Sambutan Pengantar Presiden RI pada Sidang Kabinet Paripurna, Jakarta, 23 Desember 2010
SAMBUTAN PENGANTAR
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
PADA
SIDANG KABINET PARIPURNA
DI KANTOR KEPRESIDENAN, JAKARTA
TANGGAL 23 DESEMBER 2010
Bismillahirrahmanirrahim,
Â
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Â
Salam sejahtera untuk kita semua,
Â
Saudara Wakil Presiden, para peserta Sidang Kabinet Paripurna yang saya hormati,
Â
Alhamdulillah, hari ini kita dapat menghadiri Sidang Kabinet Paripurna. Ada tiga agenda yang kita acarakan pada sidang kita hari ini. Pertama, kita akan mendengarkan penjelasan Wakil Presiden dan Menteri Luar Negeri menyangkut rencana penyelenggaraan beberapa kegiatan internasional tahun 2011 secara garis besar dengan titik berat pengorganisasian penyelenggaraan, baik itu ASEAN Summit, East Asia Summit dan kalau masih memungkinkan Sea Games.
Â
Yang kedua, kita juga akan mendengarkan penjelasan dari Kepala UKP4, Saudara Kuntoro, tentang implementasi dari REDD+ di Indonesia, sekaligus hasil dari Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang perubahan iklim yang baru saja dilaksanakan di Cancun, Mexico yang hasilnya banyak yang relevan dengan apa yang menjadi kepentingan Indonesia, termasuk kebijakan dan program-program pelestarian lingkungan, utamanya pemeliharaan hutan. Kemudian yang ketiga, penjelasan dari MenPAN dan Reformasi Birokrasi, berkaitan dengan kebijakan penetapan atau pengangkatan pegawai hononer ataupun bantu yang juga sering menjadi perhatian publik.
Â
Sebelum kita memasuki agenda sidang kita hari ini, Saudara-saudara, saya ingin menyampaikan beberapa hal. Pertama, akhir tahun lazim dilakukan review atau observasi, atau refleksi tahunan. Saya juga sudah mendengar misalnya, ada yang merencanakan untuk menyampaikan pidato politik, misalnya dari pimpinan-pimpinan partai politik dan sebagaimana yang terjadi setiap akhir tahun, banyak sekali forum untuk melakukan refleksi.
Â
Hampir pasti dalam refleksi itu banyak diangkat sisi-sisi yang katakanlah negatif atau kekurangan, atau ketidakberhasilan. Dengarkan saja, rileks, justru barangkali dari kritik, dari refleksi itu bisa dengan harapan itu objektif, bisa memacu kita untuk berbuat lebih baik lagi di tahun 2011 mendatang.
Â
Saya berharap para Menteri juga melakukan refleksi, refleksi akhir tahun sekaligus bisa berkomunikasi ke publik, menjelaskan kepada rakyat apa yang telah dicapai, apa yang masih menjadi tantangan, dan pekerjaan rumah untuk dilanjutkan di tahun-tahun mendatang. Sampaikan secara gamblang, objektif, yang sudah kita capai katakan sudah kita capai, yang belum kita capai masih merupakan proses berlanjut, sampaikan demikian. Dengan demikian, rakyat kita akan mendapatkan gambaran yang utuh tentang apa yang dilakukan oleh pemerintahnya.
Â
Itu hal pertama yang ingin saya sampaikan. Ya, meskipun akan ada dua libur panjang, pertama besok 24, 25, 26, silakan berlibur, berkonsilidasi dengan baik. Yang kedua, tanggal 1 dan tanggal 2, itu biasa Sabtu-Minggu itu ya. Tetapi di tengah-tengah cuti atau libur itu, lakukan konsolidasi dan sekaligus di hari-hari kerja yang ada. Lakukan sekali lagi, review akhir tahun dan sampaikan kepada masyarakat luas.
Â
Pengantar yang kedua, sebelum kita memasuki agenda sidang kita hari ini, Saudara-saudara, adalah berkaitan dengan hal yang sangat penting, meskipun tidak kita bahas hari ini, yaitu tentang kebijakan pajak atau kebijakan perpajakan di Indonesia, sebagai salah satu dari kebijakan ekonomi yang berkaitan erat dengan kebijakan fiskal. Yang memicu untuk saya angkat pada hari ini juga merupakan pekerjaan rumah, serta agenda penting untuk kita benahi, kita tata, dan kita bikin baik di tahun-tahun mendatang adalah apa yang saya pelajari pada bulan-bulan terakhir ini, menerima masukan, analisis, observasi dari berbagai pihak di dalam negeri maupun di luar negeri.
