"Tadi malam saya diskusi dengan Ketua dan anggota DPRD Maluku dan Kota Ambon, saya mendapat keluhan mengenai listrik yang kapasitasnya kurang. Tadi pagi kita juga merasakan mati beberapa jam," ungkap Presiden saat meninjau proyek PLTU 2x15 MW Desa Waai, Maluku Tengah, Kamis, 9 Februari 2017.
Â
Dalam rilis Kepala Biro Pers, Media dan Informasi Sekretariat Presiden, Bey Machmudin disebutkan dalam diskusi tersebut, diketahui bahwa sebenarnya sudah pernah ada rencana pembangunan pembangkit listrik di daerah tersebut. Hanya saja pembangunan tersebut tidak berlanjut.
Â
"Oleh karena itu saya memutuskan untuk melihat seperti apa kondisinya, apakah bisa dilanjutkan atau tidak. Tapi mengenai proses hukumnya saya belum tahu, akan saya cek dulu," ujarnya.
Â
Wilayah Tulehu, Maluku Tengah yang dekat dengan PLTU tersebut memiliki potensi geothermal yang semestinya dapat dimanfaatkan sebagai tenaga pembangkit listrik. Oleh karenanya, pembangunan pembangkit listrik di wilayah tersebut diharapkan tidak menggunakan batu bara sebagai bahan bakarnya.
Â
"Yang jelas kalau di sini memakai bahan bakar batu bara sudah tidak benar, harusnya memakai geothermal karena potensi di sini ada, di Tolehu itu ada," kata Presiden.
Â
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Ignasius Jonan, yang mendampingi Presiden dalam kesempatan tersebut menerangkan bahwa PLTU tersebut seharusnya menjadi sebuah pembangkit listrik independen di mana nantinya PLN akan membeli listrik yang dihasilkan. Proyek tersebut kemudian menjadi mangkrak karena tidak kunjung dikerjakan.
Â
"Tidak dikerjakan. Saya kira sekarang sudah jadi masalah hukum. Ini mangkrak mulai tahun 2014," Jonan menjelaskan.
Â
Terkait dengan rencana ke depan mengenai apakah pembangunan tersebut akan dilanjutkan atau tidak, Jonan mengatakan akan terlebih dahulu bertanya kepada PLN mengenai kesanggupan mereka. Ia pun menyatakan bahwa setiap pulau di Indonesia haruslah memiliki pembangkit listrik independen agar dapat memenuhi kebutuhan listrik masyarakat.
Â
"Indonesia itu negara kepulauan, jadi tidak mungkin ada jaringan nasional. Bisa ada, tapi biayanya mahal dan tidak relevan. Karena itu setiap pulau harus punya pembangkit independen sendiri-sendiri," ujarnya. (Humas Kemensetneg)
Â
Â