Sebagai bangsa yang besar, bangsa Indonesia harus memiliki mental besar. Selain itu, sebagai salah satu negara tempat rujukan bagi negara lain dalam merawat keragaman, Indonesia juga harus bermental pemimpin.
"Berani menghadapi tantangan dan hambatan-hambatan. Semakin besar sebuah negara, semakin besar juga tantangan yang kita hadapi. Walaupun tantangannya berat, bangsa besar tidak boleh gentar dan pesimis. Ini penting sekali,” ucap Presiden Joko Widodo saat memberikan Kuliah Umum “Islam Nusantara dan Keutuhan NKRI Untuk Mewujudkan Indonesia Damai” di Universitas Islam Malang pada Kamis, 29 Maret 2018.
Salah satu tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini di antaranya adalah maraknya hoaks. Presiden pun mengingatkan agar kita tidak mengembangkan isu-isu yang bisa menyebabkan bangsa Indonesia menjadi pesimis. Menurutnya, jika isu-isu tersebut sudah termakan oleh masyarakat, maka akan muncul pesimisme.
"Saya sendiri ditembak oleh isu PKI. Presiden Jokowi itu PKI. Saya lahir tahun 1961 bulan Juni, PKI dibubarkan tahun 1965, apa ada PKI balita? Logikanya tidak masuk, tapi ada yang percaya. Di medsos ada gambar saya waktu D.N. Aidit tahun 1955 pidato. Coba tahun 1955 saya disebut sudah mendampingi Aidit. Lahir saja belum sudah dampingi. Ini kan sudah kebangetan," kata Presiden, seperti diliris dalam Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden, Bey Machmudin.
Oleh karena itu, rakyat Indonesia harus memiliki mental yang kuat, tahan uji, dan tahan banting. Negara besar, lanjutnya, pasti mendapatkan ujian, hambatan, dan rintangan.
"Kita harus tawakal tetapi harus tetap ikhtiar, bekerja keras, dan percaya diri untuk fokus pada usaha membangun bangsa kita. Fokus meningkatkan kesejahteraan rakyat dan kita tidak boleh menyerah terhadap usaha-usaha lain yang mengancam persatuan kita. Inilah tugas generasi muda kita ke depan," tutur Kepala Negara.
Turut hadir mendampingi Presiden dalam acara ini, antara lain Sekretaris Kabinet Pramono Anung dan Gubernur Jawa Timur Soekarwo. (Humas Kemensetneg)