Sambutan Pengantar Presiden RI pada Sidang Kabinet Paripurna, 10 Juni 2010

 
bagikan berita ke :

Kamis, 10 Juni 2010
Di baca 973 kali

SAMBUTAN PENGANTAR

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PADA

SIDANG KABINET PARIPURNA

DI KANTOR KEPRESIDENAN, JAKARTA
TANGGAL 10 JUNI 2010

 

 

 

Bismillahirrahmanirrahim,

 

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

 

Salam sejahtera untuk kita semua,

 

Saudara Wakil Presiden dan para Peserta Sidang Kabinet Paripurna yang saya hormati,

 

Dengan terlebih dahulu memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, Allah Subhaanahu wa Ta'alaa, Sidang Kabinet Paripurna hari ini kita mulai dengan agenda pembahasan masalah-masalah utama di bidang perekonomian. Topik bahasan kita ada dua, yaitu: satu, perkembangan perekonomian dunia terkini dan implikasinya pada perekonomian kita. Sedangkan topik bahasan yang kedua adalah permasalah Rancangan APBN tahun 2011.

 

Saya ingin memberikan pengantar sebelum kedua topik bahasan itu disampaikan nanti oleh Menteri Keuangan. Pengantar pertama berkaitan dengan topik pertama, yaitu perkembangan ekonomi terkini. Saya kira kita mengikuti perkembangan perekonomian global, utamanya d Eropa. Yang jelas, krisis perekonomian global yang terjadi pada tahun 2008-2009, meskipun secara global telah terjadi proses pemulihan, tetapi nampaknya dampak dari resesi perekonomian global dan krisis keuangan global tahun 2008-2009 masih dirasakan di banyak negara di dunia. Yunani, dalam batas tertentu, Hongaria, Spanyol, dan disebut negara-negara lain, menghadapi sejumlah permasalahan perekonomian. Sama dengan yang terjadi tahun 2008 yang lalu, krisis finansial yang ada di Amerika Serikat dengan cepat menyebar ke seluruh dunia. Hampir semua negara mendapatkan implikasi dari krisis yang terjadi di Amerika Serikat itu. Oleh karena itu, karena berkaitan dengan stabilitas perekonomian global, kita harus memahami, dan bukan hanya itu, tetapi kita juga harus melakukan langkah-langkah antisipasi dan sejumlah langkah yang pro- aktif sebagaimana yang kita laksanakan tahun 2008-2009, sehingga, alhamdulillah, kita bisa meminimalkan dampak itu.

 

Saya mengikuti percaturan pada tingkat global, termasuk peran G-20 yang diharapkan oleh masyarakat dunia ikut mengatasi permasalahan ini, meskipun juga ada kritik-kritik terhadap G-20. Dikatakan policy coordination di antara G-20 tidak berhasil mengatasi permasalah di Eropa, misalnya. Tetapi, masih besar harapan banyak pihak terhadap G-20 yang lebih mewakili perekonomian bangsa-bangsa sedunia. Saya berharap Menteri Keuangan nanti bisa menyampaikan perkembangan terkini dari perekonomian global, terutama yang akan berdampak pada perekonomian dalam negeri kita.

 

Yang kedua, berkaitan dengan RAPBN 2011. Saya ingatkan kembali bahwa APBN kita ini harus benar-benar tepat sasaran. Alhamdulillah, jumlahnya makin besar karena GDP kita juga naik, penerimaan negara juga naik. Oleh karena itu, sepatutnya anggaran juga lebih besar. Tetapi kenaikan prosentase dan angka nominal anggaran ini tidak akan efektif sekali manakala desain, struktur, alokasi, dan distribusi anggaran itu tidak tepat. Mari kita pastikan tepat. Saya juga meminta kepada Saudara semua, terutama di sini Menko Perekonomian dan Menteri Keuangan, agar ke depan kita hilangkan inefisiensi dalam penggunaan anggaran, baik di lembaga, kementerian, baik jajaran pusat maupun daerah. Bikin benar-benar optimal. Kurangi overhead cost yang tidak semestinya.