Â
Tetapi lebih khusus lagi saya membaca di sebuah media massa statement dari Saudara Hanung Bramantyo, tokoh perfilman kita, kalau tidak salah yang menggarap film Laskar Pelangi. Saya terusik dengan kata-kata beliau yang mengatakan pemerintah ini seperti membunuh perfilmannya sendiri. Apa pasalnya? Karena pajak yang dikenakan kepada industri perfilman itu banyak komponennya itu, jatuhnya jauh lebih mahal kalau kita mengimpor film atau membikin film di luar negeri. Tentu ini tidak benar, bagaimana kita ingin mengembangkan industri perfilman nasional kalau pajaknya demikian. Oleh karena itu, tentu nanti silakan diteliti, dikaji, dicek apakah itu benar seperti itu. Kalau ternyata keliru, kita lakukan perbaikan.
Â
Yang kedua, saya juga menerima SMS dari Saudara Imam Prasodjo. Pernah saya sampaikan sekali, tapi saya angkat kembali karena konsektual. Beliau mengatakan mengirim SMS kepada saya, yang intinya ada negara sahabat ingin membantu didalam rangka aksi kemanusiaan, program-program sosial begitu, tetapi ternyata berbelit-belit dikenakan pajak, kena pajak atau tidak kena dan sebagainya, tapi tidak konklusif. Akhirnya yang ingin membantu betul, sukarela atau free untuk membangun jembatan dari 5 meter sampai 50 meter itu harus terhenti-terhenti dan bahkan apakah kami harus membayar pajak seperti ini bantuan sukarela misalnya. Saya juga memberikan atensi terhadap, entah SMS, entah tentang berita seperti itu, karena itu adalah sesuatu yang hidup di kalangan masyarakat kita.
Â
Untuk melengkapi, konon juga banyak contoh dari dunia industri, dari dunia usaha kita mengapa pengusaha, di bisnis perkapalan, galangan kapal, itu ternyata pajaknya juga demikian tinggi sehingga lebih bagus membeli, mengimpor atau menggunakan yang ada dari luar negeri. Ini contoh menurut saya yang mesti kita tinjau kembali. Saya tidak mengatakan sekarang bahwa semua itu salah, tetapi silakan dicek kalau memang tidak tepat, kita perbaiki. Jangan kita biarkan sesuatu yang tidak tepat terus berjalan, karena itu mengurangi sebetulnya manfaat dari dunia usaha dan perekonomian kita dan pada saatnya mengurangi penerimaan negara, dalam arti yang luas begitu dan juga menghalang-halangi berkembangnya investasi, berkembangnya industri dan sebagainya.
Â
Saudara-saudara,
Â
Berkaitan dengan itu, masih akan saya teruskan pengantar saya mengenai kebijakan pajak ini, yang intinya mari kita lakukan pembenahan dan penataan kembali kebijakan perpajakan, agar ya benar-benar kita bisa membangun iklim investasi dan iklim bisnis yang baik, serta memberikan rasa adil dan kepastian, certainty sangat penting. Tidak mungkin dunia usaha berkembang, kalau there is no certainty, tidak ada kepastian.
Â
Yang kita tuju ini adalah yang disebut optimal taxation dan fair tax, juga kita ingin meminimalkan distorsi. Kalau banyak distorsi hampir pasti akan mengganggu dunia usaha dan perekonomian nasional kita. Meskipun kita tahu pajak juga kebijakan fiskal yang penting diperlukan continuity dari fiskal kita sehingga pajaknya pun juga harus tepat, harus menjadi sumber dari penerimaan negara demi keberlanjutan anggaran dan fiskal kita.
Â
Di banyak negara tax policy itu menjadi domain kepala pemerintahan, presiden, perdana menteri. Oleh karena itu, kita sering mengikuti dalam kampanye pemilihan presiden, kampanye pemilihan umum, termasuk perdana menteri dalam sistem parlementer itu yang menjadi bahan debat adalah tax policy seperti apa, manakala seseorang memimpin negara itu tax policy seperti apa, karena sangat penting bagi perkembangan dunia usaha dan perekonomian.
