RUU Pengadilan Korupsi Masih Terganjal

 
bagikan berita ke :

Selasa, 24 Juni 2008
Di baca 971 kali


"Hal itu untuk efisiensi, apakah Pengadilan Tipikor itu kamar baru, pengadilan khusus, atau hanya kredit," kata Andi dalam rapat kerja dengan Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat di gedung DPR kemarin.

Menurut Andi, penyelesaian draf Undang-Undang Pengadilan Korupsi sudah mendekati final. "Tinggal finishing touch, namun proses itu tidak mudah," katanya.

Pada Desember 2006, Mahkamah Konstitusi membatalkan Pasal 53 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang KPK, yang menjadi dasar keberadaan Pengadilan Korupsi. Alasannya, telah terjadi dualisme dalam sistem peradilan korupsi. Pemerintah dan Dewan diberi waktu hingga 2000 untuk menyelesaikan Undang-Undang Pengadilan Korupsi.

Pada 2007, RUU Pengadilan Tipikor masuk agenda Program Legislasi Nasional, yang diprioritaskan untuk disahkan pada 2008. Namun, hingga kini draf belum diserahkan kepada DPR.

Andi menjelaskan, dalam perhitungan pemerintah, jika pengadilan korupsi masuk dalam pengadilan khusus, ada konsekuensi penuntutannya, yakni harus menggunakan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. "Tidak bisa dituntut dengan pasal lain," katanya.

Padahal, kata Andi, dalam kasus korupsi atau illegal logging bisa dimasukkan unsur penggelapan dan pemalsuan. Kasus itu, kata dia, jika di pengadilan negeri bisa dituntut dengan Undang-Undang Korupsi subsider KUHP atau UU Kehutanan. "Jika masuk Tipikor, tidak boleh ada subsider, begitu gagal membuktikan dia bebas," katanya.

Sehingga pemerintah, kata dia, akan meneliti dengan cermat kecenderungan pengadilan itu akan masuk mana. “Agar nanti RUU ini prosesnya sudah 90 persen, DPR tinggal mencicipinya," katanya.

Dia mengatakan pemerintah juga akan memastikan yang berwenang melakukan penyelidikan hingga penyidikan. "Apakah jaksa, polisi, atau KPK," katanya.

Selain itu, Andi mengatakan dengan modus korupsi saat ini tidak bisa diketahui dengan hukum konvensional. "Perlu keterkaitan dengan perbankan dan teknologi informasi," katanya. Pemerintah sedang menimbang hasil pengkajian itu. "Agar bahan yang disampaikan bukan bahan mentah," katanya.

Anggota Komisi Hukum DPR Fraksi PDIP, Pataniari Siahaan, mendesak pemerintah segera menyerahkan RUU ini. "Mengingat waktu yang sudah menjelang 2009," katanya.

Hal yang sama juga dikatakan anggota Komisi Hukum DPR, Eva Kusuma Sundari. Menurut dia, RUU ini penting untuk melembagakan pengadilan korupsi. "Harus dikuatkan, untuk memperbaiki sistem hukum," kata politikus PDIP ini.

Sebelumnya, Koalisi Masyarakat Peduli Pengadilan Tindak Pidana Korupsi juga mendesak Presiden segera mengajukan draf RUU Pengadilan Tipikor ke Dewan Perwakilan Rakyat melalui surat atau amanat presiden.
 
 
 
 
 
Sumber:
http://www.korantempo.com/korantempo/2008/06/24/Nasional/krn,20080624,4.id.html 
Bagaimana pendapat anda mengenai artikel ini?
0           1           0           0           0