 

Berkali-kali saya katakan, kalau angka anggaran ini makin naik, yang diperbanyak bukan untuk overhead cost-nya, tapi justru spending atau expenditure yang mengarah kepada, baik stimulasi pertumbuhan, penciptaan lapangan pekerjaan, atau program-program pengurangan kemiskinan. Itu yang diutamakan. Karena administrasi, ya, itu-itu juga yang diperlukan. Perjalanan dinas, ya, itu-itu juga. Kegiatan pada tingkat lembaga, kementerian, ya, itu-itu saja. Cukup. Kenapa dilipatgandakan karena dengar anggarannya naik. Keliru. Justru, yang boros, yang tidak efisien dihilangkan, dirampingkan. Dan ini berlaku bagi pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Selebihnya alirkan karena government spending yang tepat itu juga komponen dalam pertumbuhan ekonomi, economic growth, yang harus kita jaga dan kita tingkatkan.

 

Saya juga berharap cara berpikir kita harus menuju ke balanced budget. Jangan semudah itu kita mematok angka defisit yang besar. Defisit yang besar itu dibenarkan manakala harus ada stimulasi pertumbuhan, manakala ada krisis yang disebut dengan demand, sehingga perlu counter-cyclical economy. Sudah kita lakukan tahun 2009-2010 karena memang akibat krisis global hampir semua negara melakukan counter-cyclical economy, dengan menerima defisit yang lebih besar. Tetapi, ketika keadaan sudah menjadi normal, maka APBN pun harus prudent menuju ke balanced budgetmacro economy stability. Dan itu kerangka bagi semua usaha perekonomian di negeri ini, termasuk sektor riil. Kalau sebuah negara makro ekonomi sudah tidak stable, tidak kondusif untuk semua upaya di bidang perekonomian dan dunia usaha, maka trust menjadi berkurang, resikonya menjadi lebih besar. Mari kita benar-benar memahami bahwa yang paling baik menuju, saya katakan, balanced budget. Oleh karena itu, defisit harus measurable atau terukur, harus bisa dibenarkan atau justified, bukan sekedar banyak-banyakan kita mematok defisit. Dan, ingat policy kita mengurangi hutang luar negeri. Sudah bagus sekarang debt to GDP ratio itu makin kecil, dalam arti makin positif. Artinya, beban atau kewajiban kita membayar hutang luar negeri dibandingkan pendapatan kita makin ringan. Tapi, mari kita usahakan juga ke depan, hutang luar negeri itu makin kecil, dan makin kecil. Dengan demikian, lebih sehat kita punya APBN. Dengan demikian, defisit, sekali lagi, harus pas. karena itu bagian dari

 

Yang terakhir, masih berkaitan dengan APBN, adalah tentang desentralisasi fiskal. Kita menganut sistem pemerintahan yang didesentralisasikan. Otonomi daerah sepatutnya makin ke depan, makin banyak anggaran yang kita alirkan ke daerah. Pesan saya, mari kita persiapkan bersama-sama, kita dan pemerintah daerah sendiri dari segi kapasitas dan akuntabilitas. Pastikan bahwa makin besarnya anggaran itu dikelola dengan tepat dan benar, sehingga mencapai sasaran yang diharapkan. Itu elemen-elemen penting yang saya titipkan dalam desain, dalam penyusunan struktur sampai dengan alokasi dan distribusi Rupiah kita, yang harus kita gunakan dengan lebih baik ke depan ini.

 

Saudara-saudara,

 

Masih merupakan pengantar saya, saya ingin menyampaikan tiga isu penting. Yang saya ikuti, hari-hari terakhir ini menjadi bahasan di media massa, percakapan di ruang publik, termasuk berita-berita yang saya terima melalui SMS. Nah, sebelum yang betul-betul isu yang sedang mengemuka hari-hari sekarang ini, ada dua hal yang ingin saya sampaikan. Tetapi, saya ingin mengingatkan karena ini masih dianggap awal dari Kabinet Indonesia Bersatu II, belum genap setahun masa bakti Kabinet Indonesia Bersatu II ini. Saya hanya ingin mengingatkan kembali, tetaplah kita menjalankan strategi perekonomian yang kita sebut dengan triple track strategy. Cuma sekarang boleh kita sebut triple track + 1 strategy. Triple track-nya, ya, perekonomian kita harus pro growth, harus terus meningkatkan pertumbuhan. Pro job, harus menciptakan lapangan pekerjaan lebih banyak. Dan yang ketiga, pro poor, harus ada cukup resources yang kita alokasikan untuk mengurangi kemiskinan di negeri ini. Nah, plus one-nya adalah harus pro environment. Dalam mencapai pertumbuhan atau growth itu, jangan dilupakan aspek lingkungan.

