Sebuah jala tangkap tampak ditebar oleh Presiden Joko Widodo yang dibantu oleh petambak di tambak udang. Tampak tumpukan udang pun memenuhi jala sesaat setelah diangkat. Pagi itu, Presiden bersama para penambak memang tengah melakukan panen raya udang Vaname di Desa Pantai Bakti, Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, pada Rabu, 30 Januari 2019.
Udang yang berhasil ditangkap itu kemudian dituangkan ke dalam wadah yang disiapkan. Beberapa di antaranya berceceran hingga ke luar wadah. Presiden kemudian mencoba mengambil udang yang tercecer. Namun, saat memegang salah satunya, jari Presiden tampak terluka.
"Kepatil udang," kata Presiden.
Lokasi panen raya udang vaname yang dikunjungi Presiden ini merupakan lokasi pengelolaan melalui Izin Pemanfaatan Hutan Perhutanan Sosial (IPHPS). Lokasi IPHPS di desa tersebut dikembangkan sebagai lokasi pengelolaan kawasan mangrove yang dibarengi dengan usaha tambak oleh masyarakat setempat yang diberikan akses oleh pemerintah untuk mengelola.
Di lokasi tersebut, sebelumnya pada 1 November 2017, Presiden menyerahkan surat keputusan yang menegaskan pemanfaatan hutan kawasan hutan negara untuk dapat diakses oleh petani dan petambak. Salah satunya adalah SK izin pemanfaatan hutan Perhutanan Sosial kepada kelompok tani Mina Bakti seluas 80,9 hektare bagi 38 kepala keluarga.
"Ini kita dulu tebar benih memulai memperbaiki lingkungan di sini itu November (2017). Dulu pikiran kita di Februari bisa panen, ternyata gagal. Diulang lagi, berhasil tapi baru 50 persen. Ini proses pembelajaran untuk para petani memang memerlukan proses seperti ini," jelas Presiden.
Pada panen raya ini, para petambak diperkirakan akan memanen udang Vaname atau udang yang juga biasa disebut sebagai udang kaki putih sesuai dengan yang diharapkan.
"Nanti akan dapat kira-kira 5 ton. Itu sudah pada posisi yang normal. Ini yang kita harapkan," kata Presiden.
Upaya yang dilakukan oleh kelompok tani Mina Bakti tersebut disebut Presiden sebagai sebuah contoh konkret pemanfaatan perhutanan sosial yang diberikan pemerintah. Meski sempat menuai kegagalan di awal proses, perlahan para petambak mampu berproses dan menghasilkan dalam jumlah yang besar.
Hasil tambak tersebut nantinya akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri. Bukan tak mungkin, permintaan ekspor juga akan dipenuhi mengingat tingginya permintaan banyak negara. Hasil tambak sebagai pemanfaatan Program Perhutanan Sosial ini juga mendatangkan keuntungan yang tidak sedikit.
"Jadi ini untuk 1 hektare biayanya kurang lebih Rp180 juta. Kemudian tadi dihitung kalau panen dapatnya kira-kira Rp310-320 juta. Artinya ada margin keuntungan sekali panen itu Rp120 jutaan kurang lebih," jelas Presiden.
Turut hadir mendampingi Presiden, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, Menteri BUMN Rini Soemarno, Menteri PU dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, dan Plt Bupati Bekasi Eka Supria Atmaja.
Mengutip siaran pers Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, akses kelola Perhutanan Sosial ini memberikan ruang kelola bagi tiap petambak kurang lebih 2 hektare lahan pengelolaan. Pemanfaatan lahan tambak juga dilakukan dengan merevitalisasi tambak udang di Muara Gembong dengan cara membuat 2 kolam budidaya masing-masing seluas 4.000 meter persegi, 1 kolam mangrove 6.000 meter persegi, dan membangun jalan, tanggul, serta infrastruktur pendukung tambak lainnya.
Berdasarkan hasil panen percobaan udang Vaname pada tanggal 22 Juli 2018 di lokasi yang sama menghasilkan 4,35 ton per hektare dengan harga @Rp 73.000/Kg, seperti dilansir dari siaran pers Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden, Bey Machmudin. (Humas Kemensetneg)