Presiden: Pertumbuhan Jangan Sampai Turun

 
bagikan berita ke :

Selasa, 07 Oktober 2008
Di baca 850 kali


Pemerintah dan dunia usaha harus terus waspada untuk bersama-sama dalam satu tekad dan langkah menjaga momentum perekonomian. Diharapkan pertumbuhan ekonomi tidak turun dari angka 6 persen, agar penyerapan tenaga kerja tetap terjamin.

Demikian disampaikan Presiden Yudhoyono saat sidang kabinet paripurna yang diperluas di Gedung Utama Sekretariat Negara, Jakarta, Senin (6/10).

Dalam sidang kabinet tersebut hadir Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla dan hampir semua menteri Kabinet Indonesia Bersatu, kalangan dunia usaha, pimpinan umum dan pimpinan redaksi media massa, serta pengamat ekonomi.

Pengusaha yang hadir antara lain Rachmat Gobel, Fransiscus Welirang, dan James Riady. Adapun pengamat ekonomi yang diundang di antaranya Christianto Wibisono, Pande Radja Silalahi, dan Mirza Adityaswara.

”Saya harus katakan secara tegas dan jelas, insya Allah tidak akan terjadi krisis sebagaimana kita alami pada 10 tahun lalu. Rasionalnya jelas. Prakondisi faktor pemburuk dan isu-isu nonekonomi yang membuat krisis ekonomi 1997-1998 pada waktu dulu sungguh parah. Akan tetapi, sekarang, sesungguhnya tidak terjadi atau tidak sama dengan keadaan tahun 1997-1998,” papar Presiden.

Menurut Presiden, dirinya tak mengatakan akan aman-aman saja. ”Akan tetapi, saya punya keyakinan, apabila kita bersatu dan mengatasi masalah ini bersama, mimpi buruk yang terjadi pada 10 tahun yang lalu niscaya tidak akan terjadi,” katanya.

Presiden Yudhoyono kemudian memaparkan perbedaan kondisi pada saat krisis 1997 dengan kondisi ekonomi sekarang ini. Hal itu di antaranya penyebab utama krisis ekonomi yang berbeda, adanya kepanikan pasar, dan hal-hal yang berkaitan dengan kebijakan yang tidak konsisten, kestabilan pemerintahan, dan faktor ekonomi lainnya, seperti harga minyak mentah dunia yang jatuh sampai 20 dollar AS per barrel.

”Untuk itu, mari menjaga misi bersama kita, tiada lain adalah memelihara momentum kebangkitan ekonomi nasional. Sayang kalau momen ini lepas dan kita sia-siakan karena bertahun- tahun kita bekerja keras karena proses recovery setelah krisis itu berjalan dengan baik, dan bahkan kemudian tahun-tahun terakhir ini tanda-tanda perbaikan itu nyata,” ujarnya.

Presiden menambahkan, dampak dari krisis keuangan di Amerika Serikat, dengan segala turunannya dan alirannya, akan berpengaruh terhadap momentum pertumbuhan itu. ”Oleh karena itu, mari kita kelola agar tidak mengancam, apalagi menghentikan atau membuatnya mundur dari pertumbuhan ekonomi kita yang sedang berlangsung dewasa ini,” katanya lagi.

Presiden mengakui banyak negara mengoreksi pertumbuhan ekonominya. Namun, dengan usaha bersama dan kegigihan sekuat tenaga, pertumbuhan ekonomi diharapkan berada di kisaran 6 persen. Saat ini pertumbuhan ekonomi pemerintah diasumsikan masih 6,3 persen.

Seusai sidang, Ketua Kadin MS Hidayat menyatakan, pemerintah bisa saja tetap mempertahankan pertumbuhan ekonomi di angka 6 persen. Namun, sejumlah syarat harus dipenuhi, yaitu menjaga tingkat konsumsi dengan menjaga produksi dan meningkatkan investasi, serta menjaga kinerja ekspor agar bisa terus meningkat.

”Dan, jangan dilupakan adalah menjalankan rekomendasi Kadin, di antaranya penurunan biaya logistik pelabuhan, peninjauan ulang kebijakan biaya listrik pada saat beban puncak, penguatan perlindungan pasar dalam negeri sesuai mekanisme WTO, peningkatan dan kemudahan percepatan restitusi pajak, dan lainnya,” ujar Hidayat.

Menurut Hidayat, apabila rekomendasi Kadin dijalankan semuanya, dan kinerja ekspor, investasi dan konsumsi ditingkatkan, pertumbuhan ekonomi akan tetap di kisaran 6 persen.

Jangan terlalu optimistis

Anggota Komisi XI DPR, Dradjad Wibowo, mengatakan, pemerintah sebaiknya jangan terlalu optimistis. ”Pemerintah kerap salah perhitungan. Dulu dikatakan Indonesia tak akan terimbas kasus subprime mortgage, nyatanya kini kita terkena imbasnya, berupa pengeringan likuiditas,” kata Dradjad.

Menurut Dradjad, sulit untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang baik tahun depan. Pasalnya, pada tahun 2009 akan terjadi pengetatan likuiditas, lonjakan suku bunga hingga dua digit, dan anjloknya harga komoditas.

Penyempurnaan GWM

Gubernur Bank Indonesia Boediono mengakui bahwa dalam waktu dekat BI akan menyempurnakan perhitungan giro wajib minimum (GWM) untuk membantu likuiditas perbankan yang melemah akibat krisis keuangan global. ”Kami juga akan menyempurnakan GWM. Kami akan lakukan penyederhanaan, dan sekarang sedang digarap,” ujar Boediono.

Sebelumnya, Deputi Gubernur Bank Indonesia Hartadi A Sarwono mengatakan, implementasi aturan GWM yang dikaitkan dengan rasio kredit terhadap dana pihak ketiga atau loan to deposit ratio (LDR) tidak lagi relevan mengingat LDR perbankan sudah cukup tinggi.

Langkah lain yang ditempuh BI, kata Boediono menambahkan, di antaranya adalah BI telah membuka ruang untuk repo Surat Utang Negara (SUN) atau SBI yang diperpanjang masa berlakunya hingga tiga bulan. ”Itu semua untuk menjaga likuiditas perbankan menghadapi krisis,” ujar Boediono.

Sebelumnya, Ketua Kadin MS Hidayat dalam sidang kabinet meminta BI melakukan relaksasi kebijakan uang ketat melalui perubahan kebijakan-kebijakan terkait likuiditas, di antaranya penurunan tingkat GWM yang dikaitkan dengan LDR dan perluasan repo SUN untuk jangka waktu yang lebih panjang.





Sumber:
http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/10/07/0148298/presiden.pertumbuhan.jangan.sampai.turun


Bagaimana pendapat anda mengenai artikel ini?
0           0           0           0           0