RAPBN 2015, 7 Kementerian Dapat Prioritas Anggaran Terbesar

 
bagikan berita ke :

Jumat, 15 Agustus 2014
Di baca 860 kali

Presiden SBY dalam pidatonya mengatakan, bahwa berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, Nota Keuangan dan RAPBN tahun 2015 disusun oleh pemerintahan yang mengemban amanah saat ini, untuk dilaksanakan oleh pemerintah baru hasil Pemilu tahun 2014. Oleh karena itu, penyusunan anggaran belanja Kementerian dan Lembaga (K/L) dalam RAPBN 2015 masih bersifat baseline, yang substansi utamanya hanya memperhitungkan kebutuhan pokok penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat.

“Saya berharap, langkah ini dapat memberikan ruang gerak yang luas bagi pemerintah baru, untuk melaksanakan program-program kerja yang direncanakan,” ujar Presiden SBY.

Setelah tanggal 20 Oktober mendatang, Presiden SBY yakin, pemerintah baru akan memiliki ruang dan waktu yang cukup untuk memperbaiki anggaran dan memasukkan berbagai program yang akan dilaksanakan 5 tahun mendatang.

Asumsi Perhitungan APBN
Pemerintah tetap memperhatikan perkembangan perekonomian global dan kinerja perekonomian domestik pada tahun 2013, serta proyeksi tahun 2014 dan 2015. Presiden SBY menyampaikan gambaran umum atas sejumlah asumsi dasar ekonomi makro tahun 2015 yang dijadikan landasan bagi penyusunan arah program kerja dan kebijakan di tahun 2015 mendatang.

Pertama, pertumbuhan ekonomi pada tahun 2015 diharapkan mencapai 5,6 persen.

Kedua, asumsi inflasi pada tahun 2015 dijaga pada kisaran 4,4 persen.

Ketiga, nilai tukar Rupiah dalam tahun 2015 diperkirakan akan terjaga dan bergerak relatif stabil pada kisaran Rp11.900 per dolar Amerika Serikat.

Keempat, berkaitan dengan asumsi suku bunga. Dengan mempertimbangkan agar Surat Utang Negara tetap memiliki daya tarik yang tinggi bagi investor dan juga memperhitungkan risiko peningkatan suku bunga di Amerika Serikat, maka rata-rata suku bunga Surat Perbendaharaan Negara (SPN) 3 bulan, diasumsikan pada tingkat 6,2 persen. 

Kelima, asumsi rata-rata harga minyak mentah Indonesia diperkirakan sebesar 105 dollar AS per barel.

Keenam, lifting minyak mentah diperkirakan dapat meningkat secara bertahap mencapai sekitar 845 ribu barel per hari dan gas bumi sekitar 1.248 ribu barel setara minyak per hari.

Peningkatan Target Penerimaan Sektor Pajak dan PNBP

Dalam upaya mencapai target penerimaan pajak tahun 2015, penting diberlakukan beberapa kebijakan fiskal di bidang perpajakan. Kebijakan tersebut, antara lain, penyempurnaan peraturan perundang-undangan perpajakan, ekstensifikasi dan intensifikasi, serta penggalian potensi penerimaan perpajakan secara sektoral.

“Dari total pendapatan negara, penerimaan perpajakan direncanakan mencapai Rp 1.370,8 triliun, naik 10 persen dari target APBNP tahun 2014 sebesar Rp 1.246,1 triliun”, kata Presiden SBY.

Dengan total penerimaan perpajakan sebesar itu, maka rasio penerimaan pajak terhadap PDB atau tax ratio tahun 2015 menjadi 12,32 persen. Sedangkan tax ratio dalam arti luas, dengan mempertimbangkan pajak daerah dan penerimaan sumber daya alam, mencapai 15,62 persen.

Untuk mengoptimalkan penerimaan perpajakan, perlu diimplementasikan berbagai kebijakan insentif pajak, meliputi peningkatan penghasilan tidak kena pajak, pajak ditanggung Pemerintah untuk pengembangan sektor tertentu, serta pemberian pembebasan pajak (tax holiday) dan pengurangan pajak (tax allowances). “Tujuannya untuk menstimulasi tumbuhnya sektor strategis tertentu, sehingga nilai tambah perekonomian dapat dioptimalkan” ujar Presiden SBY.

Sejalan dengan upaya optimalisasi penerimaan perpajakan, pada tahun 2015 perlu dioptimalkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), khususnya dari PNBP sumber daya alam melalui upaya pencapaian target produksi, transparansi pengelolaan, dan efisiensi produksi.