 

Saya baru menyampaikan pidato beberapa hari yang lalu, ada tulisan menarik di Newsweek minggu ini yang berjudul Disaster in the Making, menyoroti negara-negara yang hanya mengejar pertumbuhan setinggi-tingginya, high economic growth, tetapi, lalai dalam menjaga lingkungannya. Di katakan di situ, kalau negara itu seperti itu, maka in the long run, kurang lebih 20% GDP-nya akan habis untuk mengatasi dampak dari kelalaiannya mengelola lingkungan, berkaitan dengan kesehatan masyarakat, kesehatan rakyatnya. Ya, mungkin air tercemar, udara kotor, dan seterusnya, dan seterusnya. Akan banyak sekali. Contoh yang nyata karena pengelolaan hutan yang tidak baik di waktu yang lalu misalnya, banjir, tanah longsor, itu juga cost dari kelalaian kita yang juga ada spending dari GDP yang besar.

Rusaknya ekosistem, flora, fauna, segala kehidupan yang itu juga sumber dari kehidupan rakyat. Itu juga ikut terpukul, yang konon dinilai bisa mencapai 20% of our GDP. Mari kita sadar betul, pro growth, pro job, and pro poor strategy itu ditambah lagi dengan pro environment.

 

Dalam konteks ini, tadi saya menelepon Menko Perekonomian, kalau growth, insya Allah, makin tinggi theoritically, maka pengangguran akan makin susut kecuali kalau ada anomali. Itu hukum ukur seperti itu. Growth terjadi, kemiskinan juga susut. Tetapi, dalam praktek, kita juga harus pro aktif bersama-sama dunia usaha bagaimana mengarah pada penciptaan lapangan pekerjaan yang lebih luas, entah di manufaktur, entah di sektor jasa, entah di pertanian, di pariwisata, ataupun untuk pegawai negeri, yang rasional, yang cocok, yang tepat, begitu. Harus ada juga strategi kita bagaimana job creation ini terjadi. Saya titip kepada para Menteri karena Saudara juga ada anggaran atau spending, coba pada tingkat pemerintah apa yang bisa kita lakukan, to create more jobs.

 

Demikian juga, ajak dunia usaha untuk bersama-sama, daerah-daerah berkembang sekarang, ada zona-zona perekonomian, apakah industri, pertanian, pastikan pula itu bisa menciptakan lapangan pekerjaan. Oleh karena itu, padat karya, padat teknologi, padat modal, itu jangan dipisah-pisah. Jadikan satu kesatuan, tetapi tetap perhatikan, kita harus menciptakan lapangan pekerjaan yang lebih banyak. Alhamdulillah, pengangguran menurun, kemiskinan menurun, tetapi kalau bisa kita percepat, mengapa tidak kita lakukan. Tolong betul, Saudara-saudara, triple track + 1 strategy masih berlaku karena ini kita anggap yang paling tepat untuk negeri kita, untuk Indonesia, sebagai negara berkembang.

 

Dua isu lainnya, yang pertama adalah berkaitan dengan apa yang sekarang sedang menjadi perhatian publik di media massa, yaitu dana aspirasi. Yang dibicarakan oleh teman-teman kita di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Tadi pagi saja saya masih menerima SMS dari rakyat tentang dana aspirasi ini. Ya, seperti biasanya, dari sekian ratus SMS yang tiap hari kami terima, ada yang sesuai dengan isunya, ada yang betul memang itu inti permasalahannya tapi juga ada barangkali yang tidak paham betul. Pagi-pagi sudah dimarahi saya karena dikira dana aspirasi itu ide saya, rencana Presiden untuk memberlakukan itu. Tapi begini, Saudara-saudara, mari kita berbicara secara positif. Tidak baik kalau kita ini ada isu langsung dikontraskan, di conflict-kan ke sana  kemari akhirnya, tidak mendapatkan solusi, yang timbul adalah masalah-masalah baru.

