Kongres II Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) yang digelar pada 24-25 Agustus 2018 dibuka secara resmi oleh Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat, 24 Agustus 2018.
Kongres yang mengusung tema "Pembangunan Inklusif dan Islam Nusantara Menyongsong se-Abad Indonesia sebagai Negara Kesejahteraan Pancasila" ini mewadahi para sarjana, ilmuwan, intelektual, dan sejumlah profesional NU dari berbagai disiplin ilmu.
Dalam sambutan pembukaannya, Presiden Joko Widodo mengingatkan bahwa dewasa ini dunia terus berkembang sedemikian cepat. Terlebih dengan adanya revolusi industri keempat yang dikatakan memiliki dampak yang ribuan kali lebih besar dibanding revolusi industri pertama.
"Artinya sebentar lagi akan terjadi perubahan besar-besaran di dunia yang ini akan mengubah interaksi kita dalam hidup sehari-sehari. Oleh sebab itu, kita harus betul-betul mengantisipasi ini," kata Presiden seperti dilansir dari siaran pers Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden, Bey Machmudin.
Menurutnya, sudah menjadi keharusan bagi para intelektual muslim untuk berani terjun ke bidang-bidang yang berkaitan dengan inovasi ilmu pengetahuan. Hal tersebut sesuai dengan semangat kemajuan peradaban Islam sekira 15 abad lalu yang berada dalam puncak kejayaannya.
"Tadi sudah disampaikan Pak Kiai bahwa 15 abad yang lalu peradaban Islam berada pada posisi yang paling tinggi. Kenapa tidak sekarang kita juga memperebutkan itu kembali? Banyak kesempatan yang bisa kita lakukan saat ini untuk melakukan perubahan-perubahan," imbuhnya.
Lebih jauh, Kepala Negara juga menekankan agar kita mampu mengantisipasi dampak merugikan dari perkembangan teknologi dan pengetahuan. Tak dapat dimungkiri, perkembangan-perkembangan itu selain dapat menimbulkan manfaat nyata, juga bisa mendatangkan mudarat akibat penggunaan yang tidak bertanggung jawab.
"Sebagai contoh keterbukaan informasi media sosial ada manfaatnya tapi juga banyak merusaknya. Fitnah-fitnah lewat sana, saling mencela lewat sana, saling menjelekkan lewat sana," lanjutnya.
Infrastruktur sebagai Fondasi Pembangunan Bangsa
Dalam kesempatan tersebut, Presiden juga menegaskan mengenai kebijakan utama yang ditempuh pemerintah selama beberapa tahun belakangan. Pembangunan
infrastruktur yang digalakkan oleh Kepala Negara memang dimaksudkan sebagai fondasi awal bagi pembangunan Indonesia di masa mendatang.
"Perlu saya sampaikan bahwa dalam 4 tahun ini kita memang masih fokus pada pembangunan infrastruktur karena ini merupakan fundamental yang tidak bisa kita tinggal," kata Presiden.
Ketiadaan infrastruktur yang representatif menjadikan biaya logistik di Indonesia berkali lipat lebih mahal dibandingkan dengan negara tetangga. Hal ini dalam praktiknya dapat menghambat lompatan perekonomian negara.
"Apakah kita bisa bersaing dengan negara-negara maju kalau kondisi jalan yang ada seperti ini di Papua? Ini jalan utama, bukan jalan kampung. Bisa ditempuh selama dua atau tiga hari," jelasnya sambil memperlihatkan kondisi sebuah jalan utama di Papua dalam layar lebar.
Kepala Negara mengungkap, negara-negara maju juga harus menempuh tahapan pembangunan infrastruktur yang sama sebelum berkembang menjadi sebuah negara dengan kekuatan ekonomi yang besar. Inilah tahapan yang saat ini sedang ditempuh oleh Indonesia untuk bersiap menuju tahapan selanjutnya.
"Tahapan besar kedua adalah membangun sumber daya manusia. Kita merencanakan tahun depan akan kita bangun 1.000 balai latihan di pesantren-pesantren. Karena memang dengan proses-proses inilah kita akan bisa bersaing dengan negara lain," pungkas Kepala Negara. (Humas Kemensetneg)