Integrasi sistem keuangan dunia inilah yang menjadi salah satu karakteristik dari globalisasi dewasa ini. Dunia seakan-akan telah menjadi satu tanpa batas.
“Namun demikian, kemajuan sistem keuangan ini ibarat pisau bermata dua. Disatu sisi membawa manfaat di masyarakat, di sisi lain menjadi faktor pendorong terjadinya berbagai kejahatan yang modus operandinya makin hari makin canggih,� kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam pidato sambutannya saat mengikuti Presidential Lecture dalam rangka Hari Ulang Tahun ke-5 Pusat Pelaporan dan Analisis Keuangan (PPATK), di Istana Negara, Selasa (17/4) pagi.
Presiden SBY memberikan contoh kecanggihan penggunaan teknologi wire transfer yang ternyata telah menjadi daya tarik tersendiri bagi para pelaku kejahatan. “Melalui berbagai transaksi baik transfer, penempatan maupun pemindah bukuan yang berlapis, pelaku kejahatan berusaha mengaburkan atau menyamarkan hasil kejahatannya. Hal itu menyulitkan deteksi atas aliran dana karena dibuat seolah-olah berasal dari transaksi keuangan yang sah,� ujar Presiden SBY. “Salah satu kasus yang menarik perhatian banyak kalangan beberapa waktu yang lalu adalah kasus pembobolan sebuah bank oleh sebuah perusahaan melalui penerbitan LC dengan dokumen-dokumen fiktif. Pembobolan itu telah merugikan negara sebesar Rp 1,2 trilyun,� jelasnya.
Presiden bersyukur bahwa proses hukum bagi pelaku tindak kejahatan kasus tersebut sebagian besar telah selesai diperkarakan dengan variasi hukuman penjara antara delapan tahun hingga seumur hidup. “Dari pengalaman itu kita harus mengambil pelajaran berharga bahwa transaksi keuangan dengan teknologi canggih berpotensi digunakan oleh para pelaku kejahatan untuk melakukan tindak pidana,� terang Presiden dihadapan lebih kurang 275 undangan.
Untuk mencegah terjadinya tindak pidana pencucian uang, perlu upaya penegakan hukum yang tegas dan tepat. Tidak boleh ada kompromi menghadapi tindak kejahatan yang sangat merugikan kepentingan orang banyak. “PPATK yang dibentuk lima tahun yang lalu merupakan sebuah lembaga yang dikenal sebagai financial intelegent unit. Lembaga ini menurut UU bertanggungjawab kepada Presiden. Bertugas memberikan laporan dan analisis kepada Presiden tentang berbagai transaksi keuangan yang terjadi terutama yang diduga berkaitan dengan pencucian uang. Secara berkala saya menerima laporan tersebut,� kata Presiden.
“Dalam upaya mendukung pemerintah membangun rezim anti pencucian uang, pada bulan Desember 2004 saya telah mengutus beberapa menteri terkait untuk melakukan pendekatan dengan beberapa kepala pemerintahan. Bulan Februari 2005, Indonesia berhasil keluar dari daftar NCCTs, dan pada tahun 2006 dibebaskan dari pemantauan formal FATF. Setelah kita berhasil keluar dari daftar NCCTs, pemerintah terus berusaha melanjutkan usaha pencegahan dan pemberantasan cuci uang dengan memfokuskan pada beberapa kegiatan,� Presiden menjelaskan.
Dalam ksempatan itu Presiden SBY mengajak seluruh komponen bangsa untuk meningkatkan efektifitas tindakan menghadapi kejahatan pencucian uang. Kuncinya adalah koordinasi, kerjasama, kemitraan, berbagi informasi dan ketegasan penindakan hukum. Dengan itu semua saya yakin, kinerja kita akan makin baik,� ajak Presiden SBY.
Hadir pada acara ini para Dubes negara-negara sahabat, Menko Polhukam Widodo AS., Menko Perekonomian Boediono, Menkeu Sri Mulyani, Gubernur Lemhanas Muladi, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Taufiqurrachman Ruki, Kapolri Jenderal Pol.Sutanto, kalangan LSM, pimpinan organisasi internasional, dan pimpinan organisasi swadaya masyarakat.
http://www.presidensby.info/index.php/fokus/2007/04/17/1735.html