Postur RAPBN Tahun 2015
Di dalam penyusunan RAPBN 2015, anggaran pendidikan tetap dialokasikan sebesar 20 persen. Hal ini sesuai dengan amanah konstitusi. Jika tahun lalu anggaran pendidikan ini sebesar Rp 375,4 triliun, tahun 2015 menjadi Rp 404,0 triliun.

Sementara itu, untuk belanja negara direncanakan terdapat tujuh Kementerian Negara dan Lembaga yang akan mendapat alokasi anggaran yang cukup besar di atas Rp 40 triliun. Kementerian dan lembaga tersebut adalah Kementerian Pertahanan sebesar Rp 95,0 triliun, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Rp 67,2 triliun, Kementerian Pekerjaan Umum Rp 74,2 triliun, Kementerian Agama Rp 50,5 triliun, Kementerian Kesehatan Rp 47,4 triliun, Kepolisian Republik Indonesia Rp 47,2 triliun, dan Kementerian Perhubungan Rp 44,6 triliun.

Anggaran belanja non-Kementerian Negara dan Lembaga dalam RAPBN tahun 2015 direncanakan sebesar Rp 779,3 triliun, yang dialokasikan antara lain untuk belanja subsidi dan pembayaran bunga utang. Anggaran belanja subsidi sebesar Rp 433,5 triliun, rinciannya adalah untuk subsidi energi sebesar Rp 363,5 triliun dan subsidi non-energi sebesar Rp 70,0 triliun.

Agar subsidi yang seharusnya ditujukan kepada masyarakat berpendapatan rendah tidak jatuh ke masyarakat mampu, sejumlah kebijakan yang selama ini telah dilakukan untuk meningkatkan efisiensi energi dan juga alokasi yang lebih tepat sasaran perlu terus dilakukan dalam tahun 2015.

“Untuk melanjutkan kebijakan tersebut perlu diambil langkah-langkah kebijakan berupa peningkatan efisiensi subsidi energi melalui ketepatan target sasaran, penyaluran subsidi non-energi secara lebih efisien, penajaman penetapan sasaran dan penyaluran dengan memanfaatkan data kependudukan yang lebih valid, dan pengendalian konsumsi BBM bersubsidi", ujar Presiden SBY.

Di dalam RAPBN tahun 2015, dialokasikan anggaran untuk pembayaran bunga utang sebesar Rp 154,0 triliun. “Alhamdulillah, dalam beberapa tahun terakhir ini, kita telah berhasil melakukan strategi pengelolaan utang negara, yang salah satunya ditunjukkan melalui penurunan rasio pembayaran bunga utang terhadap Belanja Pemerintah Pusat dari 14,9 persen pada tahun 2009 menjadi sebesar 10,6 persen pada tahun 2014”, Presiden SBY menambahkan.

Awasi dan Periksa Keuangan Negara

Presiden SBY juga menyampaikan, bahwa kebijakan penganggaran juga menghadapi persoalan political acceptance atau penerimaan dan dukungan secara politik, terhadap kebijakan yang sensitif dan kurang populer seperti pengalihan subsidi BBM dan listrik kepada subsidi untuk penduduk miskin.

Kebijakan penganggaran juga menghadapi tantangan dalam keterbatasan ruang fiskal. Proporsi belanja negara yang dialokasikan untuk belanja wajib masih relatif tinggi. Untuk itu, perlu upaya untuk memberikan ruang gerak yang lebih leluasa agar Pemerintah dapat melakukan intervensi dalam mengatasi tantangan pembangunan. Prioritas anggaran selayaknya mengedepankan belanja produktif untuk mendukung pembangunan

Presiden SBY juga meminta agar semua lembaga audit dan lembaga pengawasan, termasuk BPK, BPKP, dan aparat pengawasan internal pemerintah, untuk terus mengawasi perencanaan dan penggunaan anggaran negara, agar lebih efisien dan efektif, baik di pusat maupun di daerah. “Untuk kesekian kalinya saya meminta agar semua lembaga audit dan lembaga pengawasan, termasuk BPK dan KPK, secara proaktif bisa melakukan pencegahan terhadap penyalahgunaan anggaran, termasuk korupsi, dari tahun ke tahun masih dijumpai "kongkalikong" antara oknum pemerintah dan parlemen, pusat dan daerah, dalam penggunaan anggaran yang merugikan negara”, tegas Presiden SBY mengakhiri pidatonya. (Humas/DAR-Website Presiden)
Bagaimana pendapat anda mengenai artikel ini?
0           0           0           0           0