“Kita harus bisa mengambil kesempatan sekecil apapun. Kita gunakan agar dapat mendongkrak pertumbuhan ekonomi kita,†ucap Presiden pada Pertemuan Tahunan Bank Indonesia 2016 di Jakarta Convention Center, Selasa 22 November 2016.
Â
Dilansir dari siaran pers Bey Machmudin, Kepala Biro Pers, Media, dan Informasi, Sekretariat Presiden, salah satu upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi adalah  dengan memasarkan produk lokal tak hanya ke negara besar seperti Amerika, Uni Eropa dan Tiongkok, tapi juga ke negara berpenduduk besar yang sebelumnya tak dilirik.
Â
Meski ekonomi dunia belum stabil, harga komoditi Indonesia justru mulai naik biarpun belum pada posisi normal. Kondisi ini bukan tanpa optimisme, terutama bila melihat pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal ke-1 sebesar 4,94 persen, kuartal ke-2 naik menjadi 5,18 persen, dan kuartal ke-3 sebesar 5,02 persen. Dibanding negara lain, kondisi ini terbilang sangat baik.
Â
Inflasi tahun lalu pun terjaga, yakni 3,53 persen. Diperkirakan, inflasi tahun ini berada pada kisaran 3,3 persen. Untuk defisit transaksi berjalan, lanjut Presiden, juga masih berada pada posisi yang dapat dikendalikan. Kondisi seperti inilah yang harusnya membuat Indonesia optimis, tapi kadang ada isu yang dibesar-besarkan dan menyebabkan kita jadi pesimis. “Meskipun kalau kita lihat survei negara mana yang optimis di dunia. Kita ini ranking kedua setelah Tiongkok,†kata Presiden.Â
Â
Tiga Kunci Tingkatkan Kemudahan Berusaha
Â
Upaya lain yang pemerintah lakukan adalah meningkatkan daya saing agar memberikan kemudahan berusaha. Dalam survei “Kemudahan Berusaha†yang dilansir World Bank, Indonesia naik 15 peringkat dari 106 menjadi 91. Meski kenaikan cukup tajam, Presiden menyampaikan ada 3 hal penting lain yang tetap harus dikerjakan untuk semakin memudahkan usaha.
Â
“Pertama, urusan korupsi dan pungli. Kedua, yang berkaitan dengan inefisiensi birokrasi kita. Ketiga, mengejar ketertinggalan dalam pembangunan infrastruktur. Tiga hal ini yang jadi pokok,†kata Presiden.Â
Â
Pembangunan Infrastruktur Untuk Tingkatkan Daya Saing
Â
Guna meningkatkan daya saing, pemerintah mengubah pemanfaatan anggaran konsumtif menjadi produktif. Upaya ini telah dilakukan pemerintahan Jokowi-JK saat menghapus subsisi bahan bakar minyak (BBM) di awal masa jabatan mereka. Subsidi kemudian dialihkan ke hal produktif, seperti membangun irigasi, pendidikan maupun memperbaiki layanan kesehatan.
Â
Anggaran  yang digunakan untuk hal yang produktif tentu akan meningkatkan daya saing dan menjadikan negara kita dapat berkompetisi dengan negara lain. Pengalihan anggaran tersebut juga meningkatkan anggaran pembangunan infrastruktur sebesar 76 persen yang digunakan untuk membangun jalan tol, pelabuhan-pelabuhan besar, dan bandara.
Â
Pembangunan infrastruktur ini pula yang akan menjadi fokus Presiden. Ia menjelaskan bahwa prioritas membangun infrastruktur diberikan ke sektor swasta. Bila swasta tak bersedia karena Internal Rate of Return (IRR) tak menguntungkan, maka pembangunan infrastruktur diberikan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Namun, jika BUMN tak bersedia barulah pemerintah akan menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). (Humas Kemensetneg)
Â