 

Begini, setelah saya dengarkan apa sih yang menjadi latar belakang dan ide dasar dari dana aspirasi itu, teman-teman kita di DPR mengangkat itu, ternyata sebetulnya ingin anggota DPR yang berasal dari dapil-dapil itu dalam pelaksanaan pembangunan dari segi penganggaran juga memenuhi harapan atau kepentingan konstituen yang ada di daerah itu. Kalau saya lihat tujuannya, sebetulnya, positif dalam konteks itu agar terjadilah proses antara yang dipilih dan yang memilih dalam aspek pembangunan, dalam aspek anggaran.

 

Nah, kalau itu yang dimaksudkan, saya berpendapat pemerintah dalam hal ini adalah baik anggota DPR yang berasal dari dapil-dapil tertentu maupun anggota DPD, ingat ada DPD, Dewan Perwakilan Daerah, itu sangat bisa, dapat, memberikan usulan khusus terhadap pemerintah tentang sisi-sisi penting, barangkali penganggaran khusus bagi daerah-daerah yang dirasa memerlukan kebijakan seperti itu. Meskipun ada DPRD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, tetapi sangat bisa DPR karena mereka juga dipilih pada tingkat dapil dan apalagi DPD yang berasal dari provinsi-provinsi, itu mengajukan usulan-usulan khusus. Usulan-usulan khusus itu masukkan dalam sistem, dalam tatanan. Ada Musrenbang, ada musyawarah tingkat daerah, ada proses ini, proses itu, yang itu kita jalankan sudah sesuai dengan undang-undang, sesuai dengan konvensi, dan sesungguhnya berjalan.

 

Nah, kalau itu masuk ke situ, tinggal saudara-saudara kita dari DPR dan DPD itu ikut dalam pengawasan. Sekali lagi, meskipun DPRD Provinsi, DPRD Kota/ Kabupaten, sangat bisa anggota DPR dan DPD mau melakukan pengawasan apakah anggaran yang dialokasikan itu jugadigunakan lebih baik oleh pemerintah, tentunya pemerintah daerah. Kalau kita letakkan dalam konteks ini, saya kira ada jalan keluar. Tidak perlu berlarut-larut ke sana ke mari. Ada pikiran, saya pahami apa latar belakang ide itu, dan kemudian bisa kita rumuskan seperti itu sesuai dengan tatanan sistem dan mudah-mudahan akan lebih bagus karena semua involved dalam proses penganggaran. Toh, nanti juga kan dibahas bersama antara pemerintah  dengan DPR RI. Kemudian ada porsi peran DPD juga untuk ikut berkontribusi dalam kaitan itu.

 

Ini respons saya karena sudah beberapa hari. Yang tadinya kontekstual, sekarang sudah melebar ke sana ke mari. Saya kira mari kita kembalikan kepada konteksnya, dan, saya kira itu salah satu jalan keluar yang menurut saya patut kita tempuh secara bersama.

 

Nah, yang terakhir, saya ingin berbicara tentang trust. Begini, Saudara-saudara, saya membaca memo yang disampaikan oleh Pimpinan UKP4 berkaitan dengan kerja sama kita dengan negara sahabat, khususnya kerja sama Indonesia - Norwegia di bidang kehutanan. Saudara sudah tahu, dalam Sidang Kabinet sudah saya sampaikan kerangka kerja sama yang kita jalankan.

 

Persoalannya begini, dan saya minta tidak usah kecil hati, tidak usah gusar, tidak usah marah, memang, terus terang, masyarakat dunia belum percaya benar kepada institusi-institusi di banyak negara berkembang, termasuk di negeri kita, apakah institusi itu ketika dana dialirkan itu cukup kredibel. Tidak ada penyimpangan. Ya, kasarnya tidak ada korupsi dan dijalankan. Itu adalah mungkin pandangan rata-rata dunia atau negara-negara maju terhadap institusi di banyak negara berkembang. Dalam kaitan ini, saya tidak merasa terlecehkan ataupun dipandang remeh begitu karena ya, memang yang kita lakukan sekarang sedang memperkuat kelembagaan kita, meningkatkan kredibilitas kelembagaan kita. Tetapi, dimanapun saya bisa berbicara. Di Oslo saya berbicara kemarin, tidak boleh dianggap bahwa semua lembaga di seluruh dunia itu tidak kredibel kecuali yang dimiliki negara-negara maju. Contohnya, berkali-kali, BRR-Aceh dan Nias, itu dana yang dikelola lebih dari, kalau pledging dunia itu yang di-deliver itu mencapai US$ 7 billion misalnya, itu Rp 70 trilliun. Dikelola bagus, kredibel, akuntabel. Dan sekarang malah menjadi contoh dan rujukan. Atau dalam sejarah Indonesia juga bisa melakukan seperti itu. Saya kira banyak juga institusi di dalam negeri yang juga sekredibel yang dilaksanakan oleh BRR Aceh-Nias. Maksud saya begini. Sambil kita memastikan semua institusi di dalam negeri yang berkaitan dengan finance itu betul-betul kredibel sebagaimana contoh BRR Aceh-Nias dan lain-lain, makin kita berdiplomasi kepada dunia ,Anda tidak boleh memukul rata seluruh institusi, seolah-olah tidak kredibel. Dengan demikian, trusttrust, Saudara-saudara. terbangun. Intinya

