Presiden Joko Widodo menyayangkan sejumlah pandangan negatif yang dituduhkan kepadanya belakangan ini. Baginya, hal tersebut tak lain merupakan upaya untuk melemahkan soliditas bangsa Indonesia.
Saat berbicara dalam acara Konvensi Nasional Galang Kemajuan Tahun 2018, di Bogor, Jawa barat, pada Sabtu, 7 April 2018, Kepala Negara menegaskan bahwa tuduhan-tuduhan itu sama sekali tidak berdasar.
"Banyak yang ingin melemahkan bangsa kita dengan cara-cara yang tidak beradab. Ngomongin isu antek asing, tuding-tuding ke saya. Jokowi itu antek asing," ujar Presiden.
Presiden juga sering kali dituduhkan sebagai seorang anggota PKI yang berhaluan komunis. Faktanya, saat PKI dibubarkan tahun 1965, Kepala Negara masih berusia empat tahun.
"Ada gambar di medsos seperti ini. Ini waktu D.N. Aidit pidato tahun 1955. Saya belum lahir sudah (disebut) jejer sama D.N. Aidit. Ini isu apa-apaan. Tidak beradab seperti itu," tuturnya sambil menunjukkan gambar dimaksud.
Tak sampai di situ, pembangunan infrastruktur yang menjadi program utama pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla juga menjadi sasaran tuduhan. Padahal, sudah jelas bahwa program tersebut dimaksudkan tidak lain hanya untuk membangun bangsa Indonesia agar mampu bersaing. Tak ada kepentingan lain.
"Kita mengerti bahwa membangun itu memang terkadang ada yang salah atau khilaf. Itu yang kita benahi. Kita ini manusia biasa yang penuh dengan kesalahan dan kekurangan," sambungnya.
Selain itu, belakangan, muncul pihak tertentu yang melakukan provokasi terhadap isu jumlah utang negara kita. Bahkan, ada beberapa yang sampai menuliskan bahwa utang Indonesia kini mencapai Rp4.000 triliun tanpa rincian yang memadai.
Isu-isu seperti itu seolah menjadikan pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla gemar berutang kepada asing. Faktanya, saat Joko Widodo dan Jusuf Kalla dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden pada 2014 silam, Indonesia telah memiliki utang sebesar Rp2.700 triliun.
"Saya dilantik utangnya (Indonesia) sudah Rp2.700 triliun. Saya bicara apa adanya. Bunganya setiap tahun Rp250 triliun. Kalau empat tahun sudah tambah Rp1.000 triliun. Mengerti gak ini? Supaya mengerti, jangan dipikir saya utang sebesar itu," ujarnya merinci.
Meski demikian, Kepala Negara mengaku tak ambil pusing dengan itu semua. Baginya, yang terpenting saat ini ialah tetap bekerja untuk kepentingan bangsa dan negara, seperti dikutip dari rilis Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden, Bey Machmudin.
"Sekarang ini masyarakat juga makin matang, makin dewasa. Semakin mengerti mana yang isu, fitnah, hoaks, kabar bohong. Sudah mengerti semuanya," tandasnya.
Dalam kesempatan itu, Presiden juga menjelaskan bahwa dirinya tidak ambil pusing dengan gerakan di sosial media #2019GantiPresiden yang belakangan mencuat. Bahkan gerakan tersebut kemudian dibuat ke dalam bentuk kaos.
"Sekarang isunya ganti lagi, isu kaos. Ganti presiden 2019. Ya kan? Pakai kaos. Masak kaos bisa ganti presiden," kata Presiden.
Padahal ganti atau tidaknya presiden, lanjutnya, ada di tangan rakyat. "Yang bisa ganti presiden itu rakyat. Kalau rakyat itu berkehendak, ya bisa, tapi kalau rakyat tidak mau, ya tidak bisa," lanjut Presiden. (Humas Kemensetneg)