Presiden Ajak Pelaku Industri Wujudkan Hilirisasi untuk Pangkas Defisit

 
bagikan berita ke :

Rabu, 05 Desember 2018
Di baca 737 kali

Menumbuhkan industri dan membangkitkan ekonomi dengan hilirisasi merupakan cara efektif untuk memacu perekonomian nasional. Upaya tersebut selain bertujuan untuk mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap produk impor, juga menjadi langkah dalam mengurangi defisit transaksi berjalan.

Berbicara dalam acara CEO Networking 2018, Presiden Joko Widodo mendorong para pelaku usaha untuk aktif menjalankan kedua program tersebut.

"Kuncinya memang kita tahu dari dulu, industrialisasi dan hilirisasi. Kita tahu itu, tapi eksekusi lapangannya yang tidak pernah kita kejar. Ini yang saya kejar terus," jelas Presiden di The Ritz-Carlton Jakarta Pacific Place, pada Senin, 3 Desember 2018.

Indonesia merupakan negara dengan sumber daya alam yang sangat melimpah. Salah satunya mineral bauksit yang tiap tahunnya diekspor sebanyak jutaan ton dengan harga kurang lebih USD35 per ton.

Namun, di saat yang sama, pabrik-pabrik aluminium dalam negeri harus mengimpor ratusan ribu ton alumina yang tidak lain merupakan merupakan produk olahan (hilir) dari bauksit. Hal ini menjadi salah satu penyebab defisitnya transaksi berjalan kita.

"Kalau kita sejak dulu membangun industri alumina, maka impor tidak perlu terjadi. Beratus-ratus ribu ton dan tentu saja pengaruhnya terhadap defisit transaksi berjalan kita," kata Presiden, seperti dilansir dari siaran pers Deputi Bidang Protokol, Pers dan Media Sekretariat Presiden, Bey Machmudin.

Hal yang sama juga terjadi di komoditas batu bara. Tiap tahunnya, kurang lebih 480 juta ton batu bara mentah diekspor Indonesia. Padahal, dengan pengolahan yang tepat, batu bara dapat diolah menjadi LPG yang tentu bisa meningkatkan nilai tambah dan mengurangi impor nasional.

"Padahal kita tahu, kita impor yang namanya LPG itu 4 juta ton setiap tahunnya," tambah Presiden.

Diketahui, impor Indonesia di sektor migas masih menjadi salah satu penyumbang defisit terbesar bagi transaksi kita. Maka, menurut Presiden, tak ada cara lain bagi Indonesia untuk menyelesaikan persoalan defisit ini selain dengan menempuh industrialisasi dan hilirisasi industri.

"Menyelesaikannya memang harus hilirisasi, enggak ada yang lain," imbuh Presiden.

Berdasarkan perkiraan pemerintah, Indonesia juga dapat menghemat impor solar yang selama ini berjalan dengan menerapkan kebijakan biodiesel 20 persen (B20) yang merupakan produk hilirisasi industri kelapa sawit.

"Ini yang sekarang kita usahakan agar ada hilirisasi industri kelapa sawit yang menghasilkan solar B20 (biodiesel 20 persen) kita wajibkan penggunaannya," kata Kepala Negara.

Lebih jauh, Presiden juga mengungkap potensi pendapatan negara yang selama ini hilang begitu saja tanpa adanya proses hilirisasi ini. Jutaan ton bijih nikel mentah yang diekspor Indonesia sesungguhnya dapat memberikan nilai tambah apabila terlebih dahulu diolah menjadi produk jadi atau setengah jadi seperti feronikel.

Presiden mengatakan bahwa apabila sejak dahulu Indonesia sudah membangun hilirisasi industri nikel, maka diperkirakan pendapatan domestik bruto Indonesia dari industri nikel akan naik sebanyak empat kali lipat. Banyak pihak yang sesungguhnya mengetahui keberadaan nilai tambah seperti itu. Hanya saja selama ini tidak pernah ada langkah nyata untuk mendorong hilirisasi industri di Indonesia.

"Hal ini sudah tidak bisa kita terus-teruskan. Saya mengajak seluruh CEO dan sektor riil agar segera kita lakukan industrialisasi dan hilirisasi. Setop ekspor barang-barang mentah. Kurangi sebesar-besarnya ekspor barang mentah kita," tandas Presiden. (Humas Kemensetneg)

Bagaimana pendapat anda mengenai artikel ini?
0           0           0           0           0