Â
Di negara kita memang administrasi dan koleksi pajak itu dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Pajak, tetapi tax policy bukan hanya atau saya harus mengatakan bukan domain dari direktorat jenderal, diangkat lebih tinggi lagi karena menyentuh kehidupan perekonomian dan dunia usaha. Dan meskipun administrasi, koleksi, tata cara pengumpulan pajak itu dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Dirjen Pajak juga harus menerapkan sistem dan aturan yang mudah, yang transparan, yang tegas dan tidak abu-abu. Kalau ada peraturan yang abu-abu, ada loopholes. Kalau ada loopholes, itu subur untuk penyimpangan, pemerasan ataupun ya kejahatan-kejahatan lain di dalam dunia pajak.
Â
Saya mengingatkan Saudara-saudara bahwa kita sudah memilih kebijakan dan strategi ekonomi kita, yang kita sebut dengan four tracks strategy. Pro-growth, pro-job, pro-poor, and pro-environment strategy. Namanya pro-growth kita ingin kebijakan pajak kita, itu membikin ekonomi terus tumbuh, makin produktif, termasuk makin besar dan kuatnya investasi di negeri ini, terutama investasi jangka panjang. Itu kalau tax policy juga dikaitkan dengan pro-growth policy.
Â
Pro-job, kebijakan pajak yang tepat tentunya juga harus memberikan insentif atau kebijakan sedemikian rupa sehingga industri itu didorong untuk menciptakan lapangan pekerjaan yang lebih besar. Banyak negara kita kasih insentif, manakala industri itu menciptakan lapangan pekerjaan yang lebih besar, job creation terjadi sangat tinggi, ada insentif pajak untuk itu.
Â
Pro-poor, tentunya kita sudah menerapkan batas penghasilan yang tidak kena pajak. Saya kira pastikan itu tepat, dengan demikian kelompok yang masih miskin atau usahanya, usaha mikro, usaha kecil itu bisa menikmati penghasilan yang lebih baik. Dalam konteks ini, bisa saja dihitung semacam tax detection policy bagi mereka yang CSR-nya demikian besarnya katakanlah sehingga bisa ikut membantu pengurangan kemiskinan. Jadi yang kita sebut pro-poor tax policy, itu tolong dikaitkan dengan hal-hal seperti itu.
Â
Pro-environment, ini urusan insentif dan disinsentif terhadap perusahaan, terhadap dunia usaha. Mana yang mengancam lingkungan, atau ada resiko terhadap lingkungan pasti harus ada disinsentif, penggunaan pajak yang lebih tinggi barangkali, tapi sebaliknya yang sangat baik untuk lingkungan tentu mendapatkan perlakuan yang adil.
Â
Saudara-saudara,
Â
Kita pernah membahas di ruangan ini bahwa pertumbuhan ekonomi itu jangan hanya dilihat dari sisi demand, demand side, konsumsi, investasi, government spending, netto dari ekspor dan impor kita, meskipun sering yang dijadikan rujukan. Tetapi juga dari sisi supply, supply side, supply side ini banyak, bisa dengan infrastruktur yang kita bangun habis-habisan, dengan inovasi dan teknologi, tapi juga dengan tax policy yang tepat.
Â
Kita jemput dari hulunya, agar hilirnya menjadi bagus. Oleh karena itu, tolong dilihat utuh bagaimana kita menjaga antara sisi demand dan sisi supply dari perekonomian kita dengan tujuan pertumbuhan kita strong, makin strong. Kita sudah dianggap strong oleh dunia sekarang ini di atas 4%, 6%, insyabalance, juga inklusif, juga sustainable, sehingga four tracks itu juga tercermin dalam konsep pertumbuhan ekonomi yang sedang kita galakkan. Allah, bahkan makin tinggi nanti. Tetapi juga
Â
Dengan penjelasan itu saya ingin, saya sudah mendiskusikan dengan, tadi dengan Wapres mulai tahun 2011 ke depan, kebijakan perpajakan harus benar-benar tepat dan benar. Saya minta kita kerja keras dan peduli, jangan hanya dilepas kepada Direktorat Jenderal Pajak ataupun Menteri Keuangan sendiri, harus sampai pada tingkat saya.
