Jika kesepakatan itu dicapai dengan pihak Exxon Mobil, tambah Wapres, kebuntuan soal negosiasi bagi hasil atas ladang gas yang ada di provinsi Kepulauan Riau itu bisa diselesaikan. ExxonMobil memulai kontrak di blok itu sejak 1995 dan berakhir pada Januari 2007.
"Besok Vice President President [ExxonMobil] akan datang untuk memastikan itu. Kita bertahan di posisi 60%," ujar Kalla dalam satu perbincangan dengan Bisnis, kemarin.
Wapres menambahkan pemerintah juga akan segera mengevaluasi seluruh kontrak serupa dengan perusahaan tambang asing lainnya. Wapres menilai perusahaan tambang asing yang beroperasi di Tanah Air selama ini kurang menguntungkan Indonesia.
Menurut Kalla, kesepakatan yang dicapai di zaman pemerintahan Presiden B.J Habibie, di mana Exxon menguasai 100% dan Indonesia 0% didasarkan pada posisi Indonesia sebagai buying market. Akan tetapi, Indonesia kini sudah berada pada posisi selling market. Pembagian profit nol banding seratus dengan Exxon sudah harus diakhiri. "Kita bertahan kuat, kita tidak akan jadi buying market lagi."
Meski begitu, Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro yang dikonfirmasi Bisnis mengaku belum mengetahui perkembangan terakhir negosiasi Blok Natuna itu. "Ketua Tim Negosiasinya kan Pak Kardaya [Warnika]. Saya belum terima laporannya," katanya.
Namun, dia mengungkapkan memang ada permintaan pemerintah, sebagaimana disampaikan Wapres Jusuf Kalla kepada tim negosiasi agar pemerintah bisa mendapatkan porsi standar PSC (production sharing contract), yaitu 65% untuk pemerintah dan 35% untuk kontraktor. Saat ini, split yang berlaku adalah 35% untuk pemerintah dan 65% kontraktor.
"Jadi saya klarifikasi juga, split 0:100 itu kurang tepat karena dengan penerimaan pajak, sebenarnya kita sudah dapat 35%. Nah dari negosiasi itu diharapkan bisa berbalik porsi terbesar untuk pemerintah, setidaknya 60% banding 40%," paparnya.
Wapres menjelaskan kesepakatan model Blok Cepu, di mana pemerintah memperoleh bagi hasil 60% dan pihak kontraktor asing 40% akan menjadi pola standar dalam renegosiasi blok migas.
Pola yang menurut Kalla disebut "Mandar Scheme" itu dinilai akan lebih menguntungkan Indonesia. Saat negosiasi Blok Cepu, pemerintah mengajukan skema berjenjang, di mana jika harga minyak di kisaran US$30 per barel akan berbagi hasil 50:50, sedangkan jika harga minyak mentah internasional di atas US$60 per barel, komposisinya berubah 60% untuk Indonesia dan 40% untuk kontraktor asing. "Di situ kita memang, karena harga minyak di atas US$80 per barel," ujarnya. (neneng herbawati) (rudi.ariffianto@ bisnis.co.id/john.oktaveri@bisnis.co.id)
Oleh Rudi Ariffianto & John Andhi Oktaveri
Bisnis Indonesia
Sumber:
http://web.bisnis.com/edisi-cetak/edisi-harian/1id25159.html