 

Begini, sepuluh tahun yang lalu waktu kita mengalami krisis, trust kepada Indonesia turun rendah sekali. Kita ini maju kena, mundur kena, kanan salah, kiri salah dulu, macam-macam. Ya, karena barangkali, dianggap masih banyak korupsi, demokrasi tidak jalan, ada pelanggaran HAM, ada kekerasan ini, itu. Pokoknya di mata dunia kita ini tidak bagus waktu itu. Masa-masa sulit. Kita sebagai bangsa melakukan perubahan-perubahan, reformasi, bersama-sama semua. Sekarang ini, sesungguhnya trust dunia kepada Indonesia meningkat secara signifikan. Kita dianggap maju demokrasi, menghormati hak asasi manusia, ekonominya berjalan, reformasi berjalan. Kita juga kontributif terhadap permasalahan global. Islam, demokrasi, dan modernitas bisa hidup bersama. Dan, banyak persepsi dunia yang positif terhadap negara kita.

 

Kembali, trust. Oleh karena itu, dipicu dengan apa yang disampaikan oleh Pak Kuntoro kepada saya dan memang saya mendengarkan apakah betul-betul bisa jalan kalau diserahkan kepada institusi domestik Indonesia. Masih ada pikiran-pikiran negara maju seperti itu. Mari kita pastikan, Saudara-saudara, semua yang harus memiliki tingkat kredibilitas secara global kita wujudkan dan kita jalankan. Saya mengajak semua institusi di negeri ini juga bisa melakukan itu. Inilah gunanya reformasi. Dari trust deficit menjadi trust surplus yang kita harapkan.

 

Jadi, menurut saya, saya lebih bagus melihat permasalahan seperti itu. Mari kita jadikan cambuk. Kita pastikan semua institusi di dalam negeri itu kredibel. Jangan ada toleransi terhadap penyimpangan. Apakah itu government yang memiliki. Apakah private, semua institusi di negeri kita itu harus kredibel. Dengan demikian, tidak ada halangan apapun kalau kita menjalin kerja sama dengan negara-negara sahabat ataupun pihak internasional.

 

Saudara-saudara,

 

Itulah yang ingin saya sampaikan, dan apalagi, masih berkaitan dengan trust, di kalangan kita, di kalangan kementerian, lembaga, saya tidak ingin ada kasus, saya tidak ingin ada kesimpulan akhirnya, ah, itu tidak bisa dipercaya. Ah, itu tidak bersih, itu nggak yakin dananya akan digunakan sebagaimana yang diharapkan. Saya ingin itu  mari kita jadikan, kalau itu kita lakukan, Saudara, setahun, dua tahun, tiga tahun, empat tahun, percayalah trust dari dunia kepada kita akan mencapai puncaknya nanti, dan insya Allah, kita akan menjadi negara yang mungkin menjadi contoh bagi banyak pihak.

 

Itulah pengantar saya, Saudara-saudara, agak panjang sedikit tetapi ini saya gunakan dengan baik kesempatan yang baik ini. Saya persilakan setelah ini Menteri Keuangan untuk menyampaikan presentasinya, terutama dua hal tadi.             

 

 

Biro Naskah dan Penerjemahan,

Deputi Mensesneg Bidang Dukungan Kebijakan,

Sekretariat Negara RI