Momentum-momentum pendukung perubahan kian berdatangan. Seiring dengan perkembangan terkini, saat ini merupakan waktu yang tepat untuk membenahi masalah perizinan yang masih menjadi tugas bersama. Hal tersebut diungkapkan Presiden Joko Widodo di hadapan para gubernur seluruh Indonesia dalam rapat kerja pemerintah di Istana Negara, Jakarta, Selasa (23/1/2018).
"Kita memiliki momentum yang sangat baik, kepercayaan internasional kepada kita yang sangat baik. Coba kita lihat, yang berkaitan dengan ease of doing business, di 2014 akhir saya ingat di peringkat 120, sekarang menjadi 72. Ini lompatan yang sangat tinggi," ucap Presiden.
Selain itu, dalam rilis Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden, Bey Machmudin, dikatakan bahwa sejumlah lembaga pemeringkat internasional juga memberikan penilaian positif bagi perbaikan Indonesia belakangan ini. Hasilnya, predikat layak investasi kembali disematkan untuk Indonesia.
"Setelah 1998, baru sekarang kita memperoleh investment grade baik oleh Moody's, Fitch Ratings, S&P, dan terakhir kita diberikan lagi oleh Fitch dari BBB- menjadi BBB," ia menambahkan.
Meski demikian, di tengah segala peningkatan tersebut, perlu diakui bahwa Indonesia saat ini masih tertinggal bila dibandingkan dengan negara-negara tetangga dalam hal perolehan investasi.
"Kita blak-blakan saja, kita kalah jauh. Ini data BKPM yang saya terima, India investasi naik 30 persen, Filipina naik 38 persen, Malaysia naik 51 persen, kita 10 persen di 2017," ungkapnya.
Berdasarkan data tersebut, wajar kiranya bila pemerintah mencari tahu apakah yang membuat para investor lebih tertarik untuk menanamkan investasinya di sejumlah negara tersebut bila dibandingkan dengan Indonesia. Presiden pun memperoleh jawabannya.
"Alasan nomor satu kita kalah bersaing adalah regulasi. Kita ini kebanyakan aturan, persyaratan, dan perizinan yang sampai detik ini masih berbelit-belit," ucapnya.
Maka itu, ia kembali berpesan kepada jajarannya di pusat maupun daerah agar tidak lagi mengeluarkan aturan-aturan yang justru mempersulit diri dan tidak sesuai dengan kebijakan nasional.
Menurutnya, banyaknya peraturan yang dikeluarkan bukanlah sebuah bentuk prestasi. Yang dibutuhkan Presiden adalah kebijakan dan aturan yang berkualitas di mana pada akhirnya masyarakat dapat memperoleh kemudahan dan pembangunan dapat terlaksana dengan baik.
"Tolong dilihat, terutama perda yang berkaitan dengan percepatan berusaha. Kalau memang itu tidak mempercepat atau justru memperlambat kalau bisa dihilangkan atau direvisi. Jangan buat lagi yang baru," tuturnya.
Ia juga menyoroti masih lamanya proses perizinan di daerah. Ia meminta agar daerah turut berupaya untuk menyederhanakan proses sebagaimana yang dilakukan pemerintah pusat.
"Untuk pembangkit listrik yang IPP (swasta), di pusat hampir tiap hari saya marahi, sekarang bisa 19 hari. Di daerah, mohon maaf, masih 775 hari. Sekarang kita buka semuanya, artinya ada problem di daerah," ungkap Presiden.
Hal yang sama juga didapatkan dalam hal investasi di bidang pertanian. Di pusat, proses perizinan sudah dapat dilakukan dalam 19 hari. Sedangkan di daerah, proses tersebut masih membutuhkan waktu selama 726 hari.
"Di bidang perindustrian, di pusat waktunya juga masih panjang, 143 hari. Di daerah 529 hari. Artinya masih banyak PR yang harus kita selesaikan," ia menambahkan.
Presiden mengingatkan, bila hal ini terus berlanjut, mustahil perekonomian Indonesia meningkat. Namun, dengan kemauan dan usaha keras untuk melakukan perubahan, ia yakin bahwa Indonesia mampu membenahi diri dalam hal proses perizinan dimaksud.
"Tapi saya masih optimistis karena di depan gerbang kita investor masih banyak. Tinggal kita bisa cepat memperbaiki masalah yang tadi saya sampaikan," ucapnya. (Humas Kemensetneg)