Â
Ke depan pajak kita harus adil bagi rakyat dan bagi pembayar pajak, tax payers. Memang kalau istilah wajib pajak, dengan petugas pajak ini sepertinya satu menjadi pihak yang dikejar-kejar, yang harus begini, satu yang mengawasi. Tapi kalau istilah tax payers, pembayar pajak, biasanya itu lebih baik secara psikologis, apa pun istilahnya, tetapi adil bagi rakyat dan adil bagi tax payers.
Â
Yang berikutnya lagi certain, pasti dan logis. Jangan sampai, "gini kok dipajakin, itu kok enggak dipajakin". Begini kok pajaknya tinggi, seperti perfilman nasional, galangan kapal, begitu kok pajaknya rendah. Optimal sehingga bisnis kita akan up dan terus berkembang. Pastikan compliancecompliancecompliance. tinggi. Penyakitnya adalah yang harusnya tidak dikenai pajak, dikenai pajak, tetapi rendah yang mestinya membayar pajak bisa tidak membayar atau membayar tidak cukup sesuai dengan yang harus dibayar, ini urusan
Â
Kemudian efisiensi pengumpulan pajak. Ini pada petugas-petugas kita, para Direktorat Jenderal Pajak, apakah sudah efisien. Kejahatan tentu kita cegah dan mesti ditindak dengan tegas, demikian juga akuntabilitas dari semua, baik proses, maupun yang dilakukan oleh petugas pajak.
Â
Masih berkaitan dengan 2011 ke depan, Saudara-saudara, saya ingin juga ini tolong menjadi atensi para Menteri, Menteri Perekonomian, Menteri Keuangan pastikan agar Keputusan Menteri, Kepmen dan juga Peraturan Dirjen Pajak, SK Dirjen Pajak itu tidak boleh bersifat multitafsir, multi-interprestasi. Saya banyak sekali mendapatkan masukan akibat penafsiran yang berbeda-beda, akhirnya banyak dispute. Begitu masuk ke pengadilan pajak kadang-kadang output-nya tidak seperti yang diperkirakan oleh banyak orang. Saya ingin kepedulian kita, tanggung jawab kita menjamah sampai wording dari Kepmen dan dari Peraturan Direktorat Jenderal Pajak. Jangan sampai sekali lagi, tafsirkan bermacam-macam sehingga sumber sengketa, menjadi tidak pasti.
Â
Sayang sekali kalau kita lost opportunity dari semuanya itu, karena saya harus mengatakan bahwa momentum kita bagus sekarang ini, opportunity kita tinggi. Waktu saya memberikan kuliah umum di ITS, di Surabaya, sebagian saudara mendengarkan betapa hasil pengamatan dan analisis dari berbagai lembaga internasional meletakkan kita pada posisi yang tinggi untuk tahun depan, 2011 dan seterusnya.
Â
Tapi saya mendapat SMS dari Duta Besar kita yang ada di Washington, D.C. Saya bacakan di sini untuk apa, sedikit hadiah akhir tahun kepada para Menteri.
Â
Di sini The Economist yang terbit hari ini, dikatakan ada artikel tentunya mengupas ekonomi negara-negara yang disebut emerging, emerging economies. Bunyinya begini, "But the biggest praise will be for Indonesia: it will be the emerging market star of 2011 with analysts lauding its innovative companies, growing middle class and relative political stability". Jadi kalau, ini yang kesekian ya. Ada seperti ini jangan kita sia-siakan momentum dan opportunity yang ada.
Â
Saya melihat masih cukup banyak yang menjadi penghambat, menjadi penghalang, menjadi bottlenecking. Kalau ini kita hilangkan semua, kita bereskan semua, kita bersihkan semua, maka apa yang diamati, yang diprediksi seperti ini contohnya akan betul-betul menjadi kenyataan. Saya tetap optimis manakala kita bisa bereskan yang masih belum beres itu, kita akan memiliki capaian dan hasil yang lebih baik lagi.
Â
Saya kira itulah pengantar saya dan khusus pajak ini, saya ingin satu bulan ini, Menko Perekonomian, Menteri Keuangan dan Menteri terkait duduk bersama disupervisi oleh Wapres. Sarankan kepada saya nanti, bagaimana penataan, pembenahan, dan pengembangan kebijakan perpajakan yang lebih tepat untuk negeri kita di tahun-tahun mendatang.
Â
Demikian, Saudara, pengantar saya dan setelah ini saya persilakan Saudara Wakil Presiden, Pak Boed, untuk mengawali penjelasan tentang pengorganisasian rencana kita menyelenggarakan international event di tahun depan.