RUU Minerba Terganjal

 
bagikan berita ke :

Jumat, 05 Oktober 2007
Di baca 1006 kali

Ketua Pansus RUU Mineral dan Batu Bara (Minerba) Agusman Effendi, Kamis (4/10), mengemukakan, legislatif dan wakil pemerintah tidak berhasil menemukan kata sepakat di level Tim Perumus maupun Tim Sinkronisasi.

"Akhirnya diputuskan untuk dikembalikan lagi ke Panitia Khusus untuk dibahas antara pimpinan panitia kerja dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral. Kami menunggu standing point pemerintah terhadap aturan peralihan," ujarnya.

RUU Mineral dan Batu Bara yang diajukan oleh pemerintah mulai dibahas di DPR bulan Mei 2005. RUU ini akan menggantikan UU Nomor 11 Tahun 1967 tentang Pertambangan.

Secara substansi, aturan peralihan menjembatani masa transisi pelaksanaan pertambangan mengacu pada undang-undang lama dan baru.

Fraksi-fraksi di DPR terpecah pendapatnya atas peraturan peralihan ini. Dari sisi waktu peralihan, usulan yang muncul adalah masa 2-5 tahun bagi kontrak-kontrak pertambangan yang sudah berjalan untuk menyesuaikan dengan UU baru.

"Kapan waktunya semua perusahaan tambang harus mengikuti UU baru, ini yang belum sepakat. Pemerintah inginnya aturan lama yang dipakai dalam kontrak karya yang telah ada biarkan berjalan sampai habis masanya, baru kemudian mengikuti UU baru," kata Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral dan Batu Bara MS Marpaung.

Dalam RUU Mineral dan Batu Bara ini, istilah kontrak karya telah dihapuskan dan diganti dengan izin. Masa berlaku izin usaha pertambangan hanya 20 tahun, lebih singkat dibandingkan dengan kontrak karya yang berlaku 30 tahun. Selain itu, luas wilayah pertambangan juga dibatasi.

Ada sejumlah aturan baru yang tidak diatur dalam kontrak karya, seperti kewajiban mengolah mineral di dalam negeri dengan mendirikan pabrik peleburan. DPR dan pemerintah juga sepakat memperbaiki porsi royalti pemerintah.

RPP Panas Bumi

Secara terpisah, seusai Rapat Kabinet Terbatas di Istana Presiden kemarin, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro mengatakan, pemerintah masih membahas Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Panas Bumi.

"Dalam RPP itu akan diatur bagaimana roadmap pengembangan untuk investasi tambang panas bumi, penentuan wilayah kerja, dan pemberian izin usaha pertambangan. Nantinya, untuk investasi panas bumi tidak diikat dengan kontrak, namun dengan izin yang diberikan pada investor panas bumi," ujar Purnomo.

Ditanya soal pengembangan 15 wilayah kerja panas bumi, Purnomo menyatakan hal itu belum bisa dilaksanakan jika PP-nya belum selesai.

 

Sumber: http://www.kompas.com/ (5 Oktober 2007)

 

Bagaimana pendapat anda mengenai artikel ini?
0           0           0           0           0