Meski demikian, Presiden memahami bahwa upaya tersebut saat ini masih terkendala dengan ketersediaan lahan. Akibatnya, acap kali perguruan tinggi di Indonesia kesulitan untuk mengembangkan fasilitas pendidikan yang mereka miliki. Inilah salah satu yang menyebabkan perguruan tinggi di Indonesia kalah bersaing dengan perguruan tinggi di luar negeri. Demikian seperti dilansir dalam siaran pers Kepala Biro Pers, Media dan Informasi Sekretariat Presiden, Bey Machmudin.
Â
"Institut Teknologi Bandung (ITB) misalnya. Sebagai salah satu lembaga pendidikan sains dan teknologi terkemuka di Indonesia, kampus ITB saat ini hanya seluas 27,8 hektare. Sangat kecil jika dibandingkan dengan misalnya kampus UTM di Malaysia yang luasnya 1.150 hektare atau kampus Kasetsart di Thailand dengan 1.214 hektare," ungkapnya.
Â
Sebagai solusi terhadap hal tersebut, Presiden Joko Widodo berpendapat bahwa aset-aset milik negara atau daerah yang berada di bawah penguasaan BUMN maupun BUMD yang kurang optimal pemanfaatannya dapat digunakan. Kawasan Walini misalnya, yang berada di bawah penguasaan PT. Perkebunan Nusantara VIII, telah dikaji untuk dijadikan objek pembangunan infrastruktur dan pengembangan fasilitas pendidikan ITB.
Â
"Saya minta Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi serta Menteri BUMN agar segera berkoordinasi di bawah Menko untuk membahas pengalihfungsian aset BUMN ini," ujarnya.
Â
Presiden juga menyebut bahwa alih fungsi aset tersebut dapat dilakukan dengan mekanisme ganti rugi ataupun relokasi. Hal tersebut tercantum dalam Peraturan Perundang-Undangan yang mengatur pengelolaan barang milik negara atau milik daerah.
Â
"Tidak ada alasan karena aset dikuasai BUMN menyebabkan terhambatnya pembangunan dan pengembangan kawasan. Justru sebaliknya, aset BUMN ini harus dapat dimaksimalkan untuk menunjang pembangunan yang merupakan hal untuk kepentingan umum," tegas presiden sekaligus mengakhiri pengantarnya. (Humas Kemensetneg)