,” jelas Presiden. “UU No 2 ini merupakan aliran peraturan dari PP Pengganti Undang-undang pada tahun 2004 lalu, yaitu PP NO 1/2004, sebagai revisi dari UU No 41/99. Dan ditindaklanjuti oleh Keppres No 41/2004, pada masa pemerintahan Megawati.”  
 
Hal ini disampaikannya dihadapan para wartawan setelah melakukan Rapat Koordinasi Terbatas dengan Menteri Kehutanan M. S. Ka’ban dan beberapa menteri kabinet Indonesia Bersatu lainnya di Departemen Kehutanan, Jum’at (22/2).
 
Presiden juga menerangkan bahwa dalam PP tersebut diatur lebih lanjut mengenai bagaimana agar para pengusaha tambang yang sudah berusaha di kawasan itu selama bertahun-tahun, memberikan kontribusi untuk negara. Kontribusi ini bertujuan untuk memelihara, merehabilitasi dan menghutankan kembali kawasan-kawasan hutan lindung yang dijadikan lahan tambang. Dan hasil dari kontribusi itulah yang merupakan semangat dari PP No 2/2008.
 
“Tujuan PP 2/2008 ini yang berisi ijin bagi 13 perusahaan tambang ini jangan dipersepsikan salah, dari sisi kontribusi ekonomi, mendatangkan keuntungan negara, kesejahteraan masyarakat sekitar, dan ikut menyelamatkan bumi,” jelas Presiden lagi.
 
Presiden menambahkan jika 13 perusahaan itu ditutup, padahal perusahaan-perusahaan tersebut telah beroperasi cukup lama maka dikhawatirkan banyak masyarakat Indonesia yang bekerja pada perusahaan itu yang tidak akan bekerja lagi atau menganggur. Dan sekali lagi Presiden menyatakan bahwa  inti dari PP No 2/2008 itu bukan soal sewa menyewa. Hal itu juga didukung oleh pernyataan Menteri Kehutanan MS. Ka’ban bahwa selama ini banyak perusahaan di luar 13 perusahaan tersebut yang mengajukan proposal pembukaan tambang baru. Namun menurut Menteri Kehutanan, Departemen Kehutanan menolaknya, sebab lahan kawasan hutan tersebut selain digunakan oleh 13 perusahaan yang dimaksud juga digunakan untuk kepentingan selain kehutanan seperti pemasangan tower dan kegiatan Pertamina. 
 
“Dulu perusahaan tambang tersebut harus menyiapkan lahan pengganti untuk kompensasi. Namun karena lahan pengganti tahun-tahun ke belakang sulit diperoleh, maka diganti oleh pemberlakuan tarif dimana masuk dalam Penerimaan Negara Bukan Pajak,” ujar Menteri Kehutanan.

Selain masalah PP No 2 tahun 2008 yang menjadi kontroversi, Presiden Susilo bambang Yudhoyono dalam kesempatannya mengharapkan agar hutan dikelola untuk tujuan bersama karena kontribusi hutan adalah untuk pembangunan dan kesejahteraan bersama. ”Usaha dibidang kehutanan untuk ekonomi masyarakat setempat. Dengan pengelolaan hutan maka terciptalah lapangan pekerjaan termasuk mengefektifkan dan menambah hutan tanaman rakyat yang bisa dinikmati masyarakat sekitar hutan,” tambahnya. Hutan tanaman rakyat yang dimaksud berada di provinsi Sumatera Utara, Daerah Istimewa Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi Tenggara.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam penjelasannya  juga mengatakan bahwa bangsa Indonesia harus serius memelihara lingkungan wilayah hutan yang cukup luas memberikan kontribusi pada dunia, misalnya sebagai carbon catcher dan penjamin tersedianya air. Langkah-langkah terpadu itu antara lain  melakukan rehabilitasi hutan di lahan. Dan melaksanakan sertifikasi pada hutan lestari yang pada tiga tahun jumlahnya mencapai 4,5  juta hektar.

Pelestarian hutan ini sudah sesuai dengan konferensi di bali  karena sebagai negara bekembang memerlukan sumber daya untuk  mengelolal hutan dengan bekerjasama dengan negara-negara sahabat. Dan pemerintah berusaha menurunkan deforestasi dan degradasi. “Kita akui angkanya masih harus kita turunkan puncaknya 1997-2000,  deforestasi dan degradasi sekitar 2,8 3 juta /thn. Dan angkanya menurun pada tahun2000-2006, 1,08 juta hektar per tahun.

Rakortas ini dihadiri selain oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, juga dihadiri oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla, Menko Kesra, Menko Polhukam, Mensesneg, dan Menteri Perindustrian. (HUMAS SETNEG)

Bagaimana pendapat anda mengenai artikel ini?
0           0           0           0           0