"Memasuki tahun kedua, pemerintah bertekad melakukan percepatan pembangunan. Tahun 2016 ini dapat disebut sebagai Tahun Percepatan Pembangunan Nasional. Kita harus melangkah menuju Indonesia maju," ucap Presiden.
Berdasarkan rilis Kepala Biro Pers, Media dan Informasi Sekretariat Presiden, Bey Machmudin, Presiden Joko Widodo menyebut, percepatan pembangunan tersebut mutlak diperlukan. Sebab, selama 71 tahun merdeka, Indonesia masih belum mampu memutus rantai kemiskinan, pengangguran, ketimpangan dan kesenjangan sosial.
Beliau menjelaskan bahwa setiap Presiden Republik Indonesia telah bekerja keras dan berjuang untuk mengatasi permasalahan bangsa tersebut di eranya masing-masing.
"Mulai dari Presiden Soekarno, Presiden Soeharto, Presiden BJ Habibie, Presiden Abdurrahman Wahid, Presiden Megawati Soekarnoputri, sampai masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Tantangan yang sama, juga sedang kita hadapi sekarang ini," terangnya.
Oleh karenanya, untuk melanjutkan perjuangan para pemimpin bangsa sebelumnya, Presiden Joko Widodo bersama dengan pemerintahannya akan fokus pada tiga langkah terobosan guna mengatasi masalah utama bangsa.
"Pertama, percepatan pembangunan infrastruktur. Kedua, penyiapan kapasitas produktif dan Sumber Daya Manusia. Ketiga, deregulasi dan debirokratisasi," ungkapnya.
Pembangunan Infrastruktur Fisik dan Terobosan Pengampunan Pajak
Melalui percepatan pembangunan infrastruktur, Presiden bertekad untuk membangun sarana infrastruktur secara lebih merata di seluruh Tanah Air guna memperkuat konektivitas antarwilayah dan memperkecil ketimpangan dan kesenjangan sosial.
"Akselerasi pembangunan infrastruktur logistik meliputi jalan nasional dan jalan tol, jembatan, dan jalur kereta api. Tidak hanya di Pulau Jawa, tapi juga di Pulau Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi," tambah Presiden.
Selain itu, akselerasi dalam bidang infrastruktur strategis, pemerintah juga terus berusaha untuk membangun pembangkit listrik, waduk, telekomunikasi, dan perumahan rakyat. Percepatan pembangunan infrastruktur tersebut ditegaskan oleh Presiden Joko Widodo akan tetap memperhatikan kelestarian alam.
Presiden pun mengapresiasi DPR yang bersama dengan pemerintah melakukan terobosan dengan mengeluarkan aturan tentang pengampunan pajak. Beliau menyebut, dana yang diperoleh dari pengampunan pajak akan sangat bermanfaat dalam mendukung percepatan pembangunan.
"Diharapkan basis penerimaan pajak menjadi semakin luas guna mempercepat pembangunan dan meningkatkan daya saing nasional," terangnya.
Peningkatan Kapasitas Produktif Sumber Daya Manusia Indonesia
Namun demikian, pembangunan infrastruktur dirasa belum cukup untuk mengatasi masalah utama bangsa. Apalagi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) sudah menanti Indonesia.
Oleh karenanya, agar dapat bersaing dalam kompetisi global, maka Presiden Joko Widodo juga bertekad untuk turut mempercepat pembangunan infrastruktur sosial dengan membangun kapasitas produktif Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia.
"Dengan demikian Indonesia tidak hanya menjadi penonton dalam perlombaan ekonomi global. Indonesia harus ikut berlomba dan harus menjadi pemenangnya," tegas Presiden.
Terkait dengan hal tersebut, pemerintah memandang penting untuk memperluas akses masyarakat pada kegiatan ekonomi produktif dengan mendorong kemajuan dan produktivitas sektor UMKM.
Adapun dalam rangka menyiapkan SDM yang siap menghadapi kompetisi global, pemerintah juga bertekad untuk memperkuat sistem pendidikan vokasional. Melalui pendidikan tersebut, diharapkan dapat melahirkan angkatan kerja dengan kemampuan yang relevan dengan kebutuhan industri.
"Di saat yang bersamaan, kita pastikan masyarakat usia produktif bisa lebih cepat mendapatkan pekerjaan," imbuhnya.
Katalisator Pembangunan Infrastruktur Fisik dan Sosial
Guna mendukung pembangunan infrastruktur fisik dan sosial, pemerintah berkomitmen untuk melakukan deregulasi dan debirokratisasi. Presiden Joko Widodo menyebut, saat ini banyak regulasi kita yang justru menyulitkan diri dan tidak relevan dengan perkembangan zaman.
"Maka regulasi yang membingungkan harus disederhanakan, prosedur yang rumit harus dipangkas," tegas Presiden.
Wujud nyata dari komitmen tersebut ialah 12 Paket Kebijakan Ekonomi yang telah dikeluarkan pemerintah sampai dengan awal Juni 2016. Semuanya itu dimaksudkan untuk memberikan kecepatan pelayanan, kepastian regulasi, sinkronisasi, kemudahan berinvestasi, dan meningkatkan produktivitas.
Sebagai bagian dari deregulasi, pemerintah juga telah mensinkronkan berbagai peraturan daerah (Perda) terkait perdagangan dan investasi. Lebih dari 3 ribu Perda sudah dibatalkan karena tidak lagi kondusif bagi kemajuan perdagangan dan kemudahan berusaha.
"Saya tegaskan dua hal. Pertama, sinkronisasi Perda dilakukan untuk kepentingan nasional, termasuk daerah. Kedua, Perda yang dibatalkan hanya terkait urusan perdagangan dan investasi," lanjutnya.
Di akhir pidatonya, Presiden Joko Widodo mengajak segenap elemen bangsa untuk bersinergi mengatasi kemiskinan, pengangguran, serta ketimpangan dan kesenjangan sosial yang selama ini menjadi masalah utama bangsa Indonesia. Tanpa kerja sama semua pihak, Indonesia hanya akan digulung oleh arus sejarah.
"Maka, apapun bidang yang kita geluti, jadilah yang terbaik. Dengan kerja nyata bangsa Indonesia bisa menjadi pemenang, dengan kerja nyata bangsa Indonesia bisa menjadi bangsa maju. Menjadi bangsa yang berdaulat, mandiri, dan berbudaya," ujarnya.
Presiden menutup pidatonya dengan mengucapkan Dirgahayu Republik Indonesia dan memekikkan pekik Merdeka sebanyak 3 kali yang kemudian diikuti oleh sebagian besar hadirin yang ada di ruangan tersebut.
Tampak hadir dalam acara tersebut Presiden Republik Indonesia ke-3 B.J. Habibie, Presiden Republik Indonesia ke-5 Megawati Soekarnoputri, Wakil Presiden Republik Indonesia ke-6 Try Sutrisno, Wakil Presiden Republik Indonesia ke-11 Boediono, istri Presiden Republik Indonesia ke-4 Shinta Nuriyah Abdurrahman Wahid, sejumlah Menteri Kabinet Kerja, dan para pimpinan lembaga negara. (Humas Kemensetneg)
Bagaimana pendapat anda mengenai artikel ini?