Prioritas kerja pemerintah di bidang kesehatan akan diarahkan pada peningkatan upaya promotif dan preventif di samping peningkatan akses pada pemberian pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Presiden Joko Widodo dalam rapat terbatas yang membicarakan soal program kesehatan nasional meminta Menteri Kesehatan untuk melakukan langkah inovatif dalam mengedukasi masyarakat akan gaya hidup sehat.
"Saya minta Menteri Kesehatan untuk melakukan langkah-langkah pembaruan yang inovatif dalam rangka mengedukasi masyarakat untuk hidup sehat dan ini harus menjadi sebuah gerakan yang melibatkan semua pihak baik yang di sekolah maupun masyarakat pada umumnya," kata Presiden di Kantor Presiden, Jakarta, pada Kamis, 21 November 2019.
Di samping itu, dalam kaitannya dengan jaminan kesehatan bagi masyarakat, Kepala Negara juga kembali memberikan penegasan agar tata kelola BPJS Kesehatan terus dibenahi dan diperbaiki untuk mengatasi persoalan defisit yang saat ini terjadi.
Untuk diketahui, jumlah peserta BPJS Kesehatan terbesar merupakan yang berasal dari kategori Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang dibiayai oleh anggaran APBN. Data BPJS Kesehatan per 31 Oktober 2019 menyebut bahwa terdapat 96.055.779 peserta BPJS Kesehatan yang dibiayai oleh APBN.
Jumlah tersebut belum termasuk jumlah peserta dari kategori Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang dibiayai anggaran APBD yang mencapai 37.887.281 peserta berdasarkan data yang sama.
"Perlu juga saya sampaikan hingga 2018 pemerintah telah mengeluarkan dana kurang lebih Rp115 triliun. Belum lagi iuran yang disubsidi oleh pemerintah daerah itu 37 juta (jiwa) dan TNI-Polri 17 juta. Artinya yang sudah disubsidi oleh pemerintah itu sekitar 150 juta jiwa," kata Presiden.
Dengan kata lain, lebih dari 60 persen dari total kepesertaan BPJS Kesehatan yang mencapai 222.278.708 (per 31 Oktober 2019) ditanggung oleh negara.
"Saya minta betul-betul manajemen tata kelola di BPJS terus dibenahi dan diperbaiki," imbuh Kepala Negara, seperti dilansir dari siaran pers Biro Pers, Media, dan Informasi Sekretariat Presiden, Erlin Suastini.
Beralih pada regulasi, Presiden meminta agar regulasi yang berbelit, yang menjadi hambatan bagi pengembangan industri farmasi nasional, segera dipangkas dan disederhanakan sehingga industri farmasi bisa tumbuh dan masyarakat dapat membeli obat dengan harga yang lebih terjangkau.
"Laporan yang saya terima, 95 persen bahan baku obat masih tergantung pada impor. Ini sudah enggak boleh lagi dibiarkan berlama-lama," imbuh Presiden.
Lebih jauh, Kepala Negara juga menginstruksikan peningkatan skema insentif bagi riset-riset yang menghasilkan temuan obat maupun alat kesehatan terbaru dengan harga yang kompetitif dibandingkan produk-produk impor. (Humas Kemensetneg)
Bagaimana pendapat anda mengenai